Header Ads

Mutu Obat dan Pelayanan Menurun, BPJS Kesehatan Dinilai Gagal

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dicanangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah berjalan selama 24 hari sejak dimulai tanggal 1 Januari yang lalu. Namun dengan menurunnya mutu pelayanan medis dan mutu obat yang dirasakan masyarakat, sistem ini dinilai telah gagal menjalankan tugasnya.



"BPJS Kesehatan gagal menjalankan amanat konstitusi," ujar Ir. Said Iqbal, M.E, Sekretaris Jenderal Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), dalam acara Konferensi Pers di Hotel Mega Proklamasi, Jl Proklamasi No 40-42, Jakarta, Jumat (24/1/2014).

Said menjelaskan ada beberapa hal yang membuat BPJS dinilai gagal. Pertama, karena adanya paket Indonesian Case Base Groups (INA CBG's), yaitu sistem yang digunakan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Dengan sistem ini, setiap tindakan medis dan obat ditetapkan biayanya sesuai dengan indikasi yang telah diperhitungkan. Misal, pasien demam berdarah diterapi dengan obat tertentu yang dicover oleh paket INA CBG's dengan perawatan selama 7 hari. Namun karena paket hanya melayani perawatan 7 hari, maka bagi pasien yang tak kunjung sembuh setelah 7 hari pengobatannya tidak lagi ditanggung BPJS.

"Pelayanan kesehatan menjadi lebih buruk, apalagi untuk yang membayar iuran dan pasien yang tadinya peserta Askes, Jamsostek, Jamkesda. Penyebab kegagalan adalah INA CBG's," lanjut Said.

Penyebab kegagalan kedua adalah pelayanan medis yang menurun. Menurut Said, yang sebelumnya sudah baik seharusnya tidak boleh dikurangi, baik mutu obat, pelayanan medis dan jaringan provider.

Dia mencontohkan peserta Askes dengan penyakit kronis yang harus minum obat seumur hidup. Sebelumnya, dengan tanggungan Askes pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes, kanker, hipertensi, jantung koroner, bisa mendapatkan obat selama 1 bulan langsung dengan surat rujukan 3 bulan. Namun dengan diganti menjadi BPJS, pasien hanya dijatah obat untuk seminggu, sehingga setiap bulan harus antre di apotik 4 hingga 5 kali yang justru dapat membahayakan nyawanya.

Kegagalan ketiga disebabkan karena banyaknya pasien miskin yang ditolak di rumah sakit. Menurut Said, hal ini disebabkan karena masih banyak masyarakat miskin yang tidak terdaftar dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

"Sekarang jumlah PBI hanya 86,4 juta. Padahal seharusnya jumlah PBI adalah 100,8 juta orang miskin, karena berdasarkan data BPS tahun 2012 ada 25,3 juta rumah tangga miskin," tegasnya. [detik/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.