Alasan militer AS pusatkan kekuatan di Indonesia dan Asia Pasifik
Konsentrasi kekuatan militer Imperialis Amerika Serikat kini telah
beralih di sekitar wilayah Indonesia dan Asia Pasifik. Sudah barang
tentu hal tersebut terkait dengan agenda-agenda penting AS berkenaan
kebijakan politik, ekonomi, dan keamanannya. Meskipun kita belum
mengetahui agenda tersembunyi dan sesungguhnya dari konsentrasi militer
AS. Namun, saat ini kita simak saja dan pelajari beberapa alasan formal
yang dikemukakan pihak militer AS dalam kunjungan pertamanya ke Jakarta.
Panglima Komando Militer AS di Kawasan Pasifik (PACOM), Laksamana Samuel J. Locklear III menegaskan bahwa posisi Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Pasifik kini makin strategis di tengah perubahan dinamika kekuatan global. Itulah sebabnya AS dalam beberapa tahun terakhir menitikberatkan kepentingan keamanannya di Asia Pasifik.
Dalam kunjungan selama tiga hari di Indonesia ini, Locklear tidak hanya menemui para petinggi keamanan dan militer setempat. Dia juga merasa perlu menemui para cendekiawan, mahasiswa hingga jurnalis dalam suatu acara di Jakarta, Jumat 8 Februari 2013, untuk menjelaskan pandangannya soal pergeseran fokus keamanan AS ke Asia Pasifik, yang pertama kali diumumkan Presiden Barack Obama pada November 2011.
Locklear menyebut pergeseran fokus itu sebagai “Perimbangan Kembali (Rebalance) Peran AS di Asia Pasifik.” Dia menegaskan perimbangan yang dimaksud bukan bersifat konfrontatif atau untuk menyudutkan negara atau pihak tertentu. “Ini bukan hanya menyangkut militer tapi juga kebijakan, diplomasi, dan perdagangan. Perimbangan ini adalah suatu strategi kolaborasi dan kerjasama,” kata Locklear.
Setelah mengakhiri perang di Irak dan Afganistan, AS menggeser fokus kepentingan keamanannya ke kawasan ini. Itulah sebabnya lebih dari setengah kekuatan militer laut AS kini ditugaskan beroperasi di kawasan yang terdiri dari beragam negara itu, termasuk Indonesia.
Maka itu, tidaklah heran bila kini Laksamana Locklear memimpin komando gabungan militer terbesar yang dimiliki AS. Wilayah operasi PACOM meliputi Asia Pasifik, Asia Timur, dan Asia Selatan.
PACOM dibekali seperlima dari total kekuatan militer AS dan akan memimpin 60 persen dari armada Angkatan Laut Amerika. Saat ini, armada militer AS di Pasifik diperkuat oleh lima kapal induk dengan kekuatan pendukung, yaitu 180 kapal, 1.500 pesawat, dan 100.000 personel militer aktif.
Locklear memaparkan betapa pentingnya Asia Pasifik bagi kepentingan keamanan negaranya. “Selama hampir setahun menjabat sebagai panglima, saya makin kagum atas beragamnya kompleksitas di kawasan ini, yang melingkupi lebih dari separuh permukaan Bumi dan lebih dari setengah jumlah populasinya. Kawasan ini punya keragaman yang luar biasa secara sosial, budaya, ekonomi, dan geopolitik,” kata Locklear.
Dia pun memaparkan data yang cukup spesifik dalam menegaskan betapa banyak dan beragamnya kekuatan di Asia Pasifik saat ini dan itu menjadi perhatian utama AS. “Kawasan ini punya dua dari tiga ekonomi terbesar di dunia dan tujuh dari 10 negara terkecil di muka bumi,” kata Locklear.
“Asia Pasifik juga punya negara yang berpenduduk paling banyak di dunia, dan juga negara demokratik terpadat, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak, dan republik terkecil,” lanjutnya.
Locklear memaparkan bahwa dari segi bisnis dan perdagangan, Asia Pasifik juga sangat strategis. Kawasan ini “memiliki sembilan dari 10 pelabuhan terbesar di dunia, dan jalur-jalur laut paling sibuk yang menghasilkan lebih dari US$8 triliun dari arus perdagangan dua arah yang melibatkan setengah dari total kargo kontainer dunia dan 70 persen dari kapal-kapal pengangkut bahan energi melintasi lautan Pasifik setiap hari,” kata Locklear.
Di sisi pertahanan dan keamanan, Asia Pasifik dianggap AS sebagai kawasan yang paling banyak diperlengkapi kekuatan militer. “Kawasan ini punya tujuh dari 10 kekuatan militer terbesar. Lalu, angkatan-angkatan laut terbesar dan paling mutakhir berada di Asia Pasifik.”
Selain itu, tidak boleh diabaikan bahwa lima dari negara-negara kekuatan nuklir dunia berada di kawasan ini.
“Semua aspek itu, bila dikumpulkan, menghasilkan suatu kompleksitas strategis yang unik,” kata Locklear, yang selama kunjungannya ke Jakarta menemui Panglima TNI, Menteri Pertahanan, dan para pejabat tinggi Indonesia lainnya.
“Jadi, kini ada sebanyak hampir 350 ribu personel militer AS yang berdinas dan tinggal di Asia Pasifik dan bersama mereka juga ada hampir 70 ribu anggota keluarga mereka… Saya tegaskan bahwa Amerika merupakan kekuatan Pasifik. Tidak hanya terletak di Pasifik, namun kami juga punya ikatan sejarah dan ekonomi dengan para negara tetangga sehingga mereka menyadari bahwa kita punya kepentingan yang signifikan sebagai sama-sama negara di Asia Pasifik,” kata Locklear.
Locklear menyatakan tidak ambil pusing atas ancaman pengurangan anggaran militer, seperti yang diwanti-wanti oleh Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta, baru-baru ini karena anggaran baru belum kunjung disetujui Kongres. Masalah ini, kata dia, tidak saja dialami oleh militer namun juga melanda pos-pos anggaran lainnya di tubuh pemerintah AS.
“Militer kami memang harus mengantisipasi perkembangan itu… Namun, kabar baiknya, Presiden Obama sebelumnya menyatakan bahwa Asia Pasifik menjadi prioritas bagi militer kami di masa depan. Tidak saja militer namun juga kerjasama di bidang-bidang lain. Jadi, saya perkirakan justru akan ada banyak interaksi di kawasan ini,” kata Locklear.
Soal China
Sebagai panglima PACOM, Locklear mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi negara-negara Asia Pasifik. Salah satunya adalah perubahan iklim, yang berdampak pada cuaca dan permukaan laut.
“Kondisi itu berpengaruh bagi keamanan masa depan banyak negara di kawasan ini sehingga kita harus paham bagaimana menghadapinya,” katanya.
Ancaman-ancaman lain dari aktor non negara seperti organisasi ekstremis yang menggunakan kekerasan, organisasi teroris, perdagangan narkoba dan lain-lain, juga terus mendatangkan masalah.
Asia Pasifik pun kini masih dihadapkan pada konflik perbatasan dan kepemilikan wilayah. Akses dan kebebasan di wilayah laut dan dunia siber juga dilihat menjadi tantangan yang kian meningkat. Rawannya situasi di Semenanjung Korea pun masih jadi soal. Begitu pula dengan bangkitnya China dan India sebagai kekuatan ekonomi baru.
Selain itu, tidak seperti aliansi keamanan NATO di kawasan Amerika dan Eropa, tidak ada suatu mekanisme pemerintahan tunggal di Asia Pasifik yang menyediakan suatu kerangka bersama dalam menyelesaikan konflik. “Itulah sebabnya perimbangan kembali posisi AS menjadi penting bagi Asia Pasifik. Ini menjadi dasar bagi banyaknya peluang kerjasama AS dengan para negara mitra di kawasan,” kata Locklear.
Dia juga meluruskan sikap AS atas berkembangnya pengaruh China di Asia Pasifik. Menurut dia, pola hubungan kedua negara itu tidak sedramatis seperti yang digambarkan media massa. AS, bagi Locklear, tidak melihat China sebagai ancaman walaupun saat ini sedang bersitegang dengan negara-negara sekutu AS, seperti Jepang dan Filipina, menyangkut masalah teritori.
Locklear tidak setuju dengan anggapan yang beredar saat ini bahwa AS tengah berupaya “mengurung China untuk membendung pengaruhnya di kawasan”. Strategi yang diterapkan Washington, menurut Locklear, adalah justru terus berupaya melibatkan negara komunis itu untuk ikut bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan di Asia Pasifik.
“Kami mengupayakan hubungan yang bertahan lama dengan China, termasuk hubungan militer ke militer. Kami berharap bisa mengesampingkan perbedaan-perbedaan pandangan yang ada dan fokus dalam hubungan yang sama-sama memberi manfaat bersama, seperti memerangi perompakan dan terorisme, melindungi jalur komunikasi laut, kerjasama bantuan kemanusian dan penanggulangan bencana,” kata Locklear.
Peran Indonesia
Sebelum datang ke Jakarta, dalam wawancara singkat melalui telepon dengan VIVAnews, Laksamana Locklear menjelaskan bahwa Indonesia termasuk mitra utama bagi AS dalam menjaga stabilitas di Asia Pasifik. Itulah sebabnya dalam kunjungan ke Jakarta, dia juga menegaskan perlunya pengembangan dan penguatan kerjasama keamanan antara AS dan Indonesia.
Salah satu yang jadi prioritas kedua negara adalah kerjasama keamanan maritim. “Ini merupakan salah satu elemen yang penting bagi kedua negara, mengingat Indonesia berada di persimpangan dua lautan besar dan juga di salah satu jalur distribusi yang paling penting di dunia. “Kepemimpinan negara Anda di wilayah ini dan begitu juga dukungan kami atas kepemimpinan negara Anda di kawasan ini akan menjadi kunci untuk bergerak maju,” kata Locklear.
Banyak yang telah direncanakan pemerintah kedua negara untuk memperkuat kerjasama itu. “Begitu pula akan banyak latihan bersama dan juga latihan di tingkat multilateral yang makin meningkat,” kata Locklear.
Dalam kunjungannya di Jakarta, dia mengatakan bahwa kerjasama antarmiliter kedua negara, terutama sejak 2005, juga semakin erat. “Ini juga termasuk pada kerjasama yang dijalin angkatan laut dari kedua negara. Mengingat letak Indonesia sebagai negara kepulauan di persimpangan yang strategis, kami berharap berbagai kerjasama, seperti berbagi informasi soal situasi keamanan di laut, bisa terus dikembangkan,” kata Locklear, yang menjadi Panglima PACOM sejak Maret 2012.
Dalam suatu diskusi beberapa hari sebelum kunjungan Locklear, seorang perwira menengah TNI Angkatan Laut mengungkapkan bahwa Indonesia memegang posisi yang sangat penting bagi banyak negara besar, termasuk AS. “Wilayah kita ibarat pusat gravitasi keamanan maritim. Itulah sebabnya banyak negara yang ingin meningkatkan kerjasama yang lebih baik dengan Indonesia,” kata Kolonel Laut Judijanto, perwira dari Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal).
Kepala Pusat Olah Yudha (War Game Centre) di Seskoal itu mengingatkan Amerika Serikat telah menjalin kemitraan strategis dengan Indonesia, termasuk meliputi sektor keamanan maritim. Beberapa negara lain juga menjalin kemitraan serupa, seperti China, Korea Selatan, dan Jepang. “Bahkan Uni Eropa pun ingin menjalin kerjasama dengan kita. Begitu pula Inggris,” kata Judijanto.
Dia pun menunjukkan betapa pentingnya perairan-perairan Indonesia bagi perdagangan dan pelayaran internasional. “Setiap tahun, 63 ribu kapal melintas Selat Malaka; 3.500 di Selat Sunda, dan 3.900 di Selat Lombok.”
Di Selat Malaka, tonase kapal-kapal dagang yang melintas setiap tahun mencapai 525 juta ton dengan nilai US$390 miliar, di Selat Sunda sebanyak 15 juta ton dengan nilai total US$5 miliar, sedangkan di Selat Lombok sebanyak 140 juta ton senilai US$40 miliar.
Presentasi Judijanto itu mendukung penilaian Duta Besar David Merrill–diplomat veteran yang kini memimpin lembaga persahabatan AS-Indonesia, Usindo, yang menjadi penyelenggara diskusi–yang sebelumnya memaparkan bahwa Indonesia memiliki tiga selat kunci bagi perdagangan dan pelayaran global, yaitu Malaka, Sunda, dan Lombok.
“Itulah yang membuat Indonesia punya peran esensial dalam mempertahankan keamanan maritim di Asia Pasifik, begitu pula dengan perdagangan dan pelayaran global,” kata Merrill. [arrahmah/www.al-khilafah.org]
Panglima Komando Militer AS di Kawasan Pasifik (PACOM), Laksamana Samuel J. Locklear III menegaskan bahwa posisi Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Pasifik kini makin strategis di tengah perubahan dinamika kekuatan global. Itulah sebabnya AS dalam beberapa tahun terakhir menitikberatkan kepentingan keamanannya di Asia Pasifik.
Dalam kunjungan selama tiga hari di Indonesia ini, Locklear tidak hanya menemui para petinggi keamanan dan militer setempat. Dia juga merasa perlu menemui para cendekiawan, mahasiswa hingga jurnalis dalam suatu acara di Jakarta, Jumat 8 Februari 2013, untuk menjelaskan pandangannya soal pergeseran fokus keamanan AS ke Asia Pasifik, yang pertama kali diumumkan Presiden Barack Obama pada November 2011.
Locklear menyebut pergeseran fokus itu sebagai “Perimbangan Kembali (Rebalance) Peran AS di Asia Pasifik.” Dia menegaskan perimbangan yang dimaksud bukan bersifat konfrontatif atau untuk menyudutkan negara atau pihak tertentu. “Ini bukan hanya menyangkut militer tapi juga kebijakan, diplomasi, dan perdagangan. Perimbangan ini adalah suatu strategi kolaborasi dan kerjasama,” kata Locklear.
Setelah mengakhiri perang di Irak dan Afganistan, AS menggeser fokus kepentingan keamanannya ke kawasan ini. Itulah sebabnya lebih dari setengah kekuatan militer laut AS kini ditugaskan beroperasi di kawasan yang terdiri dari beragam negara itu, termasuk Indonesia.
Maka itu, tidaklah heran bila kini Laksamana Locklear memimpin komando gabungan militer terbesar yang dimiliki AS. Wilayah operasi PACOM meliputi Asia Pasifik, Asia Timur, dan Asia Selatan.
PACOM dibekali seperlima dari total kekuatan militer AS dan akan memimpin 60 persen dari armada Angkatan Laut Amerika. Saat ini, armada militer AS di Pasifik diperkuat oleh lima kapal induk dengan kekuatan pendukung, yaitu 180 kapal, 1.500 pesawat, dan 100.000 personel militer aktif.
Locklear memaparkan betapa pentingnya Asia Pasifik bagi kepentingan keamanan negaranya. “Selama hampir setahun menjabat sebagai panglima, saya makin kagum atas beragamnya kompleksitas di kawasan ini, yang melingkupi lebih dari separuh permukaan Bumi dan lebih dari setengah jumlah populasinya. Kawasan ini punya keragaman yang luar biasa secara sosial, budaya, ekonomi, dan geopolitik,” kata Locklear.
Dia pun memaparkan data yang cukup spesifik dalam menegaskan betapa banyak dan beragamnya kekuatan di Asia Pasifik saat ini dan itu menjadi perhatian utama AS. “Kawasan ini punya dua dari tiga ekonomi terbesar di dunia dan tujuh dari 10 negara terkecil di muka bumi,” kata Locklear.
“Asia Pasifik juga punya negara yang berpenduduk paling banyak di dunia, dan juga negara demokratik terpadat, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak, dan republik terkecil,” lanjutnya.
Locklear memaparkan bahwa dari segi bisnis dan perdagangan, Asia Pasifik juga sangat strategis. Kawasan ini “memiliki sembilan dari 10 pelabuhan terbesar di dunia, dan jalur-jalur laut paling sibuk yang menghasilkan lebih dari US$8 triliun dari arus perdagangan dua arah yang melibatkan setengah dari total kargo kontainer dunia dan 70 persen dari kapal-kapal pengangkut bahan energi melintasi lautan Pasifik setiap hari,” kata Locklear.
Di sisi pertahanan dan keamanan, Asia Pasifik dianggap AS sebagai kawasan yang paling banyak diperlengkapi kekuatan militer. “Kawasan ini punya tujuh dari 10 kekuatan militer terbesar. Lalu, angkatan-angkatan laut terbesar dan paling mutakhir berada di Asia Pasifik.”
Selain itu, tidak boleh diabaikan bahwa lima dari negara-negara kekuatan nuklir dunia berada di kawasan ini.
“Semua aspek itu, bila dikumpulkan, menghasilkan suatu kompleksitas strategis yang unik,” kata Locklear, yang selama kunjungannya ke Jakarta menemui Panglima TNI, Menteri Pertahanan, dan para pejabat tinggi Indonesia lainnya.
“Jadi, kini ada sebanyak hampir 350 ribu personel militer AS yang berdinas dan tinggal di Asia Pasifik dan bersama mereka juga ada hampir 70 ribu anggota keluarga mereka… Saya tegaskan bahwa Amerika merupakan kekuatan Pasifik. Tidak hanya terletak di Pasifik, namun kami juga punya ikatan sejarah dan ekonomi dengan para negara tetangga sehingga mereka menyadari bahwa kita punya kepentingan yang signifikan sebagai sama-sama negara di Asia Pasifik,” kata Locklear.
Locklear menyatakan tidak ambil pusing atas ancaman pengurangan anggaran militer, seperti yang diwanti-wanti oleh Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta, baru-baru ini karena anggaran baru belum kunjung disetujui Kongres. Masalah ini, kata dia, tidak saja dialami oleh militer namun juga melanda pos-pos anggaran lainnya di tubuh pemerintah AS.
“Militer kami memang harus mengantisipasi perkembangan itu… Namun, kabar baiknya, Presiden Obama sebelumnya menyatakan bahwa Asia Pasifik menjadi prioritas bagi militer kami di masa depan. Tidak saja militer namun juga kerjasama di bidang-bidang lain. Jadi, saya perkirakan justru akan ada banyak interaksi di kawasan ini,” kata Locklear.
Soal China
Sebagai panglima PACOM, Locklear mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi negara-negara Asia Pasifik. Salah satunya adalah perubahan iklim, yang berdampak pada cuaca dan permukaan laut.
“Kondisi itu berpengaruh bagi keamanan masa depan banyak negara di kawasan ini sehingga kita harus paham bagaimana menghadapinya,” katanya.
Ancaman-ancaman lain dari aktor non negara seperti organisasi ekstremis yang menggunakan kekerasan, organisasi teroris, perdagangan narkoba dan lain-lain, juga terus mendatangkan masalah.
Asia Pasifik pun kini masih dihadapkan pada konflik perbatasan dan kepemilikan wilayah. Akses dan kebebasan di wilayah laut dan dunia siber juga dilihat menjadi tantangan yang kian meningkat. Rawannya situasi di Semenanjung Korea pun masih jadi soal. Begitu pula dengan bangkitnya China dan India sebagai kekuatan ekonomi baru.
Selain itu, tidak seperti aliansi keamanan NATO di kawasan Amerika dan Eropa, tidak ada suatu mekanisme pemerintahan tunggal di Asia Pasifik yang menyediakan suatu kerangka bersama dalam menyelesaikan konflik. “Itulah sebabnya perimbangan kembali posisi AS menjadi penting bagi Asia Pasifik. Ini menjadi dasar bagi banyaknya peluang kerjasama AS dengan para negara mitra di kawasan,” kata Locklear.
Dia juga meluruskan sikap AS atas berkembangnya pengaruh China di Asia Pasifik. Menurut dia, pola hubungan kedua negara itu tidak sedramatis seperti yang digambarkan media massa. AS, bagi Locklear, tidak melihat China sebagai ancaman walaupun saat ini sedang bersitegang dengan negara-negara sekutu AS, seperti Jepang dan Filipina, menyangkut masalah teritori.
Locklear tidak setuju dengan anggapan yang beredar saat ini bahwa AS tengah berupaya “mengurung China untuk membendung pengaruhnya di kawasan”. Strategi yang diterapkan Washington, menurut Locklear, adalah justru terus berupaya melibatkan negara komunis itu untuk ikut bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan di Asia Pasifik.
“Kami mengupayakan hubungan yang bertahan lama dengan China, termasuk hubungan militer ke militer. Kami berharap bisa mengesampingkan perbedaan-perbedaan pandangan yang ada dan fokus dalam hubungan yang sama-sama memberi manfaat bersama, seperti memerangi perompakan dan terorisme, melindungi jalur komunikasi laut, kerjasama bantuan kemanusian dan penanggulangan bencana,” kata Locklear.
Peran Indonesia
Sebelum datang ke Jakarta, dalam wawancara singkat melalui telepon dengan VIVAnews, Laksamana Locklear menjelaskan bahwa Indonesia termasuk mitra utama bagi AS dalam menjaga stabilitas di Asia Pasifik. Itulah sebabnya dalam kunjungan ke Jakarta, dia juga menegaskan perlunya pengembangan dan penguatan kerjasama keamanan antara AS dan Indonesia.
Salah satu yang jadi prioritas kedua negara adalah kerjasama keamanan maritim. “Ini merupakan salah satu elemen yang penting bagi kedua negara, mengingat Indonesia berada di persimpangan dua lautan besar dan juga di salah satu jalur distribusi yang paling penting di dunia. “Kepemimpinan negara Anda di wilayah ini dan begitu juga dukungan kami atas kepemimpinan negara Anda di kawasan ini akan menjadi kunci untuk bergerak maju,” kata Locklear.
Banyak yang telah direncanakan pemerintah kedua negara untuk memperkuat kerjasama itu. “Begitu pula akan banyak latihan bersama dan juga latihan di tingkat multilateral yang makin meningkat,” kata Locklear.
Dalam kunjungannya di Jakarta, dia mengatakan bahwa kerjasama antarmiliter kedua negara, terutama sejak 2005, juga semakin erat. “Ini juga termasuk pada kerjasama yang dijalin angkatan laut dari kedua negara. Mengingat letak Indonesia sebagai negara kepulauan di persimpangan yang strategis, kami berharap berbagai kerjasama, seperti berbagi informasi soal situasi keamanan di laut, bisa terus dikembangkan,” kata Locklear, yang menjadi Panglima PACOM sejak Maret 2012.
Dalam suatu diskusi beberapa hari sebelum kunjungan Locklear, seorang perwira menengah TNI Angkatan Laut mengungkapkan bahwa Indonesia memegang posisi yang sangat penting bagi banyak negara besar, termasuk AS. “Wilayah kita ibarat pusat gravitasi keamanan maritim. Itulah sebabnya banyak negara yang ingin meningkatkan kerjasama yang lebih baik dengan Indonesia,” kata Kolonel Laut Judijanto, perwira dari Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal).
Kepala Pusat Olah Yudha (War Game Centre) di Seskoal itu mengingatkan Amerika Serikat telah menjalin kemitraan strategis dengan Indonesia, termasuk meliputi sektor keamanan maritim. Beberapa negara lain juga menjalin kemitraan serupa, seperti China, Korea Selatan, dan Jepang. “Bahkan Uni Eropa pun ingin menjalin kerjasama dengan kita. Begitu pula Inggris,” kata Judijanto.
Dia pun menunjukkan betapa pentingnya perairan-perairan Indonesia bagi perdagangan dan pelayaran internasional. “Setiap tahun, 63 ribu kapal melintas Selat Malaka; 3.500 di Selat Sunda, dan 3.900 di Selat Lombok.”
Di Selat Malaka, tonase kapal-kapal dagang yang melintas setiap tahun mencapai 525 juta ton dengan nilai US$390 miliar, di Selat Sunda sebanyak 15 juta ton dengan nilai total US$5 miliar, sedangkan di Selat Lombok sebanyak 140 juta ton senilai US$40 miliar.
Presentasi Judijanto itu mendukung penilaian Duta Besar David Merrill–diplomat veteran yang kini memimpin lembaga persahabatan AS-Indonesia, Usindo, yang menjadi penyelenggara diskusi–yang sebelumnya memaparkan bahwa Indonesia memiliki tiga selat kunci bagi perdagangan dan pelayaran global, yaitu Malaka, Sunda, dan Lombok.
“Itulah yang membuat Indonesia punya peran esensial dalam mempertahankan keamanan maritim di Asia Pasifik, begitu pula dengan perdagangan dan pelayaran global,” kata Merrill. [arrahmah/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar