Ambon, Gaza-nya Indonesia
Konflik antara Muslim dan Kristen, telah berjalan sepanjang tahun di
Ambon. Tercatat dari satu dekade belakangan ini, Ambon telah mengalami
huru-hara sebanyak tiga kali. Diantaranya tahun 1999, 2004, dan terakhir
pada tragedi berdarah yang berlangsung tanggal 11 September silam.
Melihat kondisi Ambon yang mengenaskan pasca kerusuhan, Ahmad Wedad wartawan Voa-Islam.com yang sempat berada di Ambon, meminta umat muslim untuk concern terhadap penderitaan muslim Ambon. Dalam pantauannya pasca kerusuhan, banyak para pengungsi muslim mengalami kekurangan dalam banyak hal. “Bahkan ada satu bayi meninggal di pengungsian.” Ujarnya saat Tablikgh Akbar Solidaritas Terhadap Muslim Ambon: Mengungkap Data dan Fakta Pembantaian Nasrani Terhadap Muslim Ambon, di Mesjid Muhammad Ramadhan, Bekasi, kemarin.
Dalam slide yang ia putar, kondisi para pengungsi memang sangat memprihatinkan. Mereka hanya tidur beralaskan tikar di dalam maupun serambi masjid. Aktifitas warga pun hanya dilakukan di mesjid dengan makan seadanya. Kondisi ini entah sampai kapan akan berlanjut karena mereka hidup tanpa banyak mendapat uluran tangan. “Wajar saja ada bayi yang meninggal.” Lanjut Widad memendam kekecewaan di hadapan 400 jama'ah yang hadir dari seluruh Jabodetabek itu.
Ironisnya, kata Widad, kondisi ini tidak banyak menjadi perhatian pemerintah. Menurutnya pemerintah terkesan menutup-nutupi kondisi Ambon agar tidak berkembang menjadi isu nasional. ”Menurut salah sebuah sumber di HMI Ambon. Pemerintah tidak terlihat ingin melokalisir posko pengungsi agar tidak terlihat besar.” Paparnya.
Para pengungsi selalu disuruh kembali pulang ke rumah oleh pemerintah. “Mereka mau pulang kemana? Rumah mereka habis terbakar,” tanya Widad.
Selain tidak memiliki rumah, alasan warga enggan balik ke kampung masing-masing dikarenakan trauma yang masih melilit para pengungsi. Mereka masih dibayangi memori pembantaian kaum salibis saat kejadian. Padahal di saat kejadian tidak jauh dari kampung Waringin (yang dibakar masa salibis, red) ada mess TNI. “Saat itu warga sudah berteriak-teriak minta tolong, namun mereka (Aparat TNI. red) tidak banyak bergerak.”
Permintaan warga agar pihak pemerintah membuat pos keamanan di daerah konflik sampai saat ini juga belum digubris pemerintah. Dari tahun 1999 sampai sekarang, masyarakat sudah meminta agar dibangun pos kemanan untuk mencegah terjadinya kembali konflik antara muslim dan Kristen.”Namun tidak ada realisasi,” tutur Widad yang sempat mewawancarai para warga terkait hal ini.
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang pernah ditemuinya, pernah mengatakan jikalah memang aparat tidak bisa menjaga muslim Ambon dari ancaman salibis, biar kita membangun pos mujahidin untuk menjaga nyawa umat muslim disana. Sebuah langkah yang kemudian langsung di sambut takbir oleh para jama’ah yang membanjiri mesjid hingga pelataran.
Maka itu melihat segala fakta dan data yang ada ini, pantaslah jika Ambon menjadi isu bersama kaum muslim. Umat muslim di Indonesia jangan hanya fokus pada kondisi di Gaza Palestina tapi melupakan kondisi terdekat di bumi Indonesia, “Maka pas jika kita juluki Ambon sebagai Gazanya Indonesia. Takbir!” pekiknya yang kembali dibalas auman takbir dari seluruh jama'ah yang hadir. (pz/eramuslim)
Melihat kondisi Ambon yang mengenaskan pasca kerusuhan, Ahmad Wedad wartawan Voa-Islam.com yang sempat berada di Ambon, meminta umat muslim untuk concern terhadap penderitaan muslim Ambon. Dalam pantauannya pasca kerusuhan, banyak para pengungsi muslim mengalami kekurangan dalam banyak hal. “Bahkan ada satu bayi meninggal di pengungsian.” Ujarnya saat Tablikgh Akbar Solidaritas Terhadap Muslim Ambon: Mengungkap Data dan Fakta Pembantaian Nasrani Terhadap Muslim Ambon, di Mesjid Muhammad Ramadhan, Bekasi, kemarin.
Dalam slide yang ia putar, kondisi para pengungsi memang sangat memprihatinkan. Mereka hanya tidur beralaskan tikar di dalam maupun serambi masjid. Aktifitas warga pun hanya dilakukan di mesjid dengan makan seadanya. Kondisi ini entah sampai kapan akan berlanjut karena mereka hidup tanpa banyak mendapat uluran tangan. “Wajar saja ada bayi yang meninggal.” Lanjut Widad memendam kekecewaan di hadapan 400 jama'ah yang hadir dari seluruh Jabodetabek itu.
Ironisnya, kata Widad, kondisi ini tidak banyak menjadi perhatian pemerintah. Menurutnya pemerintah terkesan menutup-nutupi kondisi Ambon agar tidak berkembang menjadi isu nasional. ”Menurut salah sebuah sumber di HMI Ambon. Pemerintah tidak terlihat ingin melokalisir posko pengungsi agar tidak terlihat besar.” Paparnya.
Para pengungsi selalu disuruh kembali pulang ke rumah oleh pemerintah. “Mereka mau pulang kemana? Rumah mereka habis terbakar,” tanya Widad.
Selain tidak memiliki rumah, alasan warga enggan balik ke kampung masing-masing dikarenakan trauma yang masih melilit para pengungsi. Mereka masih dibayangi memori pembantaian kaum salibis saat kejadian. Padahal di saat kejadian tidak jauh dari kampung Waringin (yang dibakar masa salibis, red) ada mess TNI. “Saat itu warga sudah berteriak-teriak minta tolong, namun mereka (Aparat TNI. red) tidak banyak bergerak.”
Permintaan warga agar pihak pemerintah membuat pos keamanan di daerah konflik sampai saat ini juga belum digubris pemerintah. Dari tahun 1999 sampai sekarang, masyarakat sudah meminta agar dibangun pos kemanan untuk mencegah terjadinya kembali konflik antara muslim dan Kristen.”Namun tidak ada realisasi,” tutur Widad yang sempat mewawancarai para warga terkait hal ini.
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang pernah ditemuinya, pernah mengatakan jikalah memang aparat tidak bisa menjaga muslim Ambon dari ancaman salibis, biar kita membangun pos mujahidin untuk menjaga nyawa umat muslim disana. Sebuah langkah yang kemudian langsung di sambut takbir oleh para jama’ah yang membanjiri mesjid hingga pelataran.
Maka itu melihat segala fakta dan data yang ada ini, pantaslah jika Ambon menjadi isu bersama kaum muslim. Umat muslim di Indonesia jangan hanya fokus pada kondisi di Gaza Palestina tapi melupakan kondisi terdekat di bumi Indonesia, “Maka pas jika kita juluki Ambon sebagai Gazanya Indonesia. Takbir!” pekiknya yang kembali dibalas auman takbir dari seluruh jama'ah yang hadir. (pz/eramuslim)
Tidak ada komentar