Header Ads

Model Transisi Ultra Modern

Model Transisi Ultra Modern
Model Transisi Ultra Modern
Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)

Menjelang pelantikan presiden baru, banyak orang menyebut saat ini sebagai masa transisi. Sampai-sampai Jokowi rela menaiki jet pribadi Surya Paloh untuk bertemu empat mata dengan SBY. Tak banyak yang tahu isi pertemuan itu. Pastinya Jokowi ingin menyiptakan model politik baru agar estafet pemerintahan berjalan mulus. Berlepas dari itu semua, yang perlu dicermati adalah agenda Jokowi-JK ke depan.


Selama ini, berjuta pasang mata terus mengawal Jokowi-JK. Beberapa kelompok relawan dan barisan pendukung Jokowi-JK, juga turut urun rembuk terkait penyusunan kabinet. Alasannya, jangan sampai orang yang duduk di kabinet merupakan orang-orang bermasalah. Semisal tersangkut korupsi, rekam jejak yang jelek, tidak profesional, melanggar HAM, dll.

Sebegitu penting masa transisi ini, Jokowi membentuk tim transisi yang dinahkodai beberapa ahli dalam menentukan kinerja ke depan. Orang-orang di balik tim transisi bukan sembarang orang. Mereka berlatar belakang birokrat, intelektual, akademisi politisi, dll. Tak tanggung-tangung mereka menyewa kantor dan membuka lowongan sebagai mentri. Gesekan pun kerap terjadi dari beberapa orang yang memiliki kepentingan duduk di kursi jabatan. Hal yang wajar dalam sistem demokrasi jika sebagai mitra koalisi tujuannya cari sensasi dan kursi. Apakah Jokowi-JK akan tetap kukuh dengan pendiriannya untuk memilih kabinet dari orang profesional? Bisa jadi ya, bisa jadi tidak. Karena politik itu dinamis, meski nanti ada yang dikecewakan.

Jangan Kabur Pandangan

Rakyat sebagai bagian terpenting dalam sebuah pemerintahan hendaknya pasang mata. Pemimpin yang dipilih dalam kerangka demokrasi tak akan menyiptakan hal baru. Hanya sedikit memoles dengan gaya pemimpin wong cilik dan merakyat. Selama sistem masih sama yakni demokrasi.

Masa transisi dijadikan ajang untuk mengalihkan pandangan rakyat. Meski semua terlihat transparan, akuntabilitas, dan semua boleh usul. Sampai-sampai ada laman website untuk mengusulkan calon menteri. Ingat, rakyat baru punya hak politik dalam demokrasi ketika masa pemilu. Selebihnya menjadi hak pemilik kekuasaan dan orang yang berada di belakangnya. Kalangan itu bisa dari partai, politisi, pengusaha, dan orang yang berjasa mengantarkan di tahta penguasa.

Rakyat seharusnya tidak berbicara tentang figur. Lebih dari itu rakyat harus kritis, benarkah penguasa yang dipilih akan memenuhi janjinya. Ibarat air susu dibalas dengan air tuba. Jangan merasa akan mendapatkan kenikmatan, tatkala figur yang diidamkan jadi penguasa. Ada euforia ditunjukan beberapa orang terkait terpilihnya presiden baru. Dari berjalan kaki untuk langsung menemuinya, hingga rela melanjutkan relawan untuk mengawal pemerintahannya.

Selain itu, ada juga yang sudah mereka-reka susunan kabinet pemerintahannya. Ingatlah, wajah yang nanti akan mengisi jabatan pun tak jauh berbeda dengan presidennya. Selama Indonesia masih menganut sistem presidensial. Selama itu pula, kepentingan partai menjadi utama. Jangan dikira setelah menjadi lantas berlepas dari partai. Hal itu tidak akan terjadi. Memang sulit untuk membedakan antara kepentingan partai dan hak prerogratif sebagai presiden. Mengingat sistem demokrasi akan saling menyandera. Ujungnya berbuah konsensus (kesepakatan).

Lagi-lagi, rakyat tak akan pernah memiliki kuasa dalam sistem yang rusak dan merusak ini (demokrasi). Desas-desus isu kenaikan BBM menjadi batu ujian pemerintahan baru nanti. Ekonom liberal dan politisi gadungan pun sudah menekankan pentingnya menaikan harga BBM. Berbagai alasan pun dibuat. Sejatinya, apa mau mereka? Bukankah sebagaimana disampaikan Jokowi pada debat presiden bahwa demokrasi adalah mendengar dan melihat kondisi rakyat. Lantas, dimana aksi nyata itu? Pantaskah mereka disebut merakyat? Jika demikian adanya, mereka tidak memiliki hati nurani.

Sudah mereka dipilih untuk memimpin negeri ini. Malahan menutup diri dan pandai berdalih. Bagi rakyat dengan logika sederhana. BBM seperti nafas kehidupan dan nyawa. Subsidi yang diberikan pasti akan membantu mereka. Apakah penguasa ini akan mengulangi kesalahannya untuk ke sekian kalinya?

Untuk menajamkan pandangan agar rakyat ini memiliki panduan cara transisi pemimpin, rasulullah dan sahabat sudah menyontohkannya. Bahkan ini menjadi model politik modern ketika itu. Mengingat masa transisi itu dibalut dengan keimanan dan penghambaan kepada Allah Swt. Bukan kepada pemilik modal atau orang yang berjasa mengantarkannya sebagai penguasa.

Model Ultra Modern

Kesinambungan politik demokrasi terkadang diwarnai kecurangan dan otritarianisme. Tak mengenal belas kasihan dan berperi kemanusiaan. Karena hakikatnya demokrasi memisahkan agama dari kehidupan. Berbeda dengan sistem politik Islam. Dr. M. Dhiauddin Rais (Teori Politik Islam:128) menjelaskan bahwa “tidak dapat dipungkiri Nabi saw telah mendirikan sebuah sistem dan sistem ini terus dilaksanakan sepanjang hidupnya. Atau, jika kita memakai ungkapan modern bahwa sistem tersebut adalah ‘sebuah negara’. Karena Nabi merupakan utusan Allah untuk umat dalam semua generasinya dan untuk manusia secara menyeluruh. Serta agama Islam merupakan risalah yang kekal dan abadi sepanjang masa. Itulah yang dimaksud oleh Abu Bakar r.a. dalam pidatonya “Barangsiapa menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa sesungguhnya Muhammad telah meninggal dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah tetap hidup dan tidak mati. Selain itu, agama ini membutuhkan seseorang pemimpin untuk menerapakan ajaran-ajarannya.”

Berdasarkan hal tersebut, para sahabat telah bersepakat bulat akan perlunya kesinambungan sistem itu, yang berarti sistem pemerintahan Islam atau Negara Islam. pasca Rasulullah wafat, umat Islam sibuk untuk memilih pengganti Rasulullah. Bahkan jenazah rasulullah belum dikebumikan selama 3 hari 2 malam. Dr. M. Dhiauddin Rais (Teori Politik Islam:129) menjelaskan bahwa Pertemuan Saqifah menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah pertama dalam Islam. Setelah terpilih Abu Bakar berpidato.

Dan Abu Bakar berkata-setelah mengucapkan tahmid dan pujian kepada Allah, “Amma ba’du, wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah dijadikan wali (pemimpin) untuk kamu sekalian, padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Jika aku melakukan kebaikan, bantulah aku, dan ketika aku melakukan kejelekan luruskanlah aku. Kejujuran merupakan perwujudan amanat, sedangkan kebohongan berarti pengkhianatan. Si lemah di antara kalian dalam anggapanku adalah si kuat hingga aku mampu memberikan haknya dengan izin Allah dan si kuat di antara kalian adalah si lemah bagiku hingga aku mampu merampas hak orang lain darinya dengan izin Allah. Tidak seorang pun di antara kalian yang meninggalkan jihad di jalan Allah, karena sesungguhnya tidak ada suatu kaum pun yang meninggalkan jihad kecuali Allah timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah merajalela perbuatan keji pada suatu kaum kecuali Allah sebarluaskan dalam kalangan kaum itu berbagai musibah. Taatilah aku selama aku menaati Allah dan Rasul-Nya, dan ketika aku berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak harus lagi taat kepadaku.”

Pidato di atas mengisyaratkan sebuah transisi kepemimpinan yang luar biasa. Rakyat diberikan hak untuk mengoreksi, mengkritik, memberi saran ketika bersalah. Umat pun tidak ada kewajiban taat jika penguasa maksiat tidak menerapkan aturan Allah dan Rasul-Nya. Maka, pemimpin atau khalifah bukanlah pemimpin otoriter, melainkan terikat dengan syariat Islam. Inilah kesadaran yang harus di bangun di tengah umat manusia. Khilafah merupakan warisan Rasulullah. Lantas, atas dasar apa orang-orang membenturkannya dengan ide lain dan menganggap tidak wajib? Bukankah nanti, semua yang mencela itu juga mengharapkan syafaat Rasulullah? Lantas, mengapa mereka justru menjauhkan ajaran ini.

Nah, mampukah pemimpin baru nanti berpidato layaknya Abu Bakar r.a? Mampukah pula  mereka menjadikan diri meneladani sikap Rasulullah dan Para Sahabat dalam estafet pemerintahan? Serta mampukah menjadi pemimpin yang menjadi mata, telinga, dan hati bagi rakyatnya? Tunggu nanti! Demokrasi hanya memberi janji. Selanjutnya adalah mimpi.[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.