Problem Kesejahteraan
Ribuan buruh melakukan aksi besar-besaran di 35 kabupaten/kota, di 12
provinsi. Aksi itu merupakan realisasi dari rencana mogok nasional
untuk menyuarakan dan memperjuangkan tuntutan atas penghapusan sistem
lepas daya (outsourching), perbaikan tingkat upah, dan pemberian jaminan sosial kesehatan mulai 2014. Intinya adalah tuntutan peningkatan kesejahteraan.
Problem Kesejahteraan
Pada intinya apa yang disuarakan oleh para buruh itu berujung pada problem kesejahteraan. Rendahnya tingkat kesejahteraan buruh tidak bisa dipungkiri oleh siapa pun.
Rendahnya kesejahteraan buruh diindikasikan oleh masih rendahnya tingkat upah. Upah Minimum tertinggi di negeri ini yaitu di DKI untuk tahun 2012 sebesar Rp 1.529.130,-. Upah minimum propinsi dan kota/kabupaten lainnya di seluruh Indonesia lebih rendah lagi. Diantaranya banyak tingkat upah minimum kabupaten/kota yang hanya sekitar setengah dari upah minimum DKI.
Dengan tingkat upah sebesar itu, para buruh harus pintar-pintar bersiasat untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari, biaya tempat tinggal, biaya pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Masalah makin berat ketika upah itu banyak tersedot oleh ongkos transportasi yang mahal, bahkan bisa hingga 30 persen dari upah.
Problem kesejahteraan itu sebenarnya bukan hanya menimpa para buruh, tetapi juga menimpa para petani, pedagang tradisional, pekerja informal dan kebanyakan rakyat negeri ini. Meski sudah 67 tahun “merdeka” dari penjajahan, sudah berganti tiga orde pemerintahan, berganti enam presiden dengan belasan kabinet, sudah mencoba sistem yang lebih dekat ke sosialis, lalu sistem kapitalisme dengan demokrasi masa orde baru, hingga kapitalisme neo-liberal pasca reformasi, juga tak lupa menjalankan berbagai teori pembangunan dan mazhab ekonomi dari sosialis hingga kapitalisme liberal; meski sudah melalui dan mencoba semua itu, nyatanya bagi kebanyakan rakyat negeri ini kesejahteraan masih sebatas mimpi.
Di sisi lain, negeri ini sebenarnya sangat kaya. Produk domestik bruto (PDB) 2011 sudah mencapai sekitar 7.500 triliun. BPS pada Februari lalu juga menyatakan pendapatan per kapita tahun 2011 sudah mencapai Rp 30,8 juta atau sekitar US$ 3.542,9 (artinya, rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia sekitar Rp 2,56 juta per bulan). Sayangnya itu hanya di tataran angka statistik. Kenyataannya jauh berbeda. Para pekerja yang jumlahnya sekitar 37 juta orang, upah minimum yang harus mereka terima paling tinggi sebesar 1,5 juta rupiah dan mayoritasnya hanya setengah dari angka pendapatan perkapita itu. Realita pahit yang sama atau bahkan lebih dirasakan para petani dan nelayan yang sebagian besarnya berskala gurem bahkan hanya penggarap. Dan yang paling pahit harus dirasakan oleh 7,7 juta orang yang termasuk penganggur terbuka alias tidak bekerja sama sekali, atau oleh 29 juta lebih orang miskin versi BPS dengan standar kemiskinan kurang manusiawi.
Jadi problem kesejahteraan bukan hanya dihadapi para buruh saja, akan tetapi dialami oleh kebanyakan rakyat negeri ini. Itu hanya menunjukkan tidak terdistribusinya kekayaan negeri ini secara merata dan adil. Kekayaan hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil orang. Itu artinya, sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini gagal mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata, gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat banyak dan sebaliknya sukses menyejahteraan sebagian kecil orang.
Karena itu tuntutan buruh atas tingkat kesejahteraan yang lebih baik itu harus dimaknai sebagai tuntutan perubahan atau penggantian sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi yang bisa mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata, sistem ekonomi yang menyejahterakan.
Sistem Islam – Sistem Yang Menyejahterakan
Sistem ekonomi sosialisme maupun kapitalisme termasuk sistem neo-liberal semuanya telah pernah dicoba dan diterapkan di negeri ini, nyatanya tidak bisa mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Karena itu tuntutan dan mimpi akan kesejahteraan tidak lagi bisa digantungkan kepada sistem ekonomi yang terbukti gagal itu. Sistem yang bisa diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan itu hanyalah sistem ekonomi Islam.
Problem kesejahteraan akan bisa diatasi dengan penerapan Sistem Ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam memiliki politik ekonomi yaitu menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyat dan memberi peluang bagi tiap orang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kemampuan masing-masing dalam sebuah tatanan masyarakat Islam dengan corak yang khas.
Kebutuhan pokok yang dijamin oleh sistem Islam itu meliputi kebutuhan pokok individu berupa pangan, papan dan sandang dan kebutuhan dasar masyarakat berupa pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Syariah Islam menetapkan bahwa kebutuhan dasar berupa pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan harus dijamin oleh negara.
Pemenuhannya dilakukan oleh negara secara langsung dengan bebas biaya. Sementara kebutuhan pokok berupa pangan, papan dan sandang dijamin pemenuhannya oleh negara menggunakan tahapan tertentu dengan menggunakan mekanisme ekonomi dan non ekonomi.
Islam memerintahkan agar setiap laki-laki bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang-orang yang berada di bawah tanggungannnya (QS. al-Baqarah [2]: 233). Jika kemudian pemenuhan kebutuhan pokok dia dan keluarganya belum terpenuhi, baik karena ia tidak bisa bekerja atau pendapatannya tidak cukup, maka kerabatnya, mulai yang terdekat, diwajibkan untuk turut menanggungnya (QS. al-Baqarah [2]: 233). Jika belum terpenuhi juga maka tanggungjawab itu beralih menjadi kewajiban baitul mal (negara). Rasul saw bersabda:
Aku lebih utama dibandingkan orang-orang beriman daripada diri mereka, siapa yang meninggalkan harta maka bagi keluarganya, dan siapa yang meninggalkan hutang atau tanggungan keluarga, maka datanglah kepadaku, dan menjadi kewajibanku. (HR. an-Nasai dan Ibnu Hibban)
Ketika Islam mewajibkan laki-laki untuk bekerja, saat yang sama Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan kerja. Untuk itu negara bisa langsung menciptakan lapangan kerja melalui pelaksanaan berbagai proyek pembangunan khususnya yang padat karya. Lapangan kerja justru lebih banyak bisa dibuka oleh masyarakat melalui kegiatan usaha mereka. Disinilah negara wajib mewujudkan iklim usaha yang kondusif.
Untuk itulah syariah Islam mengharuskan negara untuk menjamin agar hukum-hukum syara’ terkait ekonomi dan transaksi diterapkan secara baik, konsekuen dan konsisten. Negara juga harus menjamin terlaksananya mekanisme pasar sesuai syariah, diantaranya dengan menghilangkan berbagai distorsi, penimbunan barang dan penimbunan uang/modal -kanzul mal- (QS at-Taubah [9]: 34), riba, monopoli, penipuan, persaingan tidak sehat, dsb. Disamping itu, syariah melarang negara memungut berbagai pungutan, retribusi, cukai, pajak yang permanen, dan pungutan terlarang lainnya. Dalam hal impor/ekspor negara juga dilarang memungut bea dari para pedagang warga negara.
Syariah pun mengharuskan negara menjadi negara pelayan (daulah ri’âyah) dan tidak boleh menjadi negara pemalak (daulah jibâyah). Negara juga harus mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional. Rasul saw pernah bersabda:
Permudahlah jangan kalian persulit, gembirakanlah dan jangan buat orang lari (takut dan sedih) (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad)
Sistem ekonomi Islam juga akan menghapus sektor non riil dan hanya mengembangkan perekonomian riil. Sehingga setiap pertumbuhan akan berupa pertumbuhan riil dan menghasilkan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya.
Dalam hal moneter, Islam menetapkan mata uang haruslah mata uang berbasis emas dan perak atau dinar dan dirham. Dengan begitu akan tercipta kestabilan perekonomian dan kekayaan masyarakat juga terjaga.
Semuanya itu ditopang oleh pilar sistem ekonomi Islam yaitu ketentuan tentang kepemilikan pribadi, kepemilikan umum dan kepemilikan negara; pengelolaan kepemilikan; dan pendistribusian harta di tengah masyarakat. Termasuk berupa penetapan kepemilikan umum, di antaranya penetapan kekayaan alam tambah dengan jumlah besar, hutan, laut, sungai dan sebagainya sebagai milik seluruh rakyat; negara yang wajib mengelolanya dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat.
Wahai Kaum Muslimin
Dengan penerapan Sistem Ekonomi Islam, pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, papan dan sandang) dan kebutuhan dasar (pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan) akan dijamin oleh negara. Setiap orang juga akan memiliki kemungkinan dan peluang yang sama dan terbuka luas untuk bisa memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. Dengan itu kesejahteraan tidak akan menjadi problem dan sekedar mimpi. Sebaliknya kesejahteraan akan benar-benar nyata dan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat, muslim maupun non muslim.
Hanya semua itu tidak akan bisa sempurna diwujudkan kecuali dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala manhaj an-nubuwwah. Saatnya hal itu segera mungkin kita wujudkan.
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (TQS al-Anfal [8]: 24)
Wallâh a’lam bi ash-shawâb.[]
Komentar Al Islam
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menemukan 13.105 kasus penyimpangan dalam penyelenggaraan instansi pemerintah pusat dan daerah pada semester pertama tahun ini. Akibatnya, negara berpotensi merugi hingga Rp 12,48 triliun.(Tempo.co, 02/10)
Problem Kesejahteraan
Pada intinya apa yang disuarakan oleh para buruh itu berujung pada problem kesejahteraan. Rendahnya tingkat kesejahteraan buruh tidak bisa dipungkiri oleh siapa pun.
Rendahnya kesejahteraan buruh diindikasikan oleh masih rendahnya tingkat upah. Upah Minimum tertinggi di negeri ini yaitu di DKI untuk tahun 2012 sebesar Rp 1.529.130,-. Upah minimum propinsi dan kota/kabupaten lainnya di seluruh Indonesia lebih rendah lagi. Diantaranya banyak tingkat upah minimum kabupaten/kota yang hanya sekitar setengah dari upah minimum DKI.
Dengan tingkat upah sebesar itu, para buruh harus pintar-pintar bersiasat untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari, biaya tempat tinggal, biaya pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Masalah makin berat ketika upah itu banyak tersedot oleh ongkos transportasi yang mahal, bahkan bisa hingga 30 persen dari upah.
Problem kesejahteraan itu sebenarnya bukan hanya menimpa para buruh, tetapi juga menimpa para petani, pedagang tradisional, pekerja informal dan kebanyakan rakyat negeri ini. Meski sudah 67 tahun “merdeka” dari penjajahan, sudah berganti tiga orde pemerintahan, berganti enam presiden dengan belasan kabinet, sudah mencoba sistem yang lebih dekat ke sosialis, lalu sistem kapitalisme dengan demokrasi masa orde baru, hingga kapitalisme neo-liberal pasca reformasi, juga tak lupa menjalankan berbagai teori pembangunan dan mazhab ekonomi dari sosialis hingga kapitalisme liberal; meski sudah melalui dan mencoba semua itu, nyatanya bagi kebanyakan rakyat negeri ini kesejahteraan masih sebatas mimpi.
Di sisi lain, negeri ini sebenarnya sangat kaya. Produk domestik bruto (PDB) 2011 sudah mencapai sekitar 7.500 triliun. BPS pada Februari lalu juga menyatakan pendapatan per kapita tahun 2011 sudah mencapai Rp 30,8 juta atau sekitar US$ 3.542,9 (artinya, rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia sekitar Rp 2,56 juta per bulan). Sayangnya itu hanya di tataran angka statistik. Kenyataannya jauh berbeda. Para pekerja yang jumlahnya sekitar 37 juta orang, upah minimum yang harus mereka terima paling tinggi sebesar 1,5 juta rupiah dan mayoritasnya hanya setengah dari angka pendapatan perkapita itu. Realita pahit yang sama atau bahkan lebih dirasakan para petani dan nelayan yang sebagian besarnya berskala gurem bahkan hanya penggarap. Dan yang paling pahit harus dirasakan oleh 7,7 juta orang yang termasuk penganggur terbuka alias tidak bekerja sama sekali, atau oleh 29 juta lebih orang miskin versi BPS dengan standar kemiskinan kurang manusiawi.
Jadi problem kesejahteraan bukan hanya dihadapi para buruh saja, akan tetapi dialami oleh kebanyakan rakyat negeri ini. Itu hanya menunjukkan tidak terdistribusinya kekayaan negeri ini secara merata dan adil. Kekayaan hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil orang. Itu artinya, sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini gagal mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata, gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat banyak dan sebaliknya sukses menyejahteraan sebagian kecil orang.
Karena itu tuntutan buruh atas tingkat kesejahteraan yang lebih baik itu harus dimaknai sebagai tuntutan perubahan atau penggantian sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi yang bisa mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata, sistem ekonomi yang menyejahterakan.
Sistem Islam – Sistem Yang Menyejahterakan
Sistem ekonomi sosialisme maupun kapitalisme termasuk sistem neo-liberal semuanya telah pernah dicoba dan diterapkan di negeri ini, nyatanya tidak bisa mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Karena itu tuntutan dan mimpi akan kesejahteraan tidak lagi bisa digantungkan kepada sistem ekonomi yang terbukti gagal itu. Sistem yang bisa diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan itu hanyalah sistem ekonomi Islam.
Problem kesejahteraan akan bisa diatasi dengan penerapan Sistem Ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam memiliki politik ekonomi yaitu menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyat dan memberi peluang bagi tiap orang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kemampuan masing-masing dalam sebuah tatanan masyarakat Islam dengan corak yang khas.
Kebutuhan pokok yang dijamin oleh sistem Islam itu meliputi kebutuhan pokok individu berupa pangan, papan dan sandang dan kebutuhan dasar masyarakat berupa pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Syariah Islam menetapkan bahwa kebutuhan dasar berupa pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan harus dijamin oleh negara.
Pemenuhannya dilakukan oleh negara secara langsung dengan bebas biaya. Sementara kebutuhan pokok berupa pangan, papan dan sandang dijamin pemenuhannya oleh negara menggunakan tahapan tertentu dengan menggunakan mekanisme ekonomi dan non ekonomi.
Islam memerintahkan agar setiap laki-laki bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang-orang yang berada di bawah tanggungannnya (QS. al-Baqarah [2]: 233). Jika kemudian pemenuhan kebutuhan pokok dia dan keluarganya belum terpenuhi, baik karena ia tidak bisa bekerja atau pendapatannya tidak cukup, maka kerabatnya, mulai yang terdekat, diwajibkan untuk turut menanggungnya (QS. al-Baqarah [2]: 233). Jika belum terpenuhi juga maka tanggungjawab itu beralih menjadi kewajiban baitul mal (negara). Rasul saw bersabda:
« اَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلِأَهْلِهِ، وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضِيَاعًا، فَإِلَيَّ، وَعَلَيَّ »
Aku lebih utama dibandingkan orang-orang beriman daripada diri mereka, siapa yang meninggalkan harta maka bagi keluarganya, dan siapa yang meninggalkan hutang atau tanggungan keluarga, maka datanglah kepadaku, dan menjadi kewajibanku. (HR. an-Nasai dan Ibnu Hibban)
Ketika Islam mewajibkan laki-laki untuk bekerja, saat yang sama Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan kerja. Untuk itu negara bisa langsung menciptakan lapangan kerja melalui pelaksanaan berbagai proyek pembangunan khususnya yang padat karya. Lapangan kerja justru lebih banyak bisa dibuka oleh masyarakat melalui kegiatan usaha mereka. Disinilah negara wajib mewujudkan iklim usaha yang kondusif.
Untuk itulah syariah Islam mengharuskan negara untuk menjamin agar hukum-hukum syara’ terkait ekonomi dan transaksi diterapkan secara baik, konsekuen dan konsisten. Negara juga harus menjamin terlaksananya mekanisme pasar sesuai syariah, diantaranya dengan menghilangkan berbagai distorsi, penimbunan barang dan penimbunan uang/modal -kanzul mal- (QS at-Taubah [9]: 34), riba, monopoli, penipuan, persaingan tidak sehat, dsb. Disamping itu, syariah melarang negara memungut berbagai pungutan, retribusi, cukai, pajak yang permanen, dan pungutan terlarang lainnya. Dalam hal impor/ekspor negara juga dilarang memungut bea dari para pedagang warga negara.
Syariah pun mengharuskan negara menjadi negara pelayan (daulah ri’âyah) dan tidak boleh menjadi negara pemalak (daulah jibâyah). Negara juga harus mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional. Rasul saw pernah bersabda:
« يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا »
Permudahlah jangan kalian persulit, gembirakanlah dan jangan buat orang lari (takut dan sedih) (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad)
Sistem ekonomi Islam juga akan menghapus sektor non riil dan hanya mengembangkan perekonomian riil. Sehingga setiap pertumbuhan akan berupa pertumbuhan riil dan menghasilkan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya.
Dalam hal moneter, Islam menetapkan mata uang haruslah mata uang berbasis emas dan perak atau dinar dan dirham. Dengan begitu akan tercipta kestabilan perekonomian dan kekayaan masyarakat juga terjaga.
Semuanya itu ditopang oleh pilar sistem ekonomi Islam yaitu ketentuan tentang kepemilikan pribadi, kepemilikan umum dan kepemilikan negara; pengelolaan kepemilikan; dan pendistribusian harta di tengah masyarakat. Termasuk berupa penetapan kepemilikan umum, di antaranya penetapan kekayaan alam tambah dengan jumlah besar, hutan, laut, sungai dan sebagainya sebagai milik seluruh rakyat; negara yang wajib mengelolanya dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat.
Wahai Kaum Muslimin
Dengan penerapan Sistem Ekonomi Islam, pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, papan dan sandang) dan kebutuhan dasar (pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan) akan dijamin oleh negara. Setiap orang juga akan memiliki kemungkinan dan peluang yang sama dan terbuka luas untuk bisa memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. Dengan itu kesejahteraan tidak akan menjadi problem dan sekedar mimpi. Sebaliknya kesejahteraan akan benar-benar nyata dan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat, muslim maupun non muslim.
Hanya semua itu tidak akan bisa sempurna diwujudkan kecuali dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala manhaj an-nubuwwah. Saatnya hal itu segera mungkin kita wujudkan.
] يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ [
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (TQS al-Anfal [8]: 24)
Wallâh a’lam bi ash-shawâb.[]
Komentar Al Islam
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menemukan 13.105 kasus penyimpangan dalam penyelenggaraan instansi pemerintah pusat dan daerah pada semester pertama tahun ini. Akibatnya, negara berpotensi merugi hingga Rp 12,48 triliun.(Tempo.co, 02/10)
- Bukti reformasi birokrasi gagal. Bukti korupsi masih kuat bercokol di negeri ini.
- Pemerintahan yang bersih dan baik memang “mustahil” diwujudkan melalui sistem sekuler kapitalisme dengan sistem politiknya (demokrasi) yang mahal
- Hanya melalui penarapan syariah Islam secara total dan menyeluruh dalam bingkai Khilafah Rasyidah sajalah, pemerintahan yang bersih, baik, pedui dan melayani rakyat bisa diwujudkan.
Tidak ada komentar