Header Ads

Perlukah BBM Naik?

Perlukah BBM Naik?
Kenaikan BBM, Bukti Sistem Korup

Oleh : Riki Nasrullah (Aktifis Partai Politik Internasional)

Akhir-akhir ini perpolitikan di negeri Indonesia kian hari kian memanas. Pasca pilpres yang sudah banyak menghambur-hamburkan uang Negara, kini saatnya pemerintah dengan keputusan yang tak populisnya berencana untuk menaikkan harga BBM dan menghilangkan subsidi BBM. Keputusan yang diambil pemerintah ini sudah tentu akan berimbas pada kehidupan perekonomian masyarakat. Sudah bisa dipastikan bahwa dengan diambilnya keputusan ini akan semakin menumbuhkembangkan angka kemiskinan, kematian akibat gizi buruk, anak-anak yang putus sekolah, orang sakit yang tak kuat berobat, dan orang miskin yang tak bisa sekolah. Tak ayal, semua fenomena sosial-ekonomi pun akan menjadi terpuruk sebagai imbas dari dinaikkannya harga BBM. Mengapa demikian, karena dengan dinaikkannya harga BBM maka akan berkorelasi positif dengan kenaikkan komoditas-komoditas lain, khususnya kebutuhan pokok masyarakat.



Kenaikkan BBM jelas tidak berpihak kepada rakyat. Kendati sudah berbondong-bondong ribuan bahkan jutaan masa melakukan aksi penolakan kenaikan harga BBM ini, namun nampaknya pemerintah tak bergeming sedikit pun. Bahkan presiden terpilihpun – yang pada waktu kampanye sangat lantang menyuarakan kesejahteraan wong cilik – justru malah mendesak untuk secepat mungkin keputusan menaikkan harga BBM ini diketuk palu. Benar-benar memalukan. Lantas kalau sudah begitu, dimana suara-suara sumbang yang dulu dikumandangkan oleh para capres-cawapres pada saat pilpres lalu?. Seakakn-akan itu semua hanya slogan belaka yang berlalu begitu saja. Kalau sudah seperti ini, rakyatlah yang menjadi korban pesakitan.

Di sisi yang lain, pemerintah mengemukakan dengan lantangnya bahwa kenaikan harga BBM ini adalah sebagai langkah konkret untuk menyelamatkan APBN dan mengurangi defisit anggaran. Padahal kalau kita cermati secara komprehensif dan mendalam, kenaikan harga BBM ini justru merupakan janji pemerintah kepada World Bank, dan merupakan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah sebagai bentuk teundukkannya kepada penguasa dunia, Amerika Serikat. Bank Dunia sendiri sejak pelaksanaan pilpres lalu sudah mewanti-wanti, siapapun pemenang pilpres ini mesti mengikuti keinginan bank dunia yakni mengurangi subsidi BBM yang nilainya terkisar Rp246 T. Direktur bank dunia untuk Indonesia mengatakan bahwa subsidi BBM yang besar ini telah membuat Negara tertekan dan deficit semakin tinggi.

Jelas sudah bahwa slogan-slogan yang dilontarkan pemerintah untuk kesejahteraan rakyat hanyalah angin lalu saja. Karena slogan-slogan tersebut sudah jelas tidak dilaksanakan pemerintah sedikitpun. Bahkan kebijakan-kebijakan yang diambil pun justru malah menyengsarakan rakyat. Sungguh sebuah ironi di negeri yang Sumber Daya Alamnya melimpah ini.

Kondisi semacam ini memang sudah tidak aneh terjadi di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme-demokrasi. Hal ini pun bisa menjadi bukti bahwa pemerintah kita saat ini tidak mementingkan kesejahteraan rakyatnya, yang ada justru kesejahteraan para pengusaha asing dan antek-antek penjajah asing. Sudah bisa dipastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil presiden terpilih pun tidak akan jauh bedanya dengan pemerintah saat ini. terbukti dengan adanya desakan dari pihak pemenag pilpres. Belum berkuasa saja sudah mendesak menaikkan harga BBm apalagi nanti ketika sudah berkuasa. Sekali lagi, ni adalah ironi di negeri yang SDA-nya melimpah ruah.

Liberalisasi Migas

Kenaikan harga BBM sejatinya adalah lagu lama yang terus diputar ulang. Dalih yang dikemukakan pemerintah pun tak akan jauh dari alasan kenaikan harga minyak dunia, pembekakan subsidi, dan adanya kekhawatiran akan defisit anggaran. Ya, inilah kebohongan-kebohongan argumen yang terus digulirkan pemerintah dengan kebijakan-kebijakan tak populisnya. Kalau kita cermati, motif sesungguhnya dari permasalahan ini adalah membuka peluang pasar sebesar-besarnya kepada para investor asing untuk mengeruk sebesar-besarnya dari keuntungan migas Indonesia.

Selanjutnya, kalau saja kita berpikir holistik dan komprehensif, kita akan mudah mendapati akar masalah dari dinaikkannya harga BBM ini. yang sejatinya, kita pun sudah sama-sama tahu bahwa kebijakan semacam ini adalah bentuk kezaliman yang nyata dari pemerintah penguasa saat ini. sejatinya, jika sumber daya alam di negeri ini (termasuk di sector migas) tidak salah urus, maka hasilnya akan sangat mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia.

Kita bisa melihat bagaimana melimpahnya kekayaan sumber daya alam negeri kita ini. sebagai contoh, seandainya sumber daya alam negeri ini dikelola dengan benar oleh pemerintah dengan menghilangkan campur tangan asing di dalamnya, maka tanpa harus menarik pajak pun penghasilan dan pendapatannya sudah sangat besar. Apalagi untuk hanya sekadar menutupi apa yang diklaim pemerintah sebagai belanja subsidi BBM yang nilainya hanya Rp291 Trulyun. Untuk batu bara saja, pada tahun 2013 produksinya mencapai 421 tin. Seandainya harga produksi rata-rata per ton sebesar US$20 dan harga pasarnya pada tahun ini berkisar US$74 per ton, maka potensi pendapatannya mencapai RP250triliun. Ini bisa dengan mudah menutupi kebocoran anggaran tersebut.

Namun faktanya hari ini, migas sebagai sektor strategis dibuka selebar-lebarnya untuk dikelola swasta dan asing sehingga peran Negara pun sedikti demi sedikit dikurangi bahkan cenderung dihilangkan. Kebijakan zalim ini jelas-jelas akan sangat menyengsarakan rakyat. Pasalnya, yang sejatinya mempunyai kekayaan negeri ini adalah rakyat itu sendiri.

Kebijakan seperti ini jelas-jelas sudah menjadi bukti kebobrokan dan kemerosotan sistem yang dianut saat ini, yakni Kapitalisme-Demokrasi. Sampai kapanpun, seandainya sisten korup seperti ini msih bersemayam di hahti sanubari penduduk negeri ini, maka sampai kapanpun juga kesejahteraan rakyat hanya menjadi mimpi di siang bolong saja.

Ini pun menjadi bukti ketidakmampuan demokrasi untuk menyejahterakan rakyatnya. Apa yang kita lihat dari penguasa hari ini, mulai dari kebijakan-kebijakannya, adalah bukti “konsistensi” demokrasi. Dimana “konsistensi” demokrasi tersebut adalah sikapnya yang senantiasa inkonsisten dan penuh paradoks, demokrasi pun telah nyata “konsisten” mencampakkan suara rakyat, dan “konsisten” menyengsarakan rakyat. Padahal fakta berbicara, bahwa menurut survay LSN tercatat 86,1% rakyat menolak kenaikan harga BBM. Namun pemerintah tetap tak bergeming.

Solusi Fundamental

Kenaikan harga BBM sudah jelas, tidak layak dan tidak pantas dinaikkan. Karena sejatinya, BBM dan migas adalah milim rakyat. Rakyatlah yang berhak menikmatinya bukan para penjajah asing. Oleh karenanya, solusi fundamental dari pemasalahan ini adalah negeri ini harus berubah. Sistem kapitalisme-demokrasi sudah seharusnya diganti dengan sistem yang lebih baik. Sistem ini jelas-jelas sudah menyengsarakan rakyat. Kebijakan-kebijakan pemerintah kian hari kian kapitalis dan liberal. Maka dari itu, Islam hadir sebagai solusi untuk semua permaslahan yang ada. Islam hadir sebagai pengatur kehidupan manusia. Sudah seharusnya kita memilih pilihan cerdas dan menuntaskan. Pilihan itu ada pada Islam. Islam hadir dengan seperangkat aturannya yang brilian dan cemerlang. Dalam pengelolaan sumber daya alam, Islam hadir dengan solusi elegan dan menyelesaikan permasalahan. Islam memandang bahwa sumber daya alam ini adalah bagian dari kepemilikan umum yang mesti diatur oleh Negara untuk sepenuhnya disalurkan demi kesejahteraan rakyat. Islam memandang bahwa peran pemerintah sangatlah vital. Tidak boleh ada intervensi sedikitpun dari pihak swasta ataupun asing. Sehingga pengelolaan migas dan sumber daya alam lainnya mutlak diurus oleh Negara dan disalurkan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Kita campakkan sistem kapitalisme-demokrasi yang telah banyak menyengsarakan rakyat dengan kebijakan-kebijakannya yang liberal di bidang ekonomi. Dan sudah saatnya kita mengambil Islam sebagai solusi fundamental atas permasalahan ini. Wallahu A’lamu Bi Ash-showab. [] [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.