Header Ads

Kaum Feminim dan Sosialis Khawatir dengan Tegaknya Syariah Islam di Libya

Pengumuman bahwa hukum syariah Islam akan menjadi dasar undang-undang di Libya yang baru dibebaskan telah menimbulkan kekhawatiran, khususnya di kalangan perempuan, meskipun tegas dinyatakan Libya akan mengadopsi Islam yang moderat.

Pemimpin interim Mustafa Abdul Jalil sebelumnya mengatakan pada hari Minggu lalu, selama pidato di Benghazi untuk secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan negara itu dari rezim Muammer Gaddafi, bahwa syariah akan menjadi hukum utama di Libya.

"Setiap hukum yang melanggar syariah adalah batal demi hukum," katanya dengan tegas, mengutip sebagai contoh hukum tentang pernikahan di era 42 tahun masa diktator Gaddafi yang melakukan pembatasan terhadap poligami, yang diperbolehkan dalam Islam.

"Hukum perceraian dan pernikahan era Gaddafi... Hukum ini bertentangan dengan syariah dan hal itu dihentikan," kata Abdul Jalil.

"Ini mengejutkan dan menghina negara, setelah ribuan warga Libya telah membayar untuk kebebasan dengan hidup mereka, bahwa prioritas kepemimpinan baru adalah memungkinkan laki-laki untuk menikah secara rahasia," kata Rim, 40 tahun, seorang feminis Libya yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Dalam sambutannya, Abdul Jalil juga mengumumkan pengenalan perbankan Islam di Libya sesuai dengan syariah yang melarang penghasilan bunga, atau riba dalam bahasa Arab.

Adulrahman al-Shatr, salah satu pendiri Partai kanan-tengah Solidaritas Nasional, yang diluncurkan minggu lalu, mengatakan terlalu dini bagi pemimpin NTC untuk berbicara tentang kebijakan negara baru.

"Ini adalah subjek yang harus didiskusikan dengan kelompok politik yang berbeda dan dengan orang-orang Libya," katanya.

"Deklarasi ini menciptakan perasaan sakit dan kepahitan di antara perempuan yang mengorbankan begitu banyak martir, dalam pertempuran delapan bulan melawan loyalis Gaddafi," ia menambahkan.

"Dengan menghapuskan undang-undang perkawinan, perempuan kehilangan hak untuk menjaga rumah keluarga jika mereka bercerai. Ini adalah bencana bagi wanita Libya."

Pemimpin Barat juga menanggapi dengan cepat untuk komentar Abdul Jalil, dengan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan pada Senin kemarin bahwa pengenalan hukum syariah di Libya harus menghormati hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.

Abdul Jalil, mantan menteri keadilan era Gaddafi yang membelot dari rezim lama, dipandang sebagai sebagai orang yang relijius dan pengikut sufi Islam yang bertentangan dengan ekstremisme.

Dia telah mengatakan bahwa Libya baru tidak akan mengadopsi ideologi ekstremis, dan berusaha untuk meyakinkan masyarakat internasional dengan menyatakan pada hari Senin kemarin bahwa Libya adalah Muslim moderat.

Namun demikian, Islamis Libya merupakan kekuatan yang meningkat di arena politik negara, beberapa di antaranya, seperti Abdulhakim Belhaj, pendiri organisasi terkait Al-Qaidah, kemungkinan akan memegang posisi terkemuka.

"Aturan dan hukum (dalam Libya baru) harus mengambil Islam sebagai referensi dasar," kata pemimpin Islam Syaikh Ali Sallabi, seorang pendukung Belhaj, kepada AFP.

Dia bersikeras bahwa kebebasan, keadilan, kesetaraan dan penghormatan terhadap martabat manusia harus diabadikan dalam konstitusi baru, bersama dengan rotasi kekuasaan yang damai.(fq/afp/eramuslim)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.