Header Ads

Afghanistan Larang Media Liput Serangan Taliban

Pemerintah Afghanistan lewat lembaga intejennya National Directorate of Security (NDS) melarang media massa menayangkan liputan yang menampilkan gambar detik-detik serangan Taliban terjadi. Larangan itu dikeluarkan sehari setelah enam tentara NATO tewas oleh serangan Taliban yang terjadi di berbagai tempat di Afghanistan.

NDS beralasan, pemberitaan media akan membuat kelompok militan Taliban makin berani melakukan serangan. Para wartawan hanya diijinkan untuk mengambil gambar-gambar pasca serangan terjadi, itupun harus seijin NDS. Lembaga intelejen itu mengancam akan menangkap dan menyita peralatan liputan wartawan yang tekad nekad merekam gambar saat serangan terjadi.

"Liputan langsung merugikan pemerintah dan menguntungkan musuh-musuh pemerintah Afghanistan," kata Juru Bicara NDS, Saeed Ansari saat mengumumkan kebijakan ini pada para wartawan yang sengaja diundang oleh NDS.

Para jurnalis, termasuk organisasi hak asasi manusia tentu saja memprotes larangan itu. Mereka mengatakan, kebijakan tersebut melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi-informasi penting tentang situasi keamanan pada waktu serangan-serangan terjadi. "Larangan semacam itu membuat publik tidak bisa mendapatkan informasi yang akurat tentang sebuah peristiwa," kata Abdul Hameed Mubarez, kepala Persatuan Media Nasional Afghanistan.

Laila Noori dari organisasi Afghanistan Rights Monitor yang memonitor isu-isu media di Afghanistan menyatakan, pemerintah seharusnya tidak menyembunyikan ketidakmampuan mereka dengan melarang media massa meliput insiden-insiden yang sedang terjadi. "Masyarakat ingin tahu semua fakta yang ada di lapangan ketika peristiwa yang berkaitan dengan situasi keamanan terjadi," tukas Noori.

Pemerintah Afghanistan pernah memberlakukan larangan serupa, tapi hanya satu hari saat pelaksanaan pemilu presiden tahun 2009. Tapi tidak ada larangan formal bagi wartawan yang merekam sebuah peristiwa serangan yang sedang terjadi, meski para wartawan sering menjadi korban pemukulan aparat keamanan Afghanistan saat meliput sebuah peristiwa di lokasi kejadian.

Sepanjang hari Senin (1/3), sejumlah serangan bom menewaskan enam pasukan NATO, dua diantaranya tewas di selatan kota Kandahar, kota tempat lahirnya Taliban. Sementara Komandan Pasukan International Security Assistance Force (ISAF), Jenderal Stanley McChrystal ditemani oleh Wakil Presiden Afghanistan, Karim Khalili serta Gubernur Helmand, Gulab Mangal melakukan kunjungan ke Kota Marjah di Provinsi Helmand yang menjadi target Operasi Mustarak pasukan NATO untuk memberangus kelompok Taliban.

Pada warga setempat, Khalili mengatakan bahwa prioritas mereka adalah menciptakan stabilitas dan perdamaian di Afghanistan. Tapi pernyataan itu ditanggapi dingin oleh warga. Seorang pemuka warga berjanggut putih bernama Abdul Kader mempertanyakan janji-janji pemerintah.

"Anda berjanji tidak akan menggunakan senjata-senjata berat. Lalu mengapa rumah saya dihancurkan," tanya Kader.

Jenderal McChrystal mengklaim masih ada sekitar 200-300 militan Taliban yang tersisa di Kota Marjah. "Beberapa diantara mereka mungkin menjadi sel-sel tidur yang sedang menunggu perintah dari seseorang tentang apa yang harus mereka lakukan. Sebagian dari mereka meletakkan senjata dan memantau apa yang akan terjadi," ujar McChrystal.

Kelompok Taliban melakukan perlawanan sengit atas operasi militer yang dilakukan pasukan koalisi asing. Mereka sedikitnya melakukan empat serangan besar yang menewaskan 29 orang, termasuk pasukan NATO dan melukai puluhan orang lainnya. (ln/yn/iol/eramuslim.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.