Data Kemiskinan tak Valid, BLSM Hanya Mengulang BLT
Pemerintah berhasil meloloskan UU APBN P 2013 yang berdampak pada
disetujuinya kenaikan harga BBM dan pemberian BLSM kepada 15 juta rakyat
miskin. Namun, seperti diketahui, hingga saat ini pemerintah tidak
memiliki data tunggal mengenai jumlah kemiskinan termasuk kriteria
miskin dan penerima BLSM.
Kebijakan pemerintah yang disetujui DPR RI secara voting kemudian mengundang pertanyaan, pasalnya hal ini dianggap sama dengan kondisi pembagian BLT yang dilakukan oleh pemerintah jelang pemilu 2009.
"Kami melakukan evaluasi dulu (2009), BLT jadi alat politik penguasa yang bedampak di pada pemilu tapi tidak berdampak apa-apa bagi meningkatkan taraf hidup masyarkat karena bersifat sementara. Nah, begitu juga BLSM nasibnya akan serupa. dan yang jadi pertanyaan, tidak ada angka tunggal berapa banyak rakyat miskin," kata Anggota Banggar DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Rabu (19/6).
PDI-P pernah mencatat, dalam BLT yang digelontorkan 2008 lalu hanya berdampak pada meningkatnya kegiatan konsumtif ketimbang perbaikan taraf hidup. Padahal dengan dana yang mencapai triliunan rupiah, alangkah baiknya jika dialokasikan pada pembangunan desa secara berkesinambungan.
"Kami punya solusi untuk dana itu dibagiakan kepada desa, mebangun perairan, jalan yang dilakukan oleh rakyat masing-masing, tapi itu tidak digubris, Rp250 juta per sesa. Soal kenaikan BBM, pemerintah memiskinkan dulu rakyatnya lalu diberi bantuan, itu kan sama saja bohong," paparnya.
Selain itu, belamra dari BLT, BLSM akan menimbulkan kecemburuan sosial termasuk mematik konflik sosial didalamnya. Tidak sedikit kepala desa menjadi sasaran warga karena kriteria tingkat kemiskinan yang tidak jelas.
Anggota Fraksi PDI-P Arif Wibowo mengatakan, dengan data kemiskinan yang tidak jelas dan berbeda-beda di tiap kementrian dan lembaga yang menghitungnya, hanya akan menegaskan BLSM ini sarat kepentingan politik ketimbang ikhlas memberi bantuan kepada rakyat.
Dari hasil evaluasi PDI-P, BLSM ibarat dana bansos, yang seharusnya digelontorkan untuk produksi rakyat, memberikan pekerjaan padat karya dan pembangunan infrastruktur. Jika hanya memberi kan seperti ini, pemerintah akan mengulang kesalahan yang sama dengan 2009 dan merusak mental bangsa menjadi bangsa pengemis.
"Kami usulakan tanpa kenaikan BBM dengan menggelontorkan program padat karya dan infrastruktur. Ini jadi porgram pengemisan masal, merusak mental bangsa yang terpenting data kemiskinan tidak akurat. ini akan mengulang kesalahan yang sama dengan 2009, yang digelontorkan selalu menjelang pemilu." [metrotvnews/www.al-khilafah.org]
Kebijakan pemerintah yang disetujui DPR RI secara voting kemudian mengundang pertanyaan, pasalnya hal ini dianggap sama dengan kondisi pembagian BLT yang dilakukan oleh pemerintah jelang pemilu 2009.
"Kami melakukan evaluasi dulu (2009), BLT jadi alat politik penguasa yang bedampak di pada pemilu tapi tidak berdampak apa-apa bagi meningkatkan taraf hidup masyarkat karena bersifat sementara. Nah, begitu juga BLSM nasibnya akan serupa. dan yang jadi pertanyaan, tidak ada angka tunggal berapa banyak rakyat miskin," kata Anggota Banggar DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Rabu (19/6).
PDI-P pernah mencatat, dalam BLT yang digelontorkan 2008 lalu hanya berdampak pada meningkatnya kegiatan konsumtif ketimbang perbaikan taraf hidup. Padahal dengan dana yang mencapai triliunan rupiah, alangkah baiknya jika dialokasikan pada pembangunan desa secara berkesinambungan.
"Kami punya solusi untuk dana itu dibagiakan kepada desa, mebangun perairan, jalan yang dilakukan oleh rakyat masing-masing, tapi itu tidak digubris, Rp250 juta per sesa. Soal kenaikan BBM, pemerintah memiskinkan dulu rakyatnya lalu diberi bantuan, itu kan sama saja bohong," paparnya.
Selain itu, belamra dari BLT, BLSM akan menimbulkan kecemburuan sosial termasuk mematik konflik sosial didalamnya. Tidak sedikit kepala desa menjadi sasaran warga karena kriteria tingkat kemiskinan yang tidak jelas.
Anggota Fraksi PDI-P Arif Wibowo mengatakan, dengan data kemiskinan yang tidak jelas dan berbeda-beda di tiap kementrian dan lembaga yang menghitungnya, hanya akan menegaskan BLSM ini sarat kepentingan politik ketimbang ikhlas memberi bantuan kepada rakyat.
Dari hasil evaluasi PDI-P, BLSM ibarat dana bansos, yang seharusnya digelontorkan untuk produksi rakyat, memberikan pekerjaan padat karya dan pembangunan infrastruktur. Jika hanya memberi kan seperti ini, pemerintah akan mengulang kesalahan yang sama dengan 2009 dan merusak mental bangsa menjadi bangsa pengemis.
"Kami usulakan tanpa kenaikan BBM dengan menggelontorkan program padat karya dan infrastruktur. Ini jadi porgram pengemisan masal, merusak mental bangsa yang terpenting data kemiskinan tidak akurat. ini akan mengulang kesalahan yang sama dengan 2009, yang digelontorkan selalu menjelang pemilu." [metrotvnews/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar