Kajian Fiqh : Haramkah Golput dalam Islam?
Rabu, 6 maret 2013. Masjid Ibnu Sina, Universitas
Padjadjaran Jatinangor, LDK DKM UNPAD mengadakan kajian Fiqh
kontemporer, tema yang diangkat kali ini mengenai bagaimana pandangan
islam mengenai golput. Tema tersebut diangkat ketika banyak kalangan
masyarakat khususnya mahasiswa masih memiliki pandangan yang samar
mengenai golput tersebut.
Kegiatan
kajian fiqh ini ditutup dengan ajakan agar mahasiswa muslim melakukan
aktivitas dakwah untuk menyadarkan umat dengan tulisannya, khususnya
mahasiswa akan pentingnya mengganti sistem demokrasi sekuler ini dengan
sistem islam yang berasal dari Allah swt dalam bingkai khilafah. (mm) [Taufiq/DKMUPpress/www.al-khilafah.org]
“Banyak
orang menganggap orang yang memillih golput, adalah orang yang apatis,
apolitis” tutur pengisi kajian Ust. Hakim Abdurrahman S.Si. yang
merupakan aktifis bakti DKM Unpad. Beliau menyampaikan, jika pada
kenyataannya, sikap seseorang yang memilih untuk tidak memilih ketika
pemilu dalam sistem demokrasi sekuler saat ini, merupakan tindakan yang
menunjukan tiga indikasi sikap seseorang. Pertama, ia tidak memilih
karena perkara teknis, misalkan jauh dari TPS atau tidak mendapatkan
sosialisasi. Kedua, Ia tidak memilih karena sudah tidak percaya kepada
demokrasi yang sudah nyata-nyata menyengsarakan kehidupan rakyat
Indonesia dengan diterapkannya sistem yang kapitalis-sekuler. Ketiga,
adalah orang yang memang menganggap bahwa demokrasi dari akarnya sudah
bertentangan dengan aqidah islam yaitu asas kedaulatan ditangan rakyat.
Pada
dasarnya, pemilu yang dalam islam merupakan akad wakalah (perwakilan)
adalah perkara yang mubah atau dibolehkan dalam islam, asalkan
rukun-rukunnya terpenuhi. Dalam hal pemilu ini, berarti kita (harusnya)
mewakilkan kepemimpinan kepada seseorang agar menerapkan hukum hanya
yang berasal dari Allah swt. Karena, menerapkan hukum selain hukum Allah
bisa membawa kita kepada kekafiran (lihat QS. Al Maidah [5] : 44). Nah,
Pemilu dalam sistem demokrasi menjadi jalan untuk seseorang atau
sekelompok orang bisa menerapkan hukum yang sumbernya bukan berasal dari
Allah swt (Alquran dan As sunnah), sehingga akad wakalah-nya menjadi
batil, karena salah satu rukunnya tidak terpenuhi.
Lewat demokrasilah, maka kebebasan dijunjung
setinggi tingginya. Manusia bisa bebas mengoceh sesuai akal dan hawa
nafsunya (freedom of speech). Dalam sistem demokrasi, seseorang boleh
memiliki tambang emas seluas-luasnya, bahkan pulau pun boleh dimiliki
oleh seorang saja. Lewat sistem yang menjunjung tinggi kebebasan inilah
lahir undang-undang yang nyata-nyata menyengsarakan rakyat dan hanya
mengunungkan kapitalis saja. Lewat sistem ini jugalah manusia boleh
berpindah agama (baca: murtad) karena memang hal tersebut dilindungi
undang-undang negara.
“disinilah
peran pengemban dakwah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat umum,
mengenai kesalahan demokrasi, kebobrokan demokrasi yang memang sudah
bertentangan dengan aqidah islam dan secara nyata menyengsarakan, serta
memberikan solusi Islam kepada mereka” tambah aktivis yang juga
merupakan lulusan Universitas Padjadjaran ini.
Tidak ada komentar