Header Ads

Layani Perintah Tuannya, Menlu Minta WNI Tidak Berjihad di Suriah

Usai  bertemu menteri luar negeri Amerika Serikat John F Kerry, pada Ahad (17/2), Menteri luar negeri Marty Nata Legawa menghimbau warga negara Indonesia yang masih ada di Suriah untuk tidak ikut terlibat dalam perang tersebut.



Kebijakan AS dalam menggunakan agen-agennya ini tentu tidak bisa dipisahkan dengan “kegagalan” pertemuan Jenewa ke-2. Dimana setelah lebih dari  tiga minggu perundingan, Lakhdar Brahimi mengumumkan bahwa perundingan Jenewa II , kembali menemui jalan buntu. Brahimi menyatakan bahwa terdapat dua cara pandang yang tidak mungkin dipertemukan, dimana pihak pemerintah menganggap bahwa persoalan utama krisis Suriah adalah adanya  kelompok teroris yang berkeinginan menjatuhkan penguasa, sementara pihak oposisi bersikeras untuk segera dibentuk pemerintahan transisi tanpa peran Rezim Asad. Kemudian dia mengatakan: “Saya meminta maaf kepada seluruh warga Suriah, karena kami belum bisa berbuat banyak, hingga putaran kedua Jenewa II  ini”.

Anehnya, pengumuman kegagalan itu tidak  mendapat reaksi yang begitu berarti baik dari AS maupun Rusia, yang menjadi sponsor utama perundingan ini. Diamnya AS ini menunjukkan bahwa target AS dalam Jenewa II, sesungguhnya sudah tercapai. Sebab, sejak awal AS menyadari bahwa tak tidak banyak hal yang bisa diharapkan dari Jenewa II.

AS hanya ingin memastikan bahwa pihak oposisi bersedia berunding dan menerima konsep pemerintahan sekuler pasca Asad, yaitu melalui pembentukan pemerintahan transisi. Bila hal ini sudah dikantongi, maka target Jenewa 2 sesungguhnya sudah tercapai.

Persoalan terbesar bagi AS adalah bagaimana menyiapkan situasi kondusif untuk membentuk pemerintahan transisi tersebut. Hal ini tentu tidak bisa didapatkan Amerika dalam perundingan Jenewa ke-2. Yang bisa dilakukan AS saat ini hanyalah mengulur waktu dengan terus menekan warga Suriah, menerima solusi AS.

Apa yang dilakukan rezim Suriah saat ini, dengan menjatuhkan drum-drum berisi bom barel melalui pesawat di atas pemukiman penduduk, juga tak bisa dipisahkan dari strategi AS ini. Observatorium Suriah untuk hak asasi manusia mengatakan, bom barel pasukan Basar al-Asad dikemas dalam drum-drum minyak yang di dalamnya terkandung bahan peledak dan pecahan peluru, ahad (2/2). Hal ini dimaksudkan untuk mengosongkan wilayah basis-basis mujahidin pejuang Suriah dari warga sipil.

Setelah itu, Rezim Assad akan dengan leluasa menggunakan segala jenis senjata, termasuk senjata terlarang sekalipun, dalam menghancurkan sisa-sisa kekuatan pejuang Suriah, dengan dalih memerangi teroris. Lalu dikatakan bahwa semua tindakan brutalnya itu atas dukungan masyarakat initernasional, karena semua  itu semata  dilakukan untuk mengahancurkan kelompok teroris.

Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan menteri luar negeri Suriah, yang sangat bengis dan tak punya malu, Walidul Muallim, dia mengatakan: “Kita mengetahui bahwa mereka yang saat ini berada di Suriah dan menginginkan tegaknya Negara Khilafah, tidak hanya membatasi Suriah sebagai target, apa yang kami lakukan tak lain adalah sebagai bentuk pembelaan, bukan hanya terhadap Suriah, namun juga untuk melindungi Yordania, Libanon dan Turki”.

Strategi AS di sini sangat jelas. Apabila yang dilakukan Rezim Asad berhasil dan  rezim Asad pun menyatakan kemenangannya, maka tak ada pilihan bagi warga Suriah kecuali menerima solusi yang ditawarkan AS. Pada saat itulah perundingan Jenewa ke-3 akan kembali digelar.

Oleh sebab itu, tak heran bila ada seruan pemerintah-pemerintah boneka AS, kepada warganya untuk tidak melibatkan diri dalam peperangan yang terjadi di Suriah, baik dengan alasan keamanan ataupun tuduhan bahwa apa yang dilakukan pejuang Suriah adalah tindakan teror.

Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat Indonesia adalah negeri muslim terbesar, sebagai sesama saudara dalam Islam, seharusnya Indonesia mampu menolong saudaranya yang terzhalimi. Seruan menlu tersebut selain merupakan intervensi AS terhadap sikap politik pemerintah Indonesia juga menunjukkan ketundukan total yang diperlihatkan penguasa negeri ini terhadap kehendak tuannya, meski hal itu menyakiti saudaranya dan  mengkriminalisasi perintah Allah Swt yang Agung. Tidakkah penguasa negeri-negeri Islam ini mendengar setiap jeritan kaum muslimin di Suriah. Mereka senantiasa mengatakan:

ŁŠŲ§ Ų¬ŁŠŁˆŲ“ Ų§Ł„Ł…Ų³Ł„Ł…ŁŠŁ†…! ŲµŁ…ŲŖŁƒŁ… ŁŠŁ‚ŲŖŁ„Ł†Ų§ …!

Ł‚Ų§ŲŖŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ł…Ł† ŁŠŁ‚ŲŖŁ„Ł†Ų§..! Ł‚Ų§ŲŖŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ł…Ł† ŁŠŲ³ŲŖŲ·ŁŠŲ¹ Ł†ŲµŲ±ŲŖŁ†Ų§ ŁˆŁ„Ł… ŁŠŁ†ŲµŲ±Ł†Ų§..!

“Wahai tentara-tentara kaum muslimin, diamnya kalian telah membunuh kami.! Semoga Allah melaknat orang yang membunuh kami..! Semoga Allah Swt melaknat orang-orang yang mampu menolong kami, namun mereka tidak melakukannya..!”

Hingga kini hampir 150 ribu warga Suriah terbunuh.  Bahkan angkanya bisa lebih besar dari itu. Sebagian mereka dibunuh dengan senjata berteknologi, bahan peledak, tembakan peluru, senjata kimia, dsb. Namun sebagian yang lain dibunuh dengan cara konvensional dan murah, dibiarkan mati kelaparan. Di saat masyarakat internasional tawar menawar atas senjata kimia, senjata yang merupakan mimpi buruk abad modern, seolah absah Basar al-Asad secara sengaja memaksa ribuan orang mati karena kelaparan. Di Yarmouk dekat Damaskus saja, sekitar 20.000 orang pengungsi menjadi lemah, kehilangan rambut dan gigi, hingga sekarat karena kelaparan.

Inilah sesungguhnya yang menjadi alasan kenapa umat Islam, terpanggil untuk melaksanakan jihad di Suriah. Hukum Jihad dalam kondisi seperti ini wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan, khususnya para penguasa negeri Islam yang memiliki kekuatan bersenjata. Mereka wajib segara mengumumkan perang. Sebab, alasan pertama diumumkannya perang adalahroddul ‘udwan (menolak  serangan atau kezhaliman). Al-‘udwan secara bahasa adalah azh-zhulm ash-shorih (kezhaliman yang nyata). Tentu yang dimaksud di sini adalah kezhaliman yang dilakukan oleh orang kafir terhadap kaum muslimin. Dasarnya adalah firman Allah SWT.
ŁَŁ…َŁ†ِ Ų§Ų¹ْŲŖَŲÆَŁ‰ Ų¹َŁ„َŁŠْŁƒُŁ…ْ ŁَŲ§Ų¹ْŲŖَŲÆُŁˆŲ§ Ų¹َŁ„َŁŠْŁ‡ِ ŲØِŁ…ِŲ«ْŁ„ِ Ł…َŲ§ Ų§Ų¹ْŲŖَŲÆَŁ‰ Ų¹َŁ„َŁŠْŁƒُŁ…ْ
“Oleh sebab itu, siapa saja yang menyerang kamu maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya kepadamu” (QS. Al-Baqarah: 194).

Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:
ŁˆَŁ‚َŲ§ŲŖِŁ„ُŁˆŲ§ ŁِŁŠ Ų³َŲØِŁŠŁ„ِ Ų§Ł„Ł„Ł‡ِ Ų§Ł„َّŲ°ِŁŠŁ†َ ŁŠُŁ‚َŲ§ŲŖِŁ„ُŁˆŁ†َŁƒُŁ…ْ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu” (QS. Al-Baqarah: 194).

Dan masih banyak ayat-ayat lain senada degan firman Allah tersebut.

Dari sisi waktu, kezhaliman yang wajib ditolak itu meliputi setiap kezhaliman, baik yang sudah terjadi, yang sedang dan terus terjadi sebagaimana di Suriah saat ini, atau yang diduga kuat akan terjadi. Dalam fiqih, perang melawan dua kezhaliman pertama disebut jihad difĆ¢’iy (membalas dan membela diri), sementara yang terakhir disebut jihad hujumiy (menyerang).

Hal ini seperti yang dilakukan Rasulullah Saw terhadap Baniy Musthaliq, ketika sampai berita kepada beliau bahwa mereka telah bersiap-siap menyerang kaum muslimin. Lalu Rasulullah Saw. melakukan serang terhadap mereka terlebih dahulu. Sementara Dari sisi objeknya, meliputi setiap kezhaliman yang menimpa negeri (perampasan dan pengusiran), badan, jiwa, kehormatan dan harta kaum muslimin. (Lihat: al-jihĆ¢d wal qitĆ¢l fĆ® as-siyasah as-syariyyah, Dr. Mahmud Khair Haikal, hal. 631).

Penyebab pertama untuk jihad telah nyata terjadi di Suriah. Rezim al-Asad yang kafir, telah membantai, membunuh, menghalalkan kehormatan dan harta kaum muslimin. Karenanya, jihad wajib segara diumumkan, bukan malah dihalang-halangi.

Memang benar, hukum asalnya jihad adalah fardhu kifayah. Namun, dalam kondisi-kondisi tertentu ia berubah menjadi fardhu ‘ain. Negeri muslim yang mengalami kezhaliman dan serangan musuh-musuh Islam, hukum jihad bagi mereka adalah fardhu ‘ain. Jika mereka tidak mampu menghilangkannya, maka kewajiban itu meluas kepada negeri kaum muslimin yang paling dekat dengannya. Apabila degan bantuan negeri terdekat pun mereka tidak mampu menghadapinya, maka kewajiban jihad juga berada di pundak kaum muslimin yang lain meski jaraknya berjauhan.

Imam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Tak diragukan lagi, dalam kondisi itu, kewajiban jihad berada di pundak kaum muslimin di negeri paling dekat kemudian negeri terdekat berikutnya (‘alal aqrab fal aqrab), sebab negeri kaum muslimin adalah satu kesatuan” (al-Likhtiyarot al-‘Ilmiyyah libni Taimiyyah, IV/709).

Oleh karena itu, ikatan nasionalisme harus segera disingkirkan. Karena ide kufur inilah yang membuat negeri kaum muslimin ini tersekat-sekat dan pembantaian sebagian kaum muslimin terus terjadi sementara kaum muslimin yang lain sibuk dengan urusannya sendiri. Disamping adanya para penguasa yang menjual diri mereka kepada penjajah dan senantiasa setia melayani kepentingan mereka di negeri kau muslimin. Wallahu A’lam bish showab. [AM; Lajnah Tsaqofiyah DPP HTI] [htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.