Header Ads

Larangan Jilbab Dicabut Sekularisme di Turki Runtuh?


Alhamdulillah, patut disyukuri bahwa negara sekular Turki telah mencabut larangan jilbab dan kerudung bagi kalangan tertentu yang sebelumnya dilarang untuk mengenakannya oleh undang-undang. Tentu ini merupakan hal yang baik dan kita patut bersyukur kepada Allah. Namun, umat Islam sebaiknya jangan terlalu berlebihan merespon perkembangan ini sampai-sampai menyatakan bahwa sekularisme di Turki telah berakhir begitu dicabutnya larangan pemakaian jilbab dan kerudung.

Negara sekular adalah negara yang tidak berdiri di atas agama, tidak menjalankan kebijakan publiknya berdasarkan aturan-aturan agama, dan mengatur agama sebagai permasalahan yang bersifat pribadi dalam kehidupan para warganya. Tak jarang pula sebuah negara sekular ikut mendukung penerapan hukum agama dalam batas-batas tertentu, yakni tetap dalam konteks urusan ritual, moral atau keluarga (seperti urusan nikah, talak, rujuk, ).
Adapun negara Turki, maka dahulunya ia bukan hanya sekedar negara sekular, melainkan negara sekular plus negara yang sangat represif dan sensitif terhadap Islam. Negara yang lahir di atas puing ibu kota Khilafah ini pada awal berdirinya sangat phobi terhadap segala hal yang berbau Arab dan Islam di ranah publik. Sampai-sampai pengenaan jilbab di larang, surban dilarang, adzan juga tidak boleh dikumandangkan dengan Bahasa Arab. Pemerintah yang sekarang berusaha untuk menghapuskan sikap represif tersebut. Maka, jika hari ini jilbab dan kerudung dibolehkan dan adzan juga boleh dikumandangkan secara normal, maka paling jauh yang dihilangkan hanyalah plusnya, yaitu sikap represifnya terhadap syi’ar Islam. Adapun sekularismenya tetap tertinggal, tidak hilang hanya karena penduduk dan pegawainya dibolehkan untuk memakai jilbab dan kerudung. Perlu kita ingat bahwa di Amerika Serikat, jilbab dan kerudung bahkan cadar pun juga dibolehkan. Tapi apakah itu berarti Amerika Serikat bukan merupakan negara sekular? Tentu tidak demikian. Ini yang pertama.
Yang kedua, negara Turki ketika mencabut larangan jilbab dan kerudung berarti mempersilahkan wanita yang mau memakai jilbab dan kerudung untuk memakai jilbab dan kerudung. Kemauan ini diserahkan kepada kehendak pribadi. Artinya, negara tidak melarang wanita untuk memakai jilbab dan kerudung, juga tidak memerintahkan mereka untuk memakainya. Maka, soal memakai jilbab dan kerudung ini sekarang menjadi urusan personal kaum muslimah di sana. Ketika negara mencabut larangan jilbab dan kerudung berarti negara tidak lagi mengaturnya alias membebaskannya. Maka dalam pencabutan larangan ini sebenarnya tidak ada hukum Islam yang diterapkan oleh negara. Negara hanya mengendorkan sikap represif undang-undang terhadap umat Islam saja.
Inilah ciri negara sekular, yakni menjadikan urusan pelaksanaan syariat Islam sebagai masalah privat/individu, tidak menjadi kebijakan publik. Langkah pencabutan larangan ini belum menyentuh sekularisme sama sekali. Negara Turki dapat dikatakan sidikit mencederai sekularisme Turki jika pemerintah membuat kebijakan yang, misalnya, mewajibkan semua muslimah untuk memakai pakaian yang diperintahkan oleh Islam, yakni jilbab dan kerudung. Konsekuensinya, jika ada muslimah yang tidak memakainya maka pemerintah akan menjatuhkan sanksi. Nah, Jika kebijakannya semacam ini, maka barulah dapat kita katakan bahwa Turki telah melakukan tikaman kepada sekularisme yang bangun ataturk, meski tikaman seperti itu (yakni mewajibkan jilbab dan jilbab dan kerudung) sebenarnya juga tidak terlalu signifikan. Artinya tidak akan serta-merta menumbangkan sekularisme begitu saja.
Pukulan mematikan terhadap sekularisme –bukan sekedar mencederainya- hanya bisa dilakukan dengan perombakan asas negara yang semula sekularisme menjadi Islam. Kemudian Islam tidak hanya tercermin sekedar dalam bentuk pembolehan jilbab dan kerudung, namun terejawantahkan secara jelas dalam bentuk sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, hukum, politik pendidikan dan politik luar negerinya. Itu tak mungkin dilakukan jika asas yang digunakan untuk membangun negara dan landasan pemikiran yang menjadi acuan pembuatan hukum dan kebijakan masih saja bukan akidah Islam.
Dan tulisan ini diungkapkan secara baik dan bukan merupakan penghinaan kepada siapa pun. Ini hanya pendapat yang menurut saya benar memandang pencabutan larangan jilbab dan kerudung di Turki dan tanggapan atas pandangan sebagian kalangan yang terlalu berlebihan dalam menilai hal tersebut. Sekali lagi, semuanya hanyalah “menurut pandangan saya”. Titok Priastomo [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.