DPD Nilai Data Kemiskinan Pemerintah tak Sesuai Fakta
Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Poppy Dharsono, menilai data pemerintah yang menyatakan telah menurunkan angka kemiskinan di Indonesia hingga 13 persen tidaklah sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Dari kunjungan saya selama reses ke Provinsi Jawa Tengah, saya melihat banyak masyarakat miskin di desa-desa," kata Poppy Dharsono di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (13/5).
Pada kunjungannya selama masa reses, Poppy mengaku dirinya datang ke desa-desa untuk melihat langsung kehidupan masyarakat desa, serta berdialog baik dengan petani, ulama, pelaku usaha kecil, pemerintah kecamatan, maupun dengan kalangan akademisi di dua kampus ternama di Jawa Tengah.
Dari seluruh dialog yang dilakukannya, Poppy mendapat jawaban yang seluruhnya menyatakan hal yang sama yakni penduduk miskin masih banyak dan bertambah banyak.
"Data pemerintah yang telah menurunkan angka kemiskinan di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan definisi dan kriteria," kata anggota DPD RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah ini.
Menurut dia, berdasarkan kriteria pemerintah, penduduk dikategorikan miskin jika berpenghasilan Rp6.000 per hari atau sekitar Rp 180.000 per bulan.
Dengan kriteria tersebut, berdasarkan data pemerintah penduduk miskin di Indonesia saat ini ada sekitar 43 juta atau 13 persen.
Sedangkan berdasarkan data Bank Dunia, masih kata Poppy, kriteria penduduk miskin adalah jika berpenghasilan 3 dolar AS per hari atau Rp25.000 per hari atau Rp750.000 per bulan.
"Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih dari 100 juta jiwa," katanya.
Menurut Poppy, adanya perbedaan definisi dan kriteria ini memberikan realitas jumlah penduduk miskin yang jauh berbeda.
Dengan demikian, lanjut Poppy, pernyataan pemerintah bahwa penduduk miskin terus menurun sejak 2004 hingga saat ini belum sesuai dengan realita di lapangan.
Mantan pragawati ini juga menambahkan, kenyataannya banyak petani yang lahannya semakin sempit dan hasil panennya terus menurun.
Bahkan sejumlah daerah yang dulunya menjadi lumbung padi, seperti Sukoharjo dan Klaten, saat ini masyarakatnya justru mengkonsumsi beras miskin (raskin).
Poppy berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib rakyatnya terutama yang tinggal di desa-desa, dengan memberikan pelatihan serta membangun industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja sesuai dengan karakter masing-masing daerah.
"Jika kemiskinan tidak segera diatasi maka ini dapat berpotensi memunculkan konflik sosial dan dalam jangka panjang bisa memicu disintegrasi bangsa," kata Poppy.
"Dari kunjungan saya selama reses ke Provinsi Jawa Tengah, saya melihat banyak masyarakat miskin di desa-desa," kata Poppy Dharsono di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (13/5).
Pada kunjungannya selama masa reses, Poppy mengaku dirinya datang ke desa-desa untuk melihat langsung kehidupan masyarakat desa, serta berdialog baik dengan petani, ulama, pelaku usaha kecil, pemerintah kecamatan, maupun dengan kalangan akademisi di dua kampus ternama di Jawa Tengah.
Dari seluruh dialog yang dilakukannya, Poppy mendapat jawaban yang seluruhnya menyatakan hal yang sama yakni penduduk miskin masih banyak dan bertambah banyak.
"Data pemerintah yang telah menurunkan angka kemiskinan di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan definisi dan kriteria," kata anggota DPD RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah ini.
Menurut dia, berdasarkan kriteria pemerintah, penduduk dikategorikan miskin jika berpenghasilan Rp6.000 per hari atau sekitar Rp 180.000 per bulan.
Dengan kriteria tersebut, berdasarkan data pemerintah penduduk miskin di Indonesia saat ini ada sekitar 43 juta atau 13 persen.
Sedangkan berdasarkan data Bank Dunia, masih kata Poppy, kriteria penduduk miskin adalah jika berpenghasilan 3 dolar AS per hari atau Rp25.000 per hari atau Rp750.000 per bulan.
"Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih dari 100 juta jiwa," katanya.
Menurut Poppy, adanya perbedaan definisi dan kriteria ini memberikan realitas jumlah penduduk miskin yang jauh berbeda.
Dengan demikian, lanjut Poppy, pernyataan pemerintah bahwa penduduk miskin terus menurun sejak 2004 hingga saat ini belum sesuai dengan realita di lapangan.
Mantan pragawati ini juga menambahkan, kenyataannya banyak petani yang lahannya semakin sempit dan hasil panennya terus menurun.
Bahkan sejumlah daerah yang dulunya menjadi lumbung padi, seperti Sukoharjo dan Klaten, saat ini masyarakatnya justru mengkonsumsi beras miskin (raskin).
Poppy berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib rakyatnya terutama yang tinggal di desa-desa, dengan memberikan pelatihan serta membangun industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja sesuai dengan karakter masing-masing daerah.
"Jika kemiskinan tidak segera diatasi maka ini dapat berpotensi memunculkan konflik sosial dan dalam jangka panjang bisa memicu disintegrasi bangsa," kata Poppy.
UUD 1945 Pasal 33 ayat 3
BalasHapusBumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Indonesia diberikan Allah SWT kekayaan alam yang sangat luar biasa, tapi kenyataan yang terjadi adalah kekayaan alam kita dieklpoitasi sebesar-besarnya bangsa asing dimana sebagian besar hasilnya dinikmati oleh negara lain dan untuk kemakuran para karyawannya.
Pemerintah kita hanya mengandalkan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara yang semakin mencekik leher masyarakat dengan berbagai jenis pajak. Itupun sebagian besar dana APBN digunakan untuk belanja rutin dan belanja modal negara. Untuk pembangunan kita masih saja meminjam kepada asing dan jumlah hutang kita semakin lama semakin bertambah. Belum lagi KORUPSI yang semakin menjadi.
Perlindungan terhadap perekonomian masyarakatpun sangat lemah, inflasi semakin tinggi sementara pendapatan masyarakat secara umum tidak meningkat sesuai dengan inflasi. Subsidi semakin dikurangi,
Akhirnya beban hidup masyarakat semakin tinggi sedangkan kemampuan semakin lemah. Inilah beberapa faktor menurut saya yang menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia semakin bertambah.