Header Ads

Jatim Bersyariah Sekaligus ber-MEA Ria?

Jatim Bersyariah Sekaligus ber-MEA Ria?
Jatim Bersyariah Sekaligus ber-MEA Ria?

Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)

Perhelatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2014 sudah usai. Acara tersebut terselenggara sejak 3 Nopember hingga 9 Nopember 2014. Surabaya dijadikan tonggak bersejarah pelaksanaan ISEF. Lebih-lebih Jawa Timur menjadi provinsi percontohan pelaksanaan ekonomi syariah. Bagi Jawa Timur ini merupakan angin segar, mengingat mayoritas umat Islam dengan dukungan ribuan pesantren menjadi daya tarik tersendiri. Bank Indonesia melihat pesantren sebagai wadah atau lembaga pendidikan yang tepat di Indonesia. Sehingga diharapkan dengan membina para santri dan mengenalkan kepada mereka tentang praktek-praktek ekonomi dan keuangan syariah akan memberikan dampak yang positif bagi ekonomi syariah ke depannya.



"Indonesia memiliki modal yang kuat yaitu modal kedamaian dengan penduduknya yang berdamai bergandengan tangan serta bergembira melaksanaan demkorasi yang damai. selain modal tersebut, kekayaan alam juga menjadi salah satu modal bangsa untuk kemajuan yang lebih baik", ungkapan Wapres Jusuf Kalla saat pembukaan ISEF di Lapangan Makodam V Brawijaya, Surabaya (antarajatim.com).

Perhelatan ISEF menjadi angin segar bagi siapa pun yang menginginkan kehadiran sistem alternatif di tegah krisis ekonomi yang diakibatkan ekonomi kapitalis liberal. Di sisi lain, sikap skeptis pun muncul. Apakah ekonomi syariah hanya mengatur masalah perekonomian yang berujung pada keuntungan materi? Ataukah sudah dikatakan ekonomi Islam jika mengurusi masalah zakat, infaq, dan shodaqoh? Ataukah justru hanya pada penerapan parsial ekonomi syariah? Dan mampukah ekonomi syariah berdiri di atas sistem politik demokrasi dan mengabaikan spiritualitas? Hal inilah yang akan dianalisis. Begitupula, bagaimana kesiapan Jawa Timur sebagai propinsi ekonomi syariah? Sementara itu, pada HUT Jatim ke-69 jargon utama siap bersaing menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.

Kapitalis VS Syariah

Ketimpangan ekonomi dunia saat ini baik berupa krisis keuangan, kemiskinan, dan keterbatasan mengakses sumber kekayaan diakibatkan sistem ekonomi kapitalis. Ekonomi kapitalimes berbasis pada riba dan memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme). Tak ayal, meski jumlah GDP suatu negara meningkat tidak berbanding lurus dengan pengurangan jumlah kemiskinan. Pada waktu pengumuman orang terkaya di suatu negeri, bisa dipastikan hanya segelintir orang yang menikmati kekayaan.

Tampaknya, ekonomi kapitalis saat ini pun diguncang hebat oleh pemujanya. Kebobrokannya mulai tampak. Kekejamannya pun menjadikan kesengsaraan kehidupan manusia. Para ekonom, baik dari Timur maupun Barat, saat ini memberikan sistem alternatif kembali kepada ekonomi syariah Islam. Alih-alih diambil secara kaffah (menyeluruh), yang terjadi pengambilan hanya untuk lari dari kebuntungan.

Ketika para ekonom memberikan solusi alternatif syariah, jarang yang mentuh pada asas dari ekonomi syariah Islam yang bersumber dari quran dan sunnah. Mereka membuat prioritas berdasar kepentingan dengan tujuan memperkuat pengaruh para pemilik modal. Mereka pun mengorbankan pihak-pihak yang lebih lemah di antara mereka dalam mengahadapi kerusakan permanen ekonomi kapitalis.

Begitu pula pada ISEF 2014 bertujuan mengenalkan bentuk keuangan syariah, model pengelolaan pesantren, zakat dan lainnya. Ujungnya pun terlihat ada keuntungan. Padahal jika ditelaah secara kritis dalam fiqh ekonomi syariah Islam, pengelolaan ekonomi meliputi: kepemilikan harta, pengelolaan harta, dan distribusi harta.

Ekonomi syariah Islam tak sekadar keuntungan. Lebih dari itu pendistribusian kekyaan kepada semua orang dan tercukupi kebutuhan sandang-pangan-papan menjadi hal penting. Dasar dari penerapan ekonomi syariah Islam karena aqidah Islam. Keimanan dan ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sungguh naif, jika hanya mengambil secuil dari ekonomi syariah yang agung nan mulia.

Dengan demikian, sesungguhnya lembaga pesantren telah lama mempraktikan ekonomi syariah yang berasal dari kajian kitab-kitab fiqh. Karena ini merupakan peluang, maka pihak yang mempunyai kepentingan memanfaatkannya. Jika tidak disadari, pesantren akan terjebak dalam dualisme. Apakah tetap pada sistem ekonomi syariah murni atau terseret dalam arus ribawi yang berbungkus perbankan syariah. Di sinilah dibutuhkan kepekaan tinggi. Di sisi lain, BI, OJK, IDBm dan lembaga lainnya seharusnya memahami bahwa jangan hanya kepentingan keuntungan dan bersembunyi dibalik krisis ekonomi memanfaatkan umat Islam.

Ekonomi Syariah Vs MEA 2015

Beberapa minggu sebelum ISEF, Pemprov Jawa Timur telah mengumumkan kesiapan menghadapi MEA 2015. Jika sebelumnya terdapat pasar murah, pada tahun 2014 kegiatan dialihkan menjadi pameran produk unggulan Jatim yang siap bertarung di pasar bebas.

“Kami ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa produk dari Jatim disenangi dan digunakan oleh negara ASEAN. Jika masyarakat lebih suka bordis produk asing, maka Jatim akan menampilkan bordir yang tidak kalah dari segi kualitas maupun kuantitasnya,”ujar Pakde Karwo (25/10/2014, beritajatim.com).

Sementara itu, Asisten II bidang Ekonomi Pembangunan Setdaprov Jatim, Hadi Prasetyo mengatakan, tiga blue print sudah disiapkan untuk menghadapi MEA 2015. Pertama, Jatim Go Internasional/Go ASEAN 2020. Kedua, pengembangan UMKM secara cepat melalui fast track program. Ketiga, menyusun bahan dan materi pendidikan (Diklat) untuk dua hal tersebut agar dipelajari sebagai pengetahuan wajib untuk semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD), baik pimpinan maupun staf (surya.co.id, 2/11/2014).

Setali tiga uang pada momen ISEF, Deputi Bidang Pembiayaan Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop) Choirul Djamhari menyatakan: “kami melihat potensi ekonomi Jawa Timur sangat baik terutama banyak pesantren yang ada di provinsi setempat. Saat ini total aset transaksi syariah sebanyak Rp 524 triliun yang terdiri dari perbankan syariah, surat berharga, dan lainnya. Dari kondisi tersebut Jawa Timur memiliki potensi keuangan yang dimobilisasi syariah sebanyak Rp 117 triliun” (islampos.com, 8/11/2014)

Pernyataan di atas bertabrakan dengan fakta yang ada. MEA 2015 berupa pasar bebas yang berasas dari sistem ekonomi kapitalisme. Sementara keinginan menggunakan ekonomi syariah sebatas pada bagian terkecil dari ekonomi. Itu pun yang menghasilkan keuntungan jangka panjang. Lantas, bagaimana semangat kembali kepada syariah berbarengan dengan MEA 2015? Padahal keduanya tiada berkolerasi. Sungguh semakin absurd dan skeptis jika keduanya disandingkan.

Fakta di atas menunjukan:

pertama, meredam efek pasar bebas MEA yang berbasis pada kapitalisme. Untuk memberikan rasa aman sementara, dibuatlah cara dengan mengambil sedikit ekonomi syariah. Padahal cara seperti itu akan menimbulkan ketimpangan.

Kedua, ekonomi syariah dijadikan jembatan penyebrangan guna mengatasi berbagai kekacauan dan mengurangi kejaran krisis serta gelombangnya. Mengingat pasar bebas akan melibas negara yang tidak siap infrastruktur dan pondasi ekonominya akan terlibas. Arus barang yang masuk semakin tidak terkendali. Pemerintah hanya bersikap sebagai regulator, tanpa mampu menolong rakyatnya sendiri.

Ketiga, dapat merusak citra Islam yang sempurna, setelah penolakannya terhadap syariah lainnya (semisal hudud, jinayat, dan politik pemerintahan). Umat akan dibuat tambah jauh dari kemurnian aqidah dan syariah Islam. Bahkan selama ini pun, ekonomi syariah sedikit dipermak untuk menarik simpatik masyarakat. Yang penting berbau “syariah”. Sementara masyarakat pun tak paham hakikat ekonomi syariah.

Keempat, jika Pemprov Jawa Timur betul-betul menerapkan ekonomi syariah. Maka yang disentuh tidak sekadar pondok pesantren atau berorientasi pada profit. Sementara rakyat lupa dibina dalam penerapan ekonomi syariah secara kaffah dan murni. Tidak cukup pula mendorong UMKM dan memperbanyak SMK untuk menghadapi pasar bebas. Pemprov Jatim pun harus punya komitmen untuk mengambil alih sumber daya alam. Semisal Blok Cepu yang dikuasai Exxon Mobile, tambang minyak yang dikelola Petrochina, sumber mata air Pandaan Pasuruan yang dikuasai AQUA-Danone, dan potensi lainnya. Penyerahan semua aset Jawa Timur kepada investor asing merupakan bunuh diri politik dan ekonomi.

Kelima, meski Jawa Timur ditetapkan sebagai provinsi Ekonomi Syariah tampak tidak akan memberikan dampa signifikan bagi kesejehteraan rakyat. Mengingat sistem ekonomi syariah disemai pada lahan politik ekonomi berbasis pada kapitalisme. Negara ini pun sesungguhnya menerapkan ekonomi kapitalisme-liberal. Para pembenci syariah pun akan mencemooh jika ada kegagagalan dalam penerapannya. Bukankah contoh penerapan syariah parsial di Aceh pun mendapat sorotan tajam dari pembenci Islam? yang akhirnya menyiderai Islam.

Khatimah

Keagungan ekonomi syariah Islam ini tidak berlepas dari penerapan oleh negara yang menerapkan mabda’ Islam. Itulah Khilafah Islamiyah. Kekuatan ekonomi syariah Islam harus didukung oleh sistem lainnya seperti politik, hukum, pendidikan, sosial-budaya dan lainnya. Tiada guna penerapan ekonomi syariah tidak diberengi dengan penerapan sistem pendidikan Islam. Yang terjadi justru kebodohan pada kemurnian ekonomi syariah. Belum lagi dalam hal pekerjaan. Karena tidak mengetahui standar halal-haram, mencuri dan menjadi PSK pun dihalalkan. Buktinya lokalisasi yang berizin dan terselubung masih marak. Pencurian, pembunuhan, dan kriminalitas lainnya masih marak. Belum lagi ketika pemerintah ini masih menerpkan ekonomi kapitalisme-liberal.

Oleh karena itu diperlukan usaha bersama bagi umat dalam dakwah untuk mengganti sistem demokrasi dan ekonomi kapitalisme-liberal menuju Islam. Perjuangan ini seharusnya dilakukan secara terorganisir dan rapi. Perjuangan yang tidak menyukupkan diri pada pembahasan ekonomi Islam. Lebih dari itu perjuangan untuk mendidik umat agar menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan. Umat pun harus dibekali dengan sistem pemerintahan Islam, sistem pendidikan Islam, sistem pergaulan Islam, sistem sanksi dalam islam, dan lainnya. Pesantren pun seharusnya melakukan hal yang sama untuk melanjutkan kehidupan Islam. Sehingga pemikiran, perasaan, dan peraturan dalam masyarakat adalah Islam. Inilah esensi Khilafah sebagai solusi tuntas bagi kehidupan manusia. Jawa Timur Bermartabat dan Bersyariah dapat diwujudkan dalam bingkai Khilafah. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.