Header Ads

BBM Bisa Naik Tahun Ini, Kemenangan Doktrin Pasar di Pentas Paripurna DPR

Drama pergulatan politik terkait harga BBM di DPR terutama di paripurna DPR sudah berakhir. Hasilnya DPR melalui voting menyepakati perubahan atas UU no. 22 tahun 2011 tentang APBN 2012. Hasilnya adalah APBN-P 2012. Pasal yang paling diperdebatkan adalah pasal 7 ayat 6 terkait kenaikan harga BBM.



Keputusan pun akhirnya dihasilkan melalu voting. Opsi yang divoting adalah : ops pertama, pasal 7 ayat 6 tetap tanpa tambahan ayat 6a; dan opsi kedua, pasal 7 ayat 6 ditambah ayat 6a. Pasal 7 ayat 6 menyatakan: harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Saat pengambilan keputusan, fraksi Partai Hanura dan fraksi PDIP dengan total 93 suara, menyatakan walk out meninggalkan ruangan paripurna. Setelah diambil voting, opsi pertama mendapat 82 suara berasal dari suara anggota fraksi Partai Gerindera dan fraksi PKS. Opsi kedua mendapat 356 suara yang berasal dari anggota fraksi PD, PKB, PPP dan Golkar.

Sesuai hasil keputusan voting itu maka perubahan UU no.22 tahun 2011 pasal 7 ayat 6 menjadi berbunyi: Pasal 7 ayat 6: harga jual eceran GGM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Ayat 6.a : Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam 6 bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung.

Keputusan ini bukan keputusan menolak kenaikan harga BBM. Tetapi keputusan ini adalah keputusan persetujuan kapada pemerintah untuk menaikkan harga BBM, tapi disertai syarat.

Proses pembahasan di DPR menunjukkan bahwa para wakil rakyat yang menyetujui opsi tersebut sudah tidak lagi bisa merasakan aspirasi dan penderitaan rakyat. Penolakan kenaikan harga BBM diungkapkan oleh hampir semua kalangan masyarakat, mulai mahasiswa, pedagang, buruh, dan masyarakat secara umum. Penolakan itu juga terjadi secara meluas hampir di seluruh Indoensia, terjadi sampai di kota-kota kecil. Aksi-aksi penolakan itu juga banyak diwarnai bentrokan dengan aparat kepolisian dan tidak sedikit yang terluka karenanya. Kerusakan pun terjadi di sejumlah fasilitas fublik, kendaraan dan sebagainya. Namun semua itu seolah tidak ada artinya bagi para wakil rakyat. Semua itu seolah menjadi gonggongan anjing dan kafilah rencana kenaikan harga BBM tetap berlalu.

Keseluruhan proses diantara parpold an di DPR menunjukkan bahwa para politisi parpol tidak peduli dengan aspirasi rakyat. Para anggota DPR yang diklaim sebagai wakil rakyat tidak lagi mewakili aspirasi rakyat. Betul jika dikatakan DPR dan para politisi itu seolah bukan bagian dari rakyat. Sebab selama ini terlihat bagaimana mereka, suara mereka dan tindakan mereka betul-betul terpisah dari rakyat. Semua itu hanya bukti kebohogan klaim demokrasi bahwa suara wakil rakyat adalah suara rakyat.

Keputusan DPR itu sebenarnya adalah persetujuan kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM jika parameternya terpenuhi. Parameternya adalah jika rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) naik lebih dari 15 persen dari ICP yang diasumsikan di dalam APBN-P. Asumsi ICP di APBN-P ditetapkan sebesar USD 105 per barel. Itu artinya jika rata-rata ICP mencapai minimal USD 120,75 perbarel, maka pemerintah bisa langsung menaikkan harga BBM.

Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012 itu memberi peluang kenaikan harga BBM kapan saja. Dan waktunya itu tergantung pada perkembangan ICP yang mengikuti harga pasar minyak dunia. Begitu rata-ratanya saat itu selama enam bulan ke belakang melebihi batasan di dalam pasal 7 ayat 6a itu maka pemerintah bisa langsung menaikkan harga BBM. Itu sama artinya kenaikan harga BBM atau dengan kata lain penentuan harga BBM oleh pemerintah ditentukan oleh pasar. Jadi keputusan paripurna DPR itu merupakan kemenangan doktrin ekonomi pasar. Hal itu makin mempertegas ideologi dan aliran ekonomi apa yang diadopsi pemerintah yang kemudian ditegaskan lagi oleh DPR. Tidak lain adalah doktrin ekonomi pasar alias kapitalisme neo liberal.

Dalam UU APBN-P 2012, DPR dan pemerintah memutuskan asumsi harga minyak (Indonesia Crude Price/ICP) baru sebesar US$ 105 per barel dari sebelumnya US$ 90 per barel. Jadi apabila harga minyak 6 bulan terakhir rata-ratanya mengalami kenaikan atau penurunan 15%, pemerintah bisa menaikkan atau menurunkan harga BBM subsidi. Jangka waktu enam bulan yang berlaku di dalam UU APBN-P 2012 itu tidak ditentukan sejak kapan. Karena itu bisa ditafsirkan sejak kapan saja, tidak mesti berlaku sejak UU itu disahkan atau sejak paripurna DPR itu. Jadi bisa berlaku mundur. Artinya rata-rata ICP itu bisa dilihat enam bulan ke belakang.

Itulah yang dipahami dan penafsiran pemerintah. Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo mengatakan, “Pokoknya asal enam bulan, dari mana saja. Kalau sekarang enggak mungkin. Enam bulan sekarang belum mencapai 15 persen. Kalau Mei enam bulan ke belakangnya sudah 15 persen naik. Mei juga bisa naik kalau jeblok harga minyaknya, ya langsung,” ujar Widjajono, di Kompleks DPR, Jakarta, Sabtu (31/3/2012) dini hari.

Ia menerangkan, selisih antara realisasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) selama enam bulan terakhir dengan asumsi yang akhirnya dipatok 105 dollar AS per barrel pada APBN-P 2012 belum sampai angka 15 persen. Tetapi, kata dia, jika ICP April naik menjadi 130 dollar AS per barrel, mungkin saja angka 15 persen tercapai (kompas.com, 31/3/2102).

Untuk saat ini (akhir Maret 2012), berdasarkan data Kementerian ESDM, nilai ICP rata-rata untuk 6 bulan ke belakang adalah US$ 116,49 per barel. Rinciannya, ICP Oktober 2011 US$ 109,25 per barel, November 2011 US$ 112,94, Desember 2011 US$ 110,70, Januari 2012 US$ 115,90 per barel, Februari 2012 sebesar US$ 122,17 per barel, dan Maret 2012 sebesar US$ 128 per barel.

Dengan realisasi harga itu, maka dalam 6 bulan ini kenaikan rata-rata ICP masih 10,94% dibandingkan asumsi harga minyak yang ditetapkan pemerintah dalam APBN-P 2012 sebesar US$ 105 per barel. Berarti harga BBM belum bisa naik pada 1 April 2012 seperti yang direncanakan pemerintah.

Lalu bagaimana jika per 1 Mei nanti? Apakah harga BBM mungkin dinaikkan? Jika rata-rata ICP pada bulan April nanti mencapai USD 134,79 perbarel maka harga BBM menurut pasal 7 ayat 6a itu bisa langsung dinaikkan. Jika melihat rata-rata ICP pada bulan Maret yang mencapai USD 128 perbarel, bukan tidak mungkin harga minyak dunia akan terus naik sebab ketegangan di timur tengah masih terus terjadi, krisis Suriah belum juga mereda, ketegangan tentang Iran juga masih ada, dsb.

Jika ternyata rata-rata ICP selama bulan April tidak sampai USD 134,79 perbarel maka per 1 Mei harga BBM tidak bisa dinaikkan. Tapi 1 Juni mungkin saja dinaikkan, jika rata-rata ICP selama enam bulan terakhir hingga akhir Mei ternyata lebih dari USD 120,75 perbarel, harga BBM sesuai UU APBN-P itu legal untuk dinaikkan.

Jadi keputusan paripurna itu bukan keputusan menolak kenaikan harga BBM. Sebaliknya itu adalah keputusan persetujuan atas kenaikan harga BBM. Dalam hal ini, DPR bermain-main dengan komunikasi kepada rakyat. Di satu sisi DPR ingin dipersesikan memperhatikan aspirasi rakyat yang menolak kenaikan harga BBM. Karenanya pasal 7 ayat 6 yang sebenarnya melaang kenaikan harga BBM di pertahankan. Akan tetapi, di sisi lain DPR terutama yang mengusung dan mendukung penambahan ayat 6a sebenarnya mendukung penuh rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Karena itu mereka menambahkan ayat 6a itu, yang memberikan izin kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM dengan syarat jika rata-rata ICP selama enam bulan terakhir 15 persen lebih tinggi dari ICP yang diasumsikan di APBN-P yaitu USD 105 perbarel.

Hal itu memperlihatkan bagaimana mereka memainkan peran bermuka dua di hadapan rakyat. Seolah-olah mereka memperhatikan aspirasi rakyat, padahal sejatinya tidak. Hal itu persis seperti permainan mereka ketika mendekati pemilu, selama masa kampanye. Dan itulah sejatinya wajah dan karakter para politisi itu nyang sebenarnya. Semua itu adalah bukti bobroknya sistem politik demokrasi yang hanya menghasilkan para politisi yang hanya menjadikan urusan dan kepentingan rakyat sebagai komoditi politik yang menjadi bahan tawar menawar. Eksistensi para politisi yang seperti itu akan terus ada selama sistem politik demokrasi masih eksis. Selama itu pula, urusan dan kepentingan rakyat tidak akan terperhatikan dan akan terus tersia-siakan. Kenyataan seperti itu hanya akan bisa diakhiri jika eksistensi sistem politik demokrasi yang menjadi sumber masalah itu diakhiri. Dan posisinya harus digantikan dengan sistem politik Islam. [YA – Lajnah Siyasiyah HTI][al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.