Header Ads

Korban Tragedi Mesuji Sudah Tidak Percaya Kepada Pemerintah

Sabtu sore, (17/12) Eramuslim.com berkesempatan untuk bertemu dengan salah seorang korban Tragedi Mesuji. Untuk mewawancarai korban, ternyata bukan perkara mudah.

Rasa trauma kepada wartawan rupanya melekat pada diri korban. “Terus terang kami sudah tidak percaya lagi dengan wartawan. Saat kejadian itu wartawan pun juga tahu, tapi mereka diam saja,” ungkap Abdul Majid yang biasa disapa Trubus.



Alhamdulillah, setelah Eramuslim.com beserta salah seorang rekan media Islam lainnnya, menerangkan bahwa kami bukanlah wartawan dari media sekuler, pihak Eramuslim diperkenankan untuk masuk dan menggali informasi lebih jauh.

Raut kesal masih saja membayangi wajah Trubus. Rasanya hal itu amat beralasan. Menurutnya, selama ini kasus Mesuji dibiarkan menguap begitu saja tanpa disertai langkah tegas dari pihak pemerintah. Kasus yang memakan korban puluhan warga tersebut baru terungkap akhir-akhir ini ketika Front Pembela Islam mengantar para korban untuk menyuarakan aspirasinya.

“Padahal kejadian itu berlangsung di tempat terbuka. Saya yakin Pemerintah Lampung dan Polisi juga tahu kok. Kalau mereka menolak, ya itu hak mereka,” tutur Trubus.

Jika selama ini masyarakat luas baru mengetahui kasus Mesuji pada beberapa hari terakhir, rupanya informasi tersebut tidak berlaku bagi warga Lampung. Menurut penuturan Trubus, pembantaian tersebut sudah jamak diketahui warga sekitar.

Video kekerasan yang beredar di youtube dan menjadi heboh saat ditayangkan di depan DPR, sudah dinikmati warga Lampung jauh-jauh hari dan mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional. “Di pasar-pasar, video itu mudah didapatkan dan dijual secara eceran,” tukasnya.

Sampai saat ini kebenaran mengenai video tersebut menjadi bahan polemik baru. Pemerintah sebagai fihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus ini, bukan sibuk untuk mengungkap siapa dalang dibali kasus Mesuji, namun malah sibuk berdebat mengenai keabsahan video.

Hal tersebut juga diamini oleh anggota DPR dari komisi I, Tb. Hasanuddin. Ia mengatakan persoalan yang paling esensial dalam kasus tersebut adalah perebutan lahan antara pengusaha dan rakyat yang kerap kali menimbulkan pelanggaran HAM berat hingga mengorbankan nyawa.

"Menurut hemat saya, pemerintah tak perlu memperdebatkan dan mengalihkan perhatian masalah keabsahan "pemenggalan" dalam video itu, karena bukan itu masalah utamanya.

Masalah utamanya adalah adanya konflik tanah antara rakyat dan pengusaha berduit yang kemudian di back up aparat yang resmi dan menimbulkan pelanggaran HAM," ujar Hasanuddin kepada wartawan dalam pesan singkatnya, Senin (19/12/2011).

Padahal menurut Trubus, video pembantaian tersebut benar adanya. Ia menjelaskan bahwa dua kepala manusia yang dipenggal dan diletakkan di atas kap mobil itu adalah kepala warga Mesuji bernama Kalung dan Macan (nama panggilan, bukan nama asli).

Keduanya adalah cucu dari Haji Jalang, salah seorang tokoh masyarakat yang berpengaruh di Mesuji, Lampung. “Kalau ada yang bilang itu dibikin-bikin, saya siap tunjukkan lokasinya,” kata Trubus.

Sampai sekarang Trubus mengaku sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah, berkali-kali ia mencari keadilan, namun hal itu sulit sekali didapatkan.

"Kami hampir frustasi, setiap kali kami mengadu persoalan kami, selalu saja kandas. Terus terang, kami sudah tak percaya lagi dengan pemerintah," pungkasnya. (Pz/eramuslim)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.