Header Ads

Demokrasi Mahal, Bikin Caleg Frustrasi Makam pun Dikunjungi

Sepuluh tahun sudah Goldy Trimo berkecimpung di dunia politik. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur itu pun mengaku sudah hafal perilaku rekan-rekannya sesama politisi. Khususnya terkait ritual yang rutin mereka lakukan menjelang pemilihan umum



Menurut Goldy kebiasaan politisi mengunjungi makam keramat meningkat menjelang pemungutan suara. Umumnya dilakukan akibat seorang calon anggota legislatif memiliki kepercayaan diri yang lemah.

Ongkos besar yang terlanjur dikeluarkan saat kampanye membuat pola pikir seorang calon anggota legislatif tidak lagi rasional. “Kalau menurut saya ya salah dan sudah enggak benar ya. Ngapain percaya dan berdoa ke makam keramat supaya menang di Pemilu,” kata pria berusia 49 tahun itu kepada detikcom, Ahad (2/3) kemarin.

Hal yang sama dikatakan calon legislator dari Partai Hanura, Haridt Rahman Hakim, 37 tahun. Mantan aktivis 1998 ini menilai saat ini mulai muncul gejala yang keliru di kalangan politisi menjelang pemilu. Selain sudah habis-habisan biaya, mereka terkesan nekat berbuat apapun agar bisa meraih kursi yang diinginkan.

“Ya ini kan tergantung lagi. Cuma yang perlu dilurusin kan jangan terlalu percaya gituan. Takut bisa gila,” kata Rahman kepada detikcom, Senin, (3/3) kemarin.

Sementara tokoh spritual sekaligus politisi Permadi menilai maraknya caleg ke makam keramat dianggap sudah menjadi trend, dan menghilangkan budaya sebenarnya. Karena tidak percaya diri, para caleg ini meminta bantuan doa kepada para leluhur agar bisa dimudahkan urusannya.

“Sebenarnya enggak jadi masalah. Wong aku juga masih ke makam-makam. Cuma itu harus benar pola pikir pengertiannya,” sebut pria berusia 73 tahun itu.

Pengamat politik dari Universitas Gajah mada Ari Dwipayana menilai kebiasaan caleg mengunjungi makam keramat adalah wujud ketidakpercayadirian mereka. Para caleg tersebut merasa tidak yakin bisa bertarung dengan modal yang dimiliki, baik dari segi sosial, finansial, dan modal simbolik.

Sehingga kemudian mereka mencari cara alternatif untuk mendongkrak rasa percaya diri dalam proses politik, misalnya dengan ziarah kubur atau datang ke tempat keramat, bahkan ke dukun.

“Itu bisa dikatakan upaya mistifikasi yakni menganggap proses-proses politik itu ada campur tangan dunia gaib,” kata Ari kepada detikcom, Senin (3/3) kemarin. [detiknews/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.