Header Ads

Tahan Rugi 7 Tahun, SPBU Asing Tunggu Pembatasan BBM Subsidi

Hampir 7 tahun ini, SPBU asing di Indonesia dikatakan selalu merugi tiap tahun. Namun para SPBU asing ini masih tetap bertahan beroperasi di Indonesia. Kenapa?

Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak Bumi dan Gas (Hiswana Migas) Eri Purnomo Hadi mengungkapkan yang sedang ditunggu SPBU-SPBU asing adalah pemberlakukan pembatasan konsumsi BBM subsidi.



"Hampir 7 tahun mereka (SPBU asing) berdiri di Indonesia, tiap tahun rugi terus, tapi kenapa mereka tetap ada, kenapa mereka tetap ngotot beroperasi, ya karena ada yang sedang mereka tunggu, yaitu kapan pembatasan BBM diberlakukan," kata Eri dalam dialog 'Polemik' soal BBM subsidi di Cikini, Jakarta, Minggu (21/4/2012).

Saat ini memang SPBU Petronas, Shell, Total dan lainnya memang masih sedikit jumlahnya, jika pembatasan BBM diberlakukan maka siap-siaplah ratusan SPBU asing akan hadir di Jakarta hingga ke daerah-daerah.

"Selama ini mereka belum bisa berbuat banyak, karena konsumen mereka masih terbatas. di Indonesia hampir 80% konsumen masih menggunakan oktan 88 alias premium alias BBM bersubsidi. Tetapi saat pembatasan BBM terjadi pasar akan terbalik 80% tersebut berubah jadi konsumen BBM non subsidi di mana itu produk mereka (SPBU asing)," jelas Eri.

Memang saat ini Petronas dan Total membeli BBM dari Pertamina dan diolah menjadi produk mereka dan Shell masih mengimpor dari Singapura.

"Namun saat pembatasan berlaku, maka tidak akan mungkin Petronas beli lagi Pertamina dia akan langsung impor dari kilangnya sendiri, makanya dia buka cabang di Medan, itu biar memudahkan Petronas memasok BBM nanti," kata Eri.

Shell, saat ini mengandalkan impor dari Singapura yang jumlahnya tidak seberapa, namun di Singapura produksi minyak rata-rata 400.000 barel per hari, sementara rakyatnya sedikit dan setengahnya pun tidak digunakan rakyatnya.

"Jadi 400 ribu barel per hari itu bakal diimpor ke Indonesia, dan sebenarnya pasar Singapura tersebut bukan di negaranya bukan negara China atau Amerika, sebenarnya ada di Indonesia," tandas Eri. [detikfinance/al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.