Header Ads

Roundtable Discussion Tokoh Perempuan “Melawan Imperialisme AS terhadap Perempuan di Asia Tenggara melalui KTT APEC dan Rezim Pasar Bebas” (3)

Pada sesi kedua , Dr. Rini Syafrie (Ketua Lajnah Mashlahiyah DPP MHTI) mengungkapkan bahwa, kesejahteraan rakyat salah satunya tercermin dari relevansi kebijakan pemerintah di tengah publik. Liberalisasi telah mengakibatkan kemiskinan. Fasilitas bidang kesehatan dan pendidikan telah mengalami komersialisasi. Harga tinggi, tetapi kualitas rendah, betapa mahal biaya kesehatan dan persalinan. Belum lagi dengan kurangnya jumlah dokter yang mencapai angka ribuan.


Ibu Nida Sa’adah, S.E, M.Ak, (Ketua Lajnah Khusus Intelektual DPP MHTI), pembahasan perempuan dalam APEC dengan slogannya “Women as Economic Driver” sungguh membahayakan. Islam tidak melarang perempuan dalam aktivitas publik. Persoalan mendasar dari problem ekonomi yang ada di negeri ini setidaknya ada tiga hal: 1) sektor keuangan tersandera oleh hutang sehingga sebagian besar pendapatan negara dialokasikan untuk hutang. Maka prediksi ke depannya, jika Indonesia tidak melakukan resolusi keuangannya,  maka Indonesia tidak akan ada perbaikan; 2) karena aset publik dikuasai oleh asing; 3)  kemiskinan telah disebabkan oleh perdagangan internasional yang tidak fair, dan APEC adalah forum untuk memukul pengusaha wanita yang harus berkompetisi dalam perdagangan global. Tentang pemberdayaan perempuan, Rachmi mengatakan bahwa pemberdayaan melaui UMKM yang diharapkan adalah penyerapan modal, dan pemodalannya dipaksa lewat bank.

Sister Sumayyah Ammar (anggota Muslimah Hizbut Tahrir Malaysia), Malaysia mungkin memiliki tingkat ekonomi yang sedikit lebih stabil daripada Indonesia. Tapi sebenarnya posisinya sama, ibaratnya seperti ikan besar dan ikan kecil saja. Hanya saja, di Malaysia faktor yang mendominasi adalah faktor sosial, tapi sejatinya termasuk faktor ekonomi juga.

Fika menegaskan, bahwa dampak APEC terhadap perempuan di Asia/Asia Tenggara, yang paling menonjol adalah eksploitasi ekonomi. Karena eksportir TKW yang terbesar di kawasan tersebut adalah Indonesia dan Filipina. Dengan adanya rezim perdagangan bebas, akan terkait dengan fakta pasar kerja fleksibel, dimana mereka bisa mendapat pasar tenaga kerja murah. Dan sasarannya adalah perempuan. Ini jelas ada relevansi yang luar biasa erat dengan rumah tangga. Perempuan mudah tergiur dengan gaji besar, dani konsekuensinya harus meninggalkan keluarga di dalam negeri.

Dr. Rini Syafrie,
Ketua Lajnah Mashlahiyah DPP MHTI
Sister Sumayyah Ammar,
anggota Muslimah Hizbut Tahrir Malaysia
[htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.