Header Ads

Meneropong Perempuan dari Kacamata Syariah

Perempuan, wanita atau kaum hawa. Begitu kita mengenalnya. Sosok makhluk ciptaan-Nya yang memiliki ciri khas cantik. Walaupun demikian, kedudukannya setara di antara makhluk-Nya yang lain. Namun, pembahasan seputarnya senantiasa lebih menarik untuk dikaji dan ditelaah dari berbagai sudut pandang.


Apalagi bulan April, di negeri ini identik dengan hari Kartini. Wanita memiliki tempat dan porsi dalam pembahasan tersendiri. Kenapa demikian? Lihat saja bagaimana ada hari ibu dan tidak ada hari bapak. Ada juga Persatuan Dharma Wanita, tidak ada Persatuan Dharma Pria. Ada pula Menteri pemberdayaan perempuan namun tidak ada pemberdayaan pria.

Maka tak elok, kalau bulan ini kita tidak membahas tentang wanita. Jujur pula, karena setiap lelaki yang normal juga akan berkutit dan terjun dalam meninjau perihal wanita. Lantas bagaimana sebenarnya perempuan dalam kacamata syariah?

Pasca keruntuhan negeri yang didalamnya terdapat kehormatan kemuliaan, maka selepas itu pula mulai terjadi pendeskreditan wanita dan mendisfungsikan peranan aslinya. Wanita seringkali menjadi lambang dari sebuah bisnis dunia bernama Prostitusi. Tak ayal, mereka dieksploitasi bukan saja sebagai model dan bintang seks tetapi juga secara fisik. Kita akan dengan mudah menangkap berbagai kasus yang terkait dengan perdagangan manusia. Wanita itu dijual belikan seperti barang rampasan yang tak bernilai.

Sebagian diantara mereka dipaksa bekerja di layanan publik, dan lagi-lagi seringkali menjadikan tubuh dan kecantikan sebagai barang jualannya. Lihat saja Sales Promotion Girl. Dijadikan TKW ke luar negeri, diantara mereka tak pernah kembali lagi pulang karena mengalami penyiksaan yang berujung kematian. Kaum wanita juga seringkali mengalami kasus kekerasan, seksual, pembunuhan, pelecehan yang bisa terjadi di ranah publik maupun domestik. Umum atau pun pribadi.

Sebagian lagi terpaksa dibunuh secara keji oleh sistem yang ada, termasuk rezim pemerintahan Dzhalim Suriah. Ada juga yang pernah dijadikan tameng keamanan bagi kepala negara, saat rezim Muamar Khadafi berkuasa. Lagi-lagi kita secara jujur melihat kondisi naas bagi para perempuan. Makhluk-Nya yang tak pernah habis-habisnya dibicarakan.

Akibat perkara-perkara yang sebenarnya itu terjadi dalam dimensi kapitalisme, maka munculah sebuah gerakan untuk menyetarakan kedudukan perempuan dengan laki-laki. Lahirlah gerakan yang sebenarnya hanya menambah bangkai bagi wanita dan merusak kefitrahan wanita. Ada yang bernama Kesetaraan gender, Feminisme bahkan hingga Wanita dapat berperan langsung dalam kepemimpinan politik negara. Sepertinya zaman “Cleopatra” yang tak lebih sekedar rekaan indah penuh kebohongan dari para penganut sekulerisme ingin dihidupkan kembali.

Produk-produk hukum dan aturan terkait wanita pun bermunculan. Dari kompilasi hukum islam yang berbau liberal, KDRT, keadilan dan kesetaraan gender dan lain-lain. Semua sengaja diberlakukan agar perempuan merasa terhormat di dalam sistem Kapitalisme. Tetapi beginilah sistem yang rusak itu. Dia hanya akan melahirkan undang-undang yang rusak yang berakhir kepada kebiadaban dan kehancuran bagi kaum hawa.

Syariah memandang wanita

Begitu indahnya ajaran Ilahi. Syariah memandang hak-hak kaum hawa dengan kacamata penuh keadilan dan proporsional. Dalam hal urusan rumah tangga, di sinilah hakikat wanita utamanya berada. Dia menjadi seorang manajer keluarga, di mana mengasuh anak untuk dididik menjadi sholeh dan taat beribadah. Mengatur keuangan keluarga, mengatur pola makan dan kehidupan keluarga. Namun, bukan berarti tidak diperbolehkan bekerja. Justru islam sungguh menempatkan porsi-porsi dan kedudukan wanita sesuai fitrahnya dalam bekerja.

Wanita sesungguhnya dapat bekerja di sektor publik, seperti bekerja di perusahaan. Bahkan seorang wanita boleh menduduki jabatan kepemimpinan di dalam perusahaan. Dalam urusan politik juga, Majelis ummah juga tak pernah melarang keterwakilan perempuan. Dalam bidang pengadilan, Qodhi Hisbah pun bisa berasal dari kalangan hawa. Misalnya tatkala Syifa Binti Sulaiman diangkat oleh Khalifah Umar ra menjadi Qodhi Hisbah.

Kedudukan wanita di dalam islam mendapatkan singgasana tersendiri. Kedudukannya begitu penting dalam pengembangan keummatan. Maka, tak ayal gelar ummun wa rabbah al-bayt patut disandingkan kepada mereka. Peranan mereka sebagai istri dan juga ibu sangatlah vital. Maka jangan heran bila ada sebuah filosofi yang mendunia,
“Jika anda ingin menguasai suatu bangsa, maka kuasailah kaum Perempuan.”

Khilafah menjadi model cemerlang dan luar biasa bagi kedudukan wanita secara hormat dan sesuai fitrahnya. Tak seperti Demokrasi kapitalisme apalagi bau tengik dari Sosialisme. Bahkan Islam menjaga kehormatan mereka, sementara sistem yang lain justru secara sengaja menjual kehormatan mereka.

Khilafah juga yang menghargai suara-suara wanita. Lihatlah bagaimana Umar ra. Sang khalifah itu pernah dikoreksi akibat keputusannya tentang mahar pernikahan. Begitu pula Hafsah ummul mukminin pernah memberikan saran kepada Umar ra. Ayahandanya untuk menetapkan lamanya seorang wanita ditinggal suami berperang jangka waktunya 4 bulan.

Maka kita akan tinggal menghitung waktu akan kehancuran kesetaraan gender. Kita tidak akan mendengar celoteh emansipasi yang dangkal itu dari mulut-mulut para pengkhianat dan pembuat onar. Tak lama lagi pula, kita akan melihat bagaimana aturan KDRT, Kesetaraan Gender dan sejenisnya itu akan menjadi seonggok sampah yang tak dapat di daur ulang dan tak pernah bermanfaat. Dan kehadiran Khilafah Islam sebagai tonggak estafet kehidupan islam, telah nampak jelas kebangkitan dan kedatangannya kepada kita.

Sambutlah Khilafah dengan kegembiraan dan ludahilah Demokrasi Kapitalisme.

Rizqi Awal
BE Kornas BKLDK, Pembunuh Demokrasi, Penghunus Kesetaraan Gender.

[al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.