Perangkap Setan
Sahabat
Abu Hurairah ra. pernah diamanati Baginda Nabi saw. untuk menjaga
gandum hasil zakat. Tiba-tiba pada suatu malam ada lelaki yang mencuri
gandum itu. Namun, dia berhasil ditangkap oleh Abu Hurairah ra. “Kamu
akan kubawa kepada Nabi saw.,” kata Abu Hurairah ra. kepada pencuri itu.
Pencuri
itu memelas. Dengan bujuk-rayunya, dia mengatakan, sudah seminggu anak
dan istrinya belum makan. Abu Hurairah ra. akhirnya melepaskan pencuri
itu, dan meminta dia agar tidak mencuri lagi.
Esoknya,
sehabis shalat Subuh, sebelum sempat melapor, Abu Hurairah ra. justru
ditanya oleh Nabi saw. “Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu
tangkap tadi malam?”
Abu Hurairah ra. kemudian menjelaskan apa yang terjadi. “Ingat, nanti malam ia akan datang lagi,” kata Nabi saw.
Benar
saja, malam kedua pencuri itu datang lagi. Setelah mengambil gandum, ia
kembali ditangkap oleh Abu Hurairah ra. Ia memelas lagi. Kembali, Abu
Hurairah ra. merasa iba sehingga pencuri itu dilepaskan lagi.
Esoknya,
Nabi saw. bertanya lagi kepada Abu Hurairah ra., seperti kemarin. Abu
Hurairah ra. menjawab seperti jawaban sebelumnya. Nabi saw. mengingatkan
lagi, pencuri itu nanti malam akan datang lagi. Abu Hurairah ra.
bergumam, “Nanti malam, dia tidak akan aku lepaskan lagi!”
Benar
saja, pencuri itu datang untuk yang ketiga kalinya dan kembali mencuri
gandum. Abu Hurairah ra. kembali menangkap dia. “Sekarang, aku tidak
mungkin melepaskan kamu. Kamu harus aku bawa kepada Nabi saw.!”
Pencuri
itu sangat cerdik. Kepada Abu Hurairah ra., ia mengatakan, “Saya siap
dibawa kepada Nabi saw, tetapi bolehkah saya berbicara, wahai Abu
Hurairah?”
Abu Hurairah ra. berkata, “Mau bicara apa?”
Si pencuri itu berucap, “Abu Hurairah, maukah kamu saya beri amalan zikir?”
“Tentu, amalan zikir apakah itu?” jawab Abu Hurairah ra. penasaran.
Pencuri itu berkata, “Bacalah ayat kursi sebelum engkau tidur, pasti Allah akan menjaga dirimu dari godaan setan.”
Mendengar
kata-kata pencuri itu, Abu Hurairah ra. terkesima. Akhirnya, tanpa
ragu, Abu Hurairah ra. kembali melepaskan pencuri itu. Esoknya, Nabi
saw. bertanya seperti pertanyaan yang kemarin. Abu Hurairah ra. pun
menjawab, “Pencuri tadi malam itu memberi amalan zikir kepada saya. Saya
disuruh membaca ayat kursi sebelum tidur malam. Insya Allah, Allah akan
menjaga saya dari gangguan setan,” jawab Abu Hurairah ra.
Nabi
saw. berkata, “Apa yang dia katakan itu benar, tetapi dia itu bohong.
“Tahukah kamu, wahai Abu Hurairah, siapa pencuri itu? Dia adalah setan,”
kata Nabi saw.
Menurut Ali Mustafa Yaqub, kisah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari itu memberikan pelajaran bagi kita. Pertama: setan dari jenis jin dapat menjelma menjadi manusia. Kedua:
setan boleh jadi menyuruh manusia untuk beribadah, membaca al-Quran,
shalat, puasa, haji dan sebagainya. Abu Hurairah telah diluruskan oleh
Nabi saw. agar ia tidak membaca ayat kursi karena mengikuti perintah
setan, tetapi mengikuti perintah Nabi saw. Sekiranya seseorang beribadah
dengan mengikuti perintah setan dan bukan perintah Allah, maka dia
telah beribadah kepada setan (Republika.co.id, 21/6/2011).
*****
Setan, menurut sebagian ulama, berasal dari kata syathana; maknanya adalah ba’uda, yakni jauh.
Maksudnya, setan adalah sosok yang jauh dari segala kebajikan (Ibn
Katsir, I/115, Az-Zamakhsyari, I/39). Setan juga berarti sosok yang jauh
dan berpaling dari kebenaran. Karena itu, siapa saja yang berpaling dan
menentang (kebenaran), baik dari golongan jin ataupun manusia, adalah
setan (Al-Qurthubi, I/90, al-Alusi, I/166).
Allah SWT telah memperingatkan bahwa setan adalah musuh yang nyata (‘aduww[un] mubin)
bagi manusia (QS al-Baqarah [2]: 168); permusuhannya terhadap manusia
benar-benar ‘terang-benderang’ (Lihat: Al-Baqa’i, I/240, Ibn Katsir,
III/351). Karena itu, Allah SWT pun telah memperingatkan agar manusia
benar-benar memperlakukan setan sebagai musuh (QS Fathir [35]: 6).
Persoalannya,
setan amatlah cerdik, sebagaimana terungkap dalam kisah di atas. Setan
boleh jadi tidak menghalang-halangi manusia dari ibadah kepada Allah SWT
dan amalan yang baik, tetapi setan menyimpangkan niat manusia beribadah
atau beramal baik sehingga bukan karena Allah SWT. Boleh jadi pula
setan menjadikan manusia ikhlas beramal karena Allah SWT, tetapi setan
berupaya agar manusia beramal tidak sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.
Di dalam bukunya yang amat terkenal, Talbis Iblis
(Tipudaya Iblis), Ibn al-Jauzi secara panjang lebar mengungkapkan
bagaimana sepak terjang setan dalam memperdaya manusia; termasuk di
dalamnya para ahli ibadah, para pembaca al-Quran, para ahli hadis, para
ulama fikih, juga para pengemban dakwah.
Menurut Ibn al-Jauzi, setidaknya ada enam langkah setan dalam menjerat manusia. Pertama: berusaha menjadikan manusia kafir atau musyrik. Kedua: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka yang Muslim sebagai pelaku bid’ah. Ketiga: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka tukang maksiat/pelaku dosa besar. Keempat: Jika gagal, berusaha agar mereka banyak melakukan dosa-dosa kecil. Kelima: Jika gagal,berusaha menyibukkanmereka dalam masalah-masalah yang mubah (yang tidak bermanfaat dan tidak berpahala).Keenam:Jika
gagal juga, berusaha menyibukkan mereka dengan urusan-urusan sederhana
sehingga mereka melupakan berbagai urusan yang lebih utama; misalnya
menyibukkan diri dengan amalan sunnah, tetapi meninggalkan amalan wajib.
Semua
langkah setan itu, menurut Ibn al-Jauzi, diikuti dengan berbagai cara
yang sering amat halus dan lembut sehingga tidak banyak disadari oleh
manusia.
Perangkap setan ini juga sering tak disadari oleh banyak pengemban dakwah. Jika dakwah mulai tak semangat, halaqah
sering telat, infak suka terlambat, salat malam banyak terlewat,
membaca al-Quran mulai bosan, menuntut ilmu terasa jemu, dst; maka
ingatlah bahwa saat itu berarti kita sudah terkena perangkap setan.
Demikian pula jika kita mulai sering disibukkan oleh urusan ma’isyah
hingga sering melalaikan urusan dakwah; atau kita telah merasa menjadi
pengemban dakwah hanya karena sudah resmi menjadi bagian dari harakah dakwah, padahal kegiatan setiap minggunya cuma halaqah dan membaca buletin dakwah. Sadarlah, bahwa saat demikian sesungguhnya kita pun sudah berada dalam perangkap setan!
Wama tawfiqi illa bilLah. [Arief B. Iskandar][al-khilafah.org]Sumber
Tidak ada komentar