Header Ads

Ashrawi : mengakui "Israel" sebagai negara Yahudi berarti melegalkan rasisme

Tekanan “Israel” pada Palestina untuk mengakui “Isarel” sebagai negara Yahudi merupakan upaya untuk melegalkan rasisme, kata seorang pejabat PLO, sebagaimana dilaporkan oleh Albawaba News, Ahad (12/1/2014).



Anggota Komite Eksekutif PLO Hanan Ashrawi mengatakan bahwa mengakui “Israel” sebagai negara Yahudi itu berarti bahwa setiap orang Yahudi akan memiliki hak untuk kembali ke Palestina, sementara Palestina akan kehilangan hak itu.

Ashrawi mengatakan kepada Ma’an Agency News  bahwa “Israel” ingin menciptakan narasi yang menolak kehadiran warga Palestina, mencabut hak-hak dan kelangsungan mereka di tanah Palestina yang bersejarah.

Pengakuan sebuah negara Yahudi akan membebaskan “Israel” dari tanggung jawabnya terhadap para pengungsi Palestina yang dipaksa mengungsi dari rumah mereka pada tahun 1948, kata Ashrawi.

Mantan warga Palestina yang sekarang menjadi anggota di Knesset “Israel”, Talab al-Sani, mengatakan bahwa mengakui”Israel” sebagai suatu negara akan membatalkan narasi warga Palestina tentang tragedi Nakba. Ini juga akan menghapus hak para pengungsi Palestina untuk kembali.

Selama pembicaraan perdamaian, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berulang kali menyebutkan bahwa pengakuan Palestina terhadap “Israel” sebagai negara Yahudi sebagai prasyarat bagi perdamaian.

Pengakuan “Israel” sebagai negara Yahudi merupakan persyaratan minimal untuk perdamaian, tegas Netanyahu dalam Forum kebijakan Timur Tengah di Washington pada 8 Desember, 2013.

Netanyahu mengatakan bahwa akan ada kedamaian jika tidak ada lagi klaim nasional Palestina pada negara Yahudi. Tidak ada hak kembali dan  tidak ada klaim sisa apapun.

Lebih dari 760.000 warga Palestina – diperkirakan saat ini berjumlah 4,8 juta termasuk keturunan mereka – dipaksa ke pengasingan atau diusir dari rumah mereka dalam konflik seputar pembentukan Israel pada tahun 1948.

Para pejabat Palestina telah berulang kali mengatakan bahwa mengakui konsep “Israel” sebagai “negara Yahudi” tidak perlu, dan pengakuan itu mengancam hak-hak hampir 1,3 juta warga warga Palestina dari “Israel” yang tetap tinggal di rumah mereka selama perpindahan mayoritas penduduk Palestina selama perang 1948.

Hak para pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka tercantum dalam pasal 11 dari resolusi PBB 1948.

Wilayah yang diduduki secara ilegal oleh “Israel” yang meliputi Tepi Barat dan Yerussalem Timur sejak tahun 1967 merupakan wilayah Palestina yang sah yang diakui secara internasional. [arrahmah/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.