Header Ads

Abu Bakar Ba'asyir dan Kontra Terorisme

Banyak keanehan dalam kasus terorisme Aceh ini. Benarkah ini rekayasa?

Abu Bakar Baasyir (ABB) kembali berurusan dengan polisi. Ini adalah kali ketiga sang ustadz harus menghadapi tuduhan sebagai mastermind di balik kasus terorisme. Kalau dulu atas tudingan terkait Bom Bali, kali ini Ustadz Abu disangka membiayai dan mengendalikan pelatihan teroris di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam.

la ditangkap ketika sedang dalam perjalanan dari Ciamis Jawa Barat. Mobilnya diberhentikan di Kota Banjar Patroman, Ciamis, Jawa Barat oleh aparat kepolisian dan Detasemen Khusus 88. Saat itu pimpinan Pondok Pesantren Ngruki Solo ini langsung dibawa ke Jakarta.

Selama pemeriksaaan, ABB tak menjawab pertanyaan penyidik kecuali tentang identitas dirinya dan peristiwa penangkapan di Ciamis. Menurutnya, apa yang dialaminya adalah rekayasa Amerika sehingga menjawab pertanyaan penyidik sama saja dengan mengikuti kemauan Amerika.

Polisi pun mengaku punya bukti untuk menjerat kakek berusia 71 tahun ini. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang menyatakan pihaknya telah mengantongi pengakuan para teroris yang terkait pelatihan militer di Aceh dan video yang menunjukkan adanya laporan para teroris kepadaABB.

Selain itu, polisi menyatakan ABB terlibat pembiayaan aktivitas pelatihan yang disebut polisi sebagai 'pelatihan teroris' tersebut. Jumlahnya mencapai satu milyar rupiah, yang didapatkan dari beberapa penyumbang.

Amir Jamaah AnshorutTauhid (JAT) ini terancam pidana seumur hidup atau hukuman mati. Pasal berlapis telah menunggunya, yakni melanggar Pasal 14 jo Pasal 7,9,11 dan atau pasal 11,dan atau 15 jo Pasal 7,9, 11 dan atau pasal 13 huruf a, b, c, UU Nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme. Juga Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana teroris yang isinya menggerakkan dan mengajak orang.

Penangkapan ABB ini bukan tiba-tiba. Rumor ABB akan ditangkap sudah beredar tiga bulan lalu. Ini terlihat ketika ada rekonstruksi kasus terorisme Aceh di markas JAT, Pejaten, Jakarta Selatan. Saat itu ada seorang yang memerankan diri sebagai ABB.

Di mata kepolisian, posisi ABB dalam kasus terorisme tidak berubah. la masih dituding sebagai pemimpin tertinggi 'Jamaah Islamiyah' di Indonesia. Ini terungkap dalam presentasi Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di Simposium Nasional "Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme" di Jakarta akhirJuli lalu.

Sementara itu, pelatihan di Jantho, Aceh Besar memang ada. Pelatihan tersebut awalnya untuk persiapan para mujahidin membanturakyatGaza mengusir Israel. Ada beberapa elemen masyarakat yang terlibat pelatihan ini.

Ketua Umum Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab menjelaskan pelatihan itu sendiri legal karena telah mengajukan izin kepada pihak kepolisian. Dalam proses itulah, ada seorang desertir kepolisian bernama Sofyan Tsauri menawarkan diri sebagai pelatih.

Dalam proses selanjutnya, perang di Gaza berakhir. Mereka yang sudah pernah berlatih ini gagal berangkat ke Gaza. Dalam situasi tersebut, Sofyan menawarkan kepada beberapa orang untuk berlatih dengan senjata asli. Mereka yang sepakat dengan persyaratan yang diajukan Sofyan, diajak ke Depok, Jawa Barat. Mereka berlatih menembak di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Mereka pun berlatih fitnes. Menurut Ketua FPI Aceh Yusuf Qardhawi, para mantan calon mujahidin ini pun dibiayai kehidupannya selama di Depok oleh Sofyan. Hanya saja, Yusuf tak mau mengikuti latihan itu karena mulai curiga, desertir polisi tapi kenapa bisa keluar masuk Mako Brimob dan berlatih menembak.

Seusai latihan di Depok, binaan Sofyan itu berlatih kembali di Aceh Besar. Saat latihan itulah mereka digerebek aparat kepolisian. Sempat terjadi tembak menembak. Dua anggota kepolisian tewas dan puluhan terluka. Beberapa teroris ditangkap baik di Aceh maupun di Jawa.

Tak mengherankan bila Habib Rizieq menyatakan Sofyan Tsaurilah yang membiayai pelatihan tersebut. Sedangkan penangkapan ABB, menurutnya, sebuah politik rekayasa terorisme terhadap umat Islam.

Dalam konstelasi perang terhadap terorisme secara global, ABB memang menjadi target sejak awal. Amerika beberapa kali mengintervensi pemerintah Indonesia untuk menyerahkan ABB ke Amerika karena dianggap terkait jaringan Al Qaeda. Australia pun 'marah' ketika ABB dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Dan sekarang Australia gembira dengan penangkapan ABB.

Adanya kepentingan asing ini memang tidak bisa dipungkiri. Meski begitu, bisa jadi yang melaksanakan kepentingan itu adalah orang lokal. Inilah yang disinyalir oleh mantan Direktur Bakin AC Manullang. Menurutnya, ada intel-intel asing di sekeliling Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Perang terhadap terorisme itu sendiri adaiah upaya Amerika dan Barat untuk menancapkan kukunya di negeri-negeri Islam. Yang dimaksud teroris oleh Barat, bukan hanya orang yang melakukan aksi kekerasan tapi lebih dari itu. Buktinya hampir 90 persen dari daftar organisasi teroris asing (FTO) yang mereka buat adalah kelompok Islam. Hamas pun masuk dalam daftar teroris.

Amerika dan Barat memaksa negara lain mengikuti kebijakan ini. Yang menolak akan digebuk. Tak heran hampir semua negara mengikuti program kontra terorisme ini. Indonesia sendiri tak ketinggalan.

Kini pemerintah sedang menjalankan proyek tersebut. Setelah ada UU Antiterorisme, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui peraturan presiden yang ditandatangani SBY pertengahan Juli lalu. Pemerintah pun telah menyiapkan RUU Intelijen yang kini sedang dalam pembahasan di DPR.

Jadi, menurut Ketua Lajnah Siyasiyah HTI Harits Abu Ulya, Indonesia dengan rezimnya saat ini secara nyata memosisikan dirinya sebagai subordinat kepentingan proyek global war on terrorism yang dipropagandakan oleh AS dan sekutunya.

Padahal proyek tersebut, kata Manullang, tujuannya adalah mengobrakabrik Indonesia agar umat Islam tidak bersatu. Sebab persatuan umat Islam akan mengancam eksistensi Amerika dan sekutunya. "Untuk mencegah persatuan itu, maka salah satu caranya dengan membawa neoliberalisme dan neokapitalisme. Paham inilah yang mengatakan Islam sebagai teroris,"kata Manullang menegaskan.

Maka, bisa jadi nanti akan ada ABB-ABB lain yang akan jadi korban perang melawan terorisme karena dianggap memiliki kesamaan ideologi. [MJ]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.