Jubir MHTI: Astaghfirullah Bu Menkes, Seks Bebas bisa Makin Merajalela
Baru saja menjabat, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi sudah bikin
ulah. Ia menyatakan akan melakukan gebrakan untuk memberantas AIDS,
yakni memberikan kemudahan akses kondom bagi remaja.
Ampuhkah? Atau malah menyuburkan perzinaan? Simak pembahasan terkait itu
dalam perbincangan wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo dengan Jubir
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Iffah Ainur Rochmah. Berikut
petikannya.
Bagaimana rekam jejak Menkes yang dikenal sebagai aktivis pemberantas AIDS?
Benar sekali, Nafsiah Mboi dikenal luas sebagai aktifis, dan lebih khusus lagi Nafsiah sangat ‘ngotot’ menjadikan penggunaan kondom sebagai program andalan untuk menurunkan angka HIV/AIDS.
Dalam berbagai kesempatan baik melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPAN) atau sebagai aktifis, dia sosialisasikan penanggulangan AIDS ala UNAIDS yang sangat liberal. Sosialisasi kondom ini tidak akan pernah memutus mata rantai utama penyebaran AIDS yakni menghapus pergaulan bebas, tapi malah memberi jalan keluar agar pergaulan bebas tidak menghantar pada HIV atau kehamilan tak diinginkan.
Apakah ini mencerminkan kebijakan pemerintah akan semakin liberal di bidang AIDS?
Sejak awal kebijakan terkait penanggulangan AIDS memang sangat liberal. Dengan pengalaman Nafsiah sebagai aktifis, implementasi kebijakan liberal tersebut bisa jadi lebih nyata. Buktinya, baru diumumkan pengangkatannya, Menkes baru sudah menyatakan ke media akan menggerakkan semua jajaran kementriannya untuk kampanye kondom.
Dia anggap keberhasilan kampanye kondom ini adalah indikator keberhasilan penanggulangan AIDS. Masya Allah, bahkan akan menjadikan kalangan remaja 15-24 tahun sebagai sasaran yang tak boleh diabaikan.
Apa maknanya?
Mereka diasumsikan belum menikah tapi rawan melakukan seks bebas. Agar tidak terjadi kehamilan dan tidak kena AIDS, pakai saja kondom! Astaghfirullah. Program sangat berbahaya bagi umat. Seks bebas bisa semakin merajalela.
Kalau data BKKBN tahun 2010 lalu menunjukkan 51 persen remaja Jabodetabek telah lakukan seks pra nikah, jangan sampai kita anggap biasa kalau angka ini semakin meningkat! Karenanya program ini harus kita kritisi bahkan layak kita tolak!
Apakah pengangkatan Menkes baru ini tidak terlepas dari kepentingan Barat yang mengagendakan liberalisme termasuk dalam pemberantasan aids?
Tidak secara langsung. Tapi kita tak bisa pungkiri, kedaulatan negeri sudah terampas oleh tekanan-tekanan internasional. Liberalisme semakin mengakar kuat.Salah satunya lewat MDGs. Target MDGs 2015 terkait angka penderita HIV/AIDS di Indonesia harus dikejar. Kalau tidak, maka ada ‘hukuman internasional’ yang harus diterima.
Ingat kan, beberapa minggu lalu Indonesia mendapat hukuman melalui laporan UPR terkait kebebasan beragama. Pemerintah langsung mengambil tindakan, tanpa menimbang masalahnya secara mendalam.
Nah, hal yang sama kiranya juga terjadi dalam kasus pencapaian target penderita AIDS sesuai target MDGs. Untuk mengejar target inilah semua rekomendasi liberal harus diambil! Termasuk kampanye kondom, dengan mengabaikan dampaknya terhadap makin tingginya pelaku seks bebas.
Kalau sebelumnya masih diperhatikan UU yang melarang pemberian kontrasepsi kepada yang belum menikah, kini UU itu pun ditabrak demi mengejar ‘pujian’ internasional.
Apakah pemakaian kondom mencegah penyakit AIDS?
Jelas menyesatkan bila ada yang mengkampanyekan dengan penggunaan kondom akan tercegah dari HIV/AIDS. Kondom didesain sebagai alat kontrasepsi, pencegah kehamilan bukan sebagai penangkal menyebarnya virus melalui hubungan kelamin.
Kebanyakan ahli juga sudah memberitakan bahwa pori-pori kondom berukuran lebih besar dari virus HIV, berarti virus tetap bisa menular meski memakai kondom. Lebih penting lagi, seks di luar nikah (zina) adalah dosa besar, baik menularkan HIV atau tidak, terjadi kehamilan atau tidak.
Ingatlah Rasulullah memperingatkan,“Bila zina dan riba telah merajalela pada satu kaum, berarti mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri mereka” naudzu billah.[] [HTIPress/al-khilafah.org]
Bagaimana rekam jejak Menkes yang dikenal sebagai aktivis pemberantas AIDS?
Benar sekali, Nafsiah Mboi dikenal luas sebagai aktifis, dan lebih khusus lagi Nafsiah sangat ‘ngotot’ menjadikan penggunaan kondom sebagai program andalan untuk menurunkan angka HIV/AIDS.
Dalam berbagai kesempatan baik melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPAN) atau sebagai aktifis, dia sosialisasikan penanggulangan AIDS ala UNAIDS yang sangat liberal. Sosialisasi kondom ini tidak akan pernah memutus mata rantai utama penyebaran AIDS yakni menghapus pergaulan bebas, tapi malah memberi jalan keluar agar pergaulan bebas tidak menghantar pada HIV atau kehamilan tak diinginkan.
Apakah ini mencerminkan kebijakan pemerintah akan semakin liberal di bidang AIDS?
Sejak awal kebijakan terkait penanggulangan AIDS memang sangat liberal. Dengan pengalaman Nafsiah sebagai aktifis, implementasi kebijakan liberal tersebut bisa jadi lebih nyata. Buktinya, baru diumumkan pengangkatannya, Menkes baru sudah menyatakan ke media akan menggerakkan semua jajaran kementriannya untuk kampanye kondom.
Dia anggap keberhasilan kampanye kondom ini adalah indikator keberhasilan penanggulangan AIDS. Masya Allah, bahkan akan menjadikan kalangan remaja 15-24 tahun sebagai sasaran yang tak boleh diabaikan.
Apa maknanya?
Mereka diasumsikan belum menikah tapi rawan melakukan seks bebas. Agar tidak terjadi kehamilan dan tidak kena AIDS, pakai saja kondom! Astaghfirullah. Program sangat berbahaya bagi umat. Seks bebas bisa semakin merajalela.
Kalau data BKKBN tahun 2010 lalu menunjukkan 51 persen remaja Jabodetabek telah lakukan seks pra nikah, jangan sampai kita anggap biasa kalau angka ini semakin meningkat! Karenanya program ini harus kita kritisi bahkan layak kita tolak!
Apakah pengangkatan Menkes baru ini tidak terlepas dari kepentingan Barat yang mengagendakan liberalisme termasuk dalam pemberantasan aids?
Tidak secara langsung. Tapi kita tak bisa pungkiri, kedaulatan negeri sudah terampas oleh tekanan-tekanan internasional. Liberalisme semakin mengakar kuat.Salah satunya lewat MDGs. Target MDGs 2015 terkait angka penderita HIV/AIDS di Indonesia harus dikejar. Kalau tidak, maka ada ‘hukuman internasional’ yang harus diterima.
Ingat kan, beberapa minggu lalu Indonesia mendapat hukuman melalui laporan UPR terkait kebebasan beragama. Pemerintah langsung mengambil tindakan, tanpa menimbang masalahnya secara mendalam.
Nah, hal yang sama kiranya juga terjadi dalam kasus pencapaian target penderita AIDS sesuai target MDGs. Untuk mengejar target inilah semua rekomendasi liberal harus diambil! Termasuk kampanye kondom, dengan mengabaikan dampaknya terhadap makin tingginya pelaku seks bebas.
Kalau sebelumnya masih diperhatikan UU yang melarang pemberian kontrasepsi kepada yang belum menikah, kini UU itu pun ditabrak demi mengejar ‘pujian’ internasional.
Apakah pemakaian kondom mencegah penyakit AIDS?
Jelas menyesatkan bila ada yang mengkampanyekan dengan penggunaan kondom akan tercegah dari HIV/AIDS. Kondom didesain sebagai alat kontrasepsi, pencegah kehamilan bukan sebagai penangkal menyebarnya virus melalui hubungan kelamin.
Kebanyakan ahli juga sudah memberitakan bahwa pori-pori kondom berukuran lebih besar dari virus HIV, berarti virus tetap bisa menular meski memakai kondom. Lebih penting lagi, seks di luar nikah (zina) adalah dosa besar, baik menularkan HIV atau tidak, terjadi kehamilan atau tidak.
Ingatlah Rasulullah memperingatkan,“Bila zina dan riba telah merajalela pada satu kaum, berarti mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri mereka” naudzu billah.[] [HTIPress/al-khilafah.org]
Tidak ada komentar