RUU Kamnas dinilai lahirkan rezim otoriter
Pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, memperkirakan rezim otoriter kembali hadir di Indonesia apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas).
Sebab, kata Ray, RUU ini memberi wenang yang kuat kepada Dewan Keamanan Nasional dalam menentukan siapa yang dianggap sebagai ancaman.
"Kelak segala sesuatu yang dianggap Dewan Keamanan Nasional merupakan ancaman nasional, siapapun dapat diperiksa, ditahan, atau disadap," kata Ray kepada Okezone, Kamis (27/9/2012) malam.
Selain itu, kata Ray, dalam RUU ini memuat wewenang presiden dalam menentukan siapa-siapa saja yang bakal duduk di Dewan Keamanan Nasional. Menurut Ray, wewenang itu jelas berpotensi menghancurkan demokrasi. "DKN, sekalipun dinyatakan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, tapi otiritas penentuannya ada di tangan presiden. Inilah salah satu hal yang sangat berbahaya dalam RUU Kamnas," terang Ray.
Ray berpendapat, Indonesia memang perlu mempunyai Undang-Undang Keamanan Nasional. Tapi, tegas Ray, isi undang-undang itu bukan versi RUU yang sedang digodok di DPR. "Yang sekarang ini lebih mengacu ke keamanan negara dibanding keamanan nasional. Makanya harus kita tolak," katanya
Menurut Ray, RUU ini memang sudah bermasalah sejak tujuan undang-undang itu dibuat. "Poin penting yang harus dikritisi adalah filosofi RUU ini terhadap kemanan nasional. Keamanan nasional dipandang sama atau berbanding lurus dengan kemanan negara," kata Ray Rangkuti.
Apabila cara pandang seperti itu diberlakukan, Ray melihat akan menimbulkan efek penanganan keamanan yang berlebihan. "Dan segala macam ancaman dapat diantisipasi dengan segala cara yang dibenarkan hukum, antara lain, menyadap, memeriksa, dan menangkap," tutupnya. [arrahmah/www.al-khilafah.org]
Sebab, kata Ray, RUU ini memberi wenang yang kuat kepada Dewan Keamanan Nasional dalam menentukan siapa yang dianggap sebagai ancaman.
"Kelak segala sesuatu yang dianggap Dewan Keamanan Nasional merupakan ancaman nasional, siapapun dapat diperiksa, ditahan, atau disadap," kata Ray kepada Okezone, Kamis (27/9/2012) malam.
Selain itu, kata Ray, dalam RUU ini memuat wewenang presiden dalam menentukan siapa-siapa saja yang bakal duduk di Dewan Keamanan Nasional. Menurut Ray, wewenang itu jelas berpotensi menghancurkan demokrasi. "DKN, sekalipun dinyatakan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, tapi otiritas penentuannya ada di tangan presiden. Inilah salah satu hal yang sangat berbahaya dalam RUU Kamnas," terang Ray.
Ray berpendapat, Indonesia memang perlu mempunyai Undang-Undang Keamanan Nasional. Tapi, tegas Ray, isi undang-undang itu bukan versi RUU yang sedang digodok di DPR. "Yang sekarang ini lebih mengacu ke keamanan negara dibanding keamanan nasional. Makanya harus kita tolak," katanya
Menurut Ray, RUU ini memang sudah bermasalah sejak tujuan undang-undang itu dibuat. "Poin penting yang harus dikritisi adalah filosofi RUU ini terhadap kemanan nasional. Keamanan nasional dipandang sama atau berbanding lurus dengan kemanan negara," kata Ray Rangkuti.
Apabila cara pandang seperti itu diberlakukan, Ray melihat akan menimbulkan efek penanganan keamanan yang berlebihan. "Dan segala macam ancaman dapat diantisipasi dengan segala cara yang dibenarkan hukum, antara lain, menyadap, memeriksa, dan menangkap," tutupnya. [arrahmah/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar