CIIA: Kerjasama Indonesia-AS dalam rangka menjaga keberlangsungan Imperialisme
Dari study OSF tercatat Indonesia berperan dalam penangkapan Muhammad Saad Iqbal Madni, Nasir Salim Ali Qaru, dan Omar al Faruq yang dipesan CIA dan ditransfer ke luar Indonesia.Saya melihat ini konsekuensi kemitraan Indonesia-Amerika Serikat dalam war on terorism pasca 9/11.
Hal itu diungkapkan Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menanggapi laporan study OSF, kepada arrahmah.com, Minggu (10/2/2013) Jakarta.
“BIN secara aktif yang ketika itu dipimpin Hendropriyono sharing informasai ke CIA terkait jejaring “terorisme” versi Amerika. Bahkan menjalankan operasi penangkapan beberapa orang berdasarkan order dari CIA. Seperti, Omar al Faruq yang diterbangkan dari Pondok Cabe setelah ditangkap di Baranangsiang, Bogor. Saat itu, yang termasuk menjadi orderAS adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Tapi, Megawati menolak menyerahkan ustadz Ba’asyir,” ujar Harits.
Kata Harits, begitu juga BIN dalam sebuah study terlibat rekayasa penangkapan orang Indonesia di luar negeri dengan tuduhan terlibat jaringan terorisme dengan pola penjebakan (fitnah). Seperti yang menimpa Agus Dwikarna (Ketua Laskar Jundullah, Sulsel) Di Filipina dan tukar informasi terkait Fathurahman Al Ghozi yang akhirnya tewas.
“Dan sekarang yang loyal mengikuti protokol CIA dalam kontra terorisme di Indonesia adalah BNPT dan Densus 88,”Jelasnya.
Lanjutnya, dari beberapa catatan fakta tersebut menjadi indikasi kuat dan mempertegas, perang melawan terorisme di Indonesia bukanlah agenda mandiri, akan tetapi agenda global yang dikumandangkan oleh Amerika. Dan sekarang dalam konteks lokal, kontra terorisme disterilkan oleh BNPT dan Densus 88 dari konteksnya yakni proyek global dan factor-faktor global yang memicu lahirnya perlawanan di dunia Islam.Dan Sejatinya perlawanan di dunia Islam sebagai akibat kezaliman global Amerika Cs.
“Namun, Amerika memanipulasi dunia bahwa perlawanan tersebut adalah tindakan terorisme. Maka perang melawan terorisme sejatinya “topeng” imperialisme di dunia Islam,” tutur Harits.
Dengan menjalankan strategi “stick and carrot” (politik belah bambu) di dunia Islam, jelasnya, Amerika menjaga keberlangsungan imperialismenya. Loyalitas Indonesia mengikuti arus perang melawan teroris, Amerika pun memberikan banyak hibah, pelatihan capacity building dan jalinan informasi dengan CIA hingga kini berjalan.
“Dan kali ini penahanan hingga vonis penjara 15 tahun bagi ustadz Abu Bakar Ba’asyir saya duga kuat juga order dari CIA (Amerika), jadi sangat politis. Dan kedzaliman ini produk kemitraan konspiratif Indonesia-Amerika dengan korban sebagian besar kelompok umat Islam,” lontar Harits.
Bahkan kemudian, Sambungnya, menjadikan Islam didiskreditkan dengan beragam strategi opini dan propaganda. Dan target utamanya di Indonesia adalah Islam moderat dan liberal yang boleh tumbuh berkembang karena Islam versi Amerika inilah yang akan menjaga eksistensi kepentingan Barat. Bahkan juga menjaga keberlangsungan status quo yang wala’nya kepada Barat.
“Wajar wakil Rakyat harus panggil BIN dan minta pertanggungjawabannya,” pungkas Harits.[www.al-khilafah.org]
Hal itu diungkapkan Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menanggapi laporan study OSF, kepada arrahmah.com, Minggu (10/2/2013) Jakarta.
“BIN secara aktif yang ketika itu dipimpin Hendropriyono sharing informasai ke CIA terkait jejaring “terorisme” versi Amerika. Bahkan menjalankan operasi penangkapan beberapa orang berdasarkan order dari CIA. Seperti, Omar al Faruq yang diterbangkan dari Pondok Cabe setelah ditangkap di Baranangsiang, Bogor. Saat itu, yang termasuk menjadi orderAS adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Tapi, Megawati menolak menyerahkan ustadz Ba’asyir,” ujar Harits.
Kata Harits, begitu juga BIN dalam sebuah study terlibat rekayasa penangkapan orang Indonesia di luar negeri dengan tuduhan terlibat jaringan terorisme dengan pola penjebakan (fitnah). Seperti yang menimpa Agus Dwikarna (Ketua Laskar Jundullah, Sulsel) Di Filipina dan tukar informasi terkait Fathurahman Al Ghozi yang akhirnya tewas.
“Dan sekarang yang loyal mengikuti protokol CIA dalam kontra terorisme di Indonesia adalah BNPT dan Densus 88,”Jelasnya.
Lanjutnya, dari beberapa catatan fakta tersebut menjadi indikasi kuat dan mempertegas, perang melawan terorisme di Indonesia bukanlah agenda mandiri, akan tetapi agenda global yang dikumandangkan oleh Amerika. Dan sekarang dalam konteks lokal, kontra terorisme disterilkan oleh BNPT dan Densus 88 dari konteksnya yakni proyek global dan factor-faktor global yang memicu lahirnya perlawanan di dunia Islam.Dan Sejatinya perlawanan di dunia Islam sebagai akibat kezaliman global Amerika Cs.
“Namun, Amerika memanipulasi dunia bahwa perlawanan tersebut adalah tindakan terorisme. Maka perang melawan terorisme sejatinya “topeng” imperialisme di dunia Islam,” tutur Harits.
Dengan menjalankan strategi “stick and carrot” (politik belah bambu) di dunia Islam, jelasnya, Amerika menjaga keberlangsungan imperialismenya. Loyalitas Indonesia mengikuti arus perang melawan teroris, Amerika pun memberikan banyak hibah, pelatihan capacity building dan jalinan informasi dengan CIA hingga kini berjalan.
“Dan kali ini penahanan hingga vonis penjara 15 tahun bagi ustadz Abu Bakar Ba’asyir saya duga kuat juga order dari CIA (Amerika), jadi sangat politis. Dan kedzaliman ini produk kemitraan konspiratif Indonesia-Amerika dengan korban sebagian besar kelompok umat Islam,” lontar Harits.
Bahkan kemudian, Sambungnya, menjadikan Islam didiskreditkan dengan beragam strategi opini dan propaganda. Dan target utamanya di Indonesia adalah Islam moderat dan liberal yang boleh tumbuh berkembang karena Islam versi Amerika inilah yang akan menjaga eksistensi kepentingan Barat. Bahkan juga menjaga keberlangsungan status quo yang wala’nya kepada Barat.
“Wajar wakil Rakyat harus panggil BIN dan minta pertanggungjawabannya,” pungkas Harits.[www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar