Refleksi 2014 : Menghalau Tantangan-Tantangan, Menyongsong Abad Khilafah Rosyidah
Refleksi 2014 : Menghalau Tantangan-Tantangan, Menyongsong Abad Khilafah Rosyidah
(Umar Syarifudin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia Kota Kediri)
Segala puji bagi Allah, Tuhan Pencipta bumi, langit dan isinya, Tuhan Maha mengatur alam, manusia dan kehidupan. Sholatan wa salaman atas Nabi Muhammad, saw. Kepada shahabatnya, dan pengikut jejak langkah dakwahnya.
Tahun 2014 akan berlalu. Secara umum tidak banyak perubahan mendasar yang terjadi di dunia Islam. Negeri-negeri Islam masih menjadi objek imperialisme negara-negara Kapitalisme dunia. Irak, Afghanistan, Palestina, Suriah dan Pakistan masih diduduki. Pangkalan militer Amerika tersebar di antero dunia Islam terutama di Timur Tengah. Cerminan pendudukan Amerika yang disetujui para bonekanya. Masyarakat internasional yang dipimpin oleh Amerika dan sekutunya tidak peduli sama sekali terhadap ribuan orang tua, wanita dan anak-anak yang telah mereka tumpahkan darahnya, serta ratusan ribu terluka yang telah mereka lempari roket-roket peledak hingga anggota tubuhnya hilang, kemudian jutaan orang yang telah mengungsi setelah rumah-rumahnya dihancurkan.
Di belahan dunia Islam lainnya, kaum minoritas Muslim tak beranjak dari kondisi terpuruk. Muslim di Xinjiang (Cina), Rohingya (Myanmar), dan Pattani (Thailand) berjuang untuk membebaskan diri dari kekejaman rezim penguasa. Sementara di Barat, minoritas Muslim sering mendapatkan perlakukan diskriminatif. Mereka semua tak bisa berbuat banyak, kecuali bertahan dan membela diri dengan kemampuan yang ada. di sisi lain, negara adidaya Amerika Serikat mulai berjalan gontai. Krisis ekonomi membuat negara itu limbung. Utang kian menumpuk. Rezim Obama bersitegang dengan Kongres terkait anggaran belanja negara sehingga pemerintahan AS sempat mengalami shutdown tahun lalu karena rencana pemerintah menambah utang tak disetujui oleh Kongres.
Kapitalisme sekuler menyebarkan populasi “masyarakat sakit” di barat dan timur. Kemajuan dan modernitas yang ditawarkan Kapitalisme justru menjadi resep manjur bagi arus massal dehumanisasi bagi umat manusia, karena membuat masyarakatnya lebih menghargai materi dan kesenangan fisik daripada bangunan masyarakatnya, ide kebebasan telah membuat mereka abai terhadap kemanusiaan dan pelestarian ras manusia itu sendiri. Paham individualistik akut telah melahirkan generasi yang rusak mentalnya, kosong secara spiritual, gagal mendefinisikan realitas kehidupan, tidak memiliki tujuan hidup dan terobsesi pada tokoh-tokoh superhero imajinatif dan inhuman dari industri hiburan kapitalistik yang mereka ciptakan sendiri.
Indonesia dalam sejarahnya telah beberapa kali berganti rezim kekuasaan. Mulai era orde lama yang dipimpin rezim Soekarno, kemudian beralih ke era orde baru yang dipimpin rezim Soeharto, hingga era reformasi yang dipimpin oleh beberapa rezim mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono selama 2 periode, dan saat ini dilanjutkan oleh Joko Widodo. Pergantian rezim di Indonesia berada pada simpul sistem yang sama, yakni demokrasi, meskipun diinterpretasikan berbeda oleh masing-masing rezim.
Pada periode 2014-2019, Indonesia dipimpin oleh Joko Widodo dan Jusuf Kala sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Apabila melihat sejarah, permasalahan serupa akan dijumpai pada masa pemerintahan mereka. Hal ini disebabkan sistem demokrasi yang dijadikan panutan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Padahal, sistem demokrasi penuh dengan kecacatan dan membunuh dirinya sendiri.
Kegelisahan terhadap demokrasi sudah lama diutarakan oleh para penganut demokrasi itu sendiri, lihatlah sinisme John Adams (mantan Presiden AS ke-II), dia pernah menulis: Remember, democracy never lasts long. It soon wastes, exhausts, and murders itself. There never was a democracy yet that did not commit suicide. (Ingatlah, demokrasi tidak akan bertahan lama. Ia akan segera terbuang, melemah dan membunuh dirinya sendiri; demokrasi pasti akan bunuh diri).
Demokrasi tidak memberikan apa-apa, kecuali segudang permasalahan. Harapan kepada demokrasi merupakan harapan semu yang tidak akan menghasilkan kebaikan sedikit pun. Ketaatan kepada Syariat Islam secara menyeluruh merupakan wujud keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Maka penerapan Syariat Islam secara menyeluruh merupakan syarat terlimpahkannya berkah Allah dari langit dan bumi. Tentunya, penerapan Syariat Islam yang dimaksud bukan semata-mata dalam aspek individual, tetapi dalam semua hal, termasuk bernegara. Karena sungguh tidaklah sedikit hukum-hukum Allah SWT yang hanya dapat diimplementasikan, kecuali dengan keberadaan negara. Namun, negara yang dimaksud bukanlah sembarang negara. Negara tersebut adalah negara yang menerapkan Syariat Islam secara menyeluruh, yakni Al Khilafah Rasyidah ‘ala min haajin nubuwwah.
Tegaknya Khilafah Semakin Dekat
Banyak penulis telah menggambarkan kemerosotan Barat ini, baik penulis Barat sendiri, maupun penulis dari kalangan anak umat Islam. Sejak sekitar tahun 1980-an hingga kini, buku-buku seperti ini terus hadir untuk membangkitkan kesadaran kita akan keroposnya Peradaban Barat. Muhammad Sulaiman pada tahun 1984 telah menulis buku As-Suquth min ad-Dakhil (Keruntuhan AS dari Dalam). Pada tahun 1992 terbit buku We’re Number One karya Andrew L. Saphiro, penulis Amerika, yang menggambarkan kebobrokan AS di berbagai bidang di balik kesan palsu AS sebagai negara nomor satu di dunia. Belakangan muncul Muhammad Nuroddin Usman tahun 2003 menulis buku berjudul Menanti Detik-Detik Kematian Barat. Lalu ada Harry Shutt, seorang Amerika lainnya, pada tahun 2005 menulis buku Runtuhnya Kapitalisme (The Decline of Capitalism). Mohammad Shoelhi menulis Di Ambang Keruntuhan Amerika pada tahun 2007.
Bahkan, orang kafir saja ada yang yakin akan tegaknya Khilafah. Michael Loreyev, direktur sebuah perusahaan dan Wakil Presiden Rusia Onion of Industrialists dan Wakil Ketua Duma (Rusia Assembly) memprediksi pada tahun 2020 akan muncul beberapa negara besar di dunia. Salah satunya adalah Khilafah. Ini juga sejalan dengan prediksi The National Intelligence Counted yang menyebut kemungkinan munculnya Khilafah baru pada tahun 2020. Keseriusan negara-negara kafir penjajah melakukan berbagai cara untuk menghalangi perjuangan Khilafah menjadi bukti nyata bahwa mereka tidak menganggap Khilafah sebagai utopia, namun ancaman nyata.
Kerinduan umat terhadap khilafah dibarengi oleh kondisi peradaban barat yang kian merosot. Sesungguhnya Peradaban Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat saat ini boleh diibaratkan sebagai “the new sick man” (orang sakit baru) yang tengah menunggu sekarat. Berbagai krisis multidimensional mulai dari krisis ekonomi dan finansial, krisis politik, krisis lingkungan, krisis moralitas dan seterusnya telah menjadi semacam kanker ganas yang menggerogoti peradaban Barat yang sakit dan gagal.
Indikasi tersebut terlihat dari rindunya umat Islam untuk kembali dipimpin oleh seorang khalifah di bawah naungan Khilafah. 2 konteks yang memberikan gambaran kerinduan tersebut adalah:
1. Perjuangan kaum muslimin di Suriah adalah perjuangan penegakkan Khilafah. Revolusi Syam di Suriah terjadi mulai tahun 2012. Ketika Arab Spring nyaris berakhir setelah tumbangnya sejumlah rezim di Mesir dan Yaman, serta dimulainya pengadilan terhadap rezim-rezim tersebut, seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir, justru Revolusi Syam ini membara. Revolusi ini berbeda dengan revolusi-revolusi rakyat di Tunisia, Mesir, Bahrain, Libya, Yaman dan beberapa wilayah yang lain. Ciri yang membedakan Revolusi Syam dengan Revolusi di Dunia Arab lainnya adalah sifat keIslamannya. Jika Revolusi di dunia Arab lainnya menuntut ditumbangkannya rezim boneka, maka Revolusi Suriah tidak hanya itu. Mereka juga menuntut diterapkannya syariah dan tegaknya khilafah. Bahkan, mayoritas pejuang Islam di sana telah menandatangi Mitsaq al-‘Amal li Iqamati al-Khilafah (Komunike Perjuangan untuk Menegakkan Khilafah).
Dalam kasus Suriah, kesadaran menegakkan Islam dalam bingkai Khilafah itu jelas-jelas nyata. Ketika revolusi ini hendak dibajak oleh antek-antek Barat yang menyusup di tengah-tengah mereka, baik melalui koalisi nasional, oposisi karbitan, hingga penyusupan di tengah-tengah aksi, seperti yang terjadi di Banash, semuanya berhasil digagalkan. Ini bukti, bahwa kesadaran politik umat jelas semakin menguat.
Peluang berdirinya khilafah Islam di Syam tidak bisa dilepaskan dari kembalinya kesadaran politik dan keberislaman kaum Muslim di sana. Terlebih, ketika rezim boneka dukungan Barat dengan sistem monarki, republik dan demokrasinya jelas-jelas telah merampas hak-hak politik mereka, dan gagal menyejahterakan kehidupan mereka.
Sejarah khilafah dengan segala kejayaannya juga menjadi bagian dari sejarah mereka. Mereka bisa membandingkan, terlebih saat mereka mengalami nasib tragis seperti saat ini. Di zaman khilafah mereka dihormati oleh kawan dan lawan, tetapi di bawah rezim boneka, mereka dinistakan, dan bahkan dibantai di sana sini.
Hizbut Tahrir, sebagai partai ideologis, benar-benar menyadari tanggung jawabnya, bukan hanya kepada rakyat Syam, tetapi juga kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam. Karena itu, siang dan malam, Hizbut Tahrir terus bekerja keras untuk mengawal Revolusi Islam ini hingga mencapai tujuannya, yaitu tumbangnya rezim kufur Bashar, kemudian menggantikannya dengan khilafah.
Hizbut Tahrir memobilisasi para pejuang Islam di sana untuk menandatangani Mitsaq al-‘Amal li Iqamati al-Khilafah. Hizbut Tahrir juga telah menyiapkan RUUD Negara Khilafah yang siap kapan saja diterapkan. Hizbut Tahrir juga telah mempersiapkan para aktivis terbaiknya untuk menjalankan roda pemerintahan.
2. PEW Research Center yang bermarkas di Washington DC merilis hasil surveinya terkait opini publik mengenai dukungannya terhadap penerapan syariah di level negara. Cakupan survei ini cukup luas dengan melibatkan 38.000 responden di 39 negara di wilayah Afrika, Asia dan Eropa. Hasilnya, dukungan umat Islam terhadap penerapan syariah di Indonesia sebesar 72 persen, Pakistan (84 persen), Bangladesh (82 persen), Afghanistan (99 persen), Thailand (72 persen), dan Malaysia (86 persen). Di Timur Tengah dan Afrika: Irak (91 persen), Palestina (89 persen), Maroko (83 persen), Mesir (74 persen), Yordania (71 persen), Niger (86 persen), Djibouti (82 persen), Kongo (74 persen) dan Nigeria (71 persen).
Hasil survei ini menunjukkan bahwa bukan hanya di Indonesia, tapi juga di banyak negeri Muslim, aspirasi untuk kembalinya syariah ternyata juga sangat besar. Umat sudah menyadari bahwa kebaikan hanya ada pada Islam dengan syariahnya, bukan dalam sistem sekuler yang telah nyata-tanya gagal membawa kebaikan.
Tantangan Serius
Beberapa situs mempublikasikan pernyataan seorang mantan pejabat CIA, Robert Baer, bahwa “Teorinya tentang dominasi Syiah Iran di Timur Tengah benar-benar telah runtuh. Sekarang, kami hidup era revolusi rakyat Sunni. Dan tanda-tanda munculnya Khilafah Islam telah kembali. Mesir, Tunisia, Yordania, Libya dan Suriah merupakan negara-negara Sunni, dan akan mengadopsi contoh Turki dalam pemerintahan (Khilafah Utsmani). Sedang pemerintahan (Turki sekarang) ini tidak ada hubungannya dengan pemerintahan Islam.”
Ia menambahkan: “Keberhasilan revolusi di Suriah akan meluas ke Yordania. Rakyat menginginkan perubahan dan membersihkan korupsi. Bahkan neo-kolonialisme telah meninggal setelah invasi Irak.”
Ya, tanda-tanda munculnya khilafah Islam telah kembali lagi. Sehingga kaum kafir terus memonitor dan mengawasinya, serta menyiapkan rencana untuk memeranginya jika tipu daya dan makar mereka tidak dapat mencegah munculnya Khilafah. Barat dan antek-anteknya sangat serius untuk menghalangi kebangkitan kaum muslim melalui berbagai cara.
Cara berpikir sesat yang merasuki kaum sekular-liberal yang membenci dan sekaligus takut dengan konsep Khilafah. Sekularisme yang merupakan pengalaman sempit dan lokal dari Barat, dianggap suci, mutlak benar, dan dapat berlaku universal. Sekularisme inilah yang kemudian digunakan untuk menghakimi dan memvonis Khilafah. Kesimpulan mereka, Khilafah harus dihukum dengan mengeluarkannya dari bagian ajaran Islam. Penolakan ini tentu bukan karena Khilafah bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi karena Khilafah tidak cocok dengan logika sekularisme yang menghapuskan peran agama dalam pengaturan kehidupan publik. Selain itu, kewajiban Khilafah juga ditolak karena katanya sejarah Khilafah penuh konflik yang berdarah-darah, otoriter, dan gagal. Khilafah juga dikatakan sekedar ijtihad sahabat sepeninggal Nabi SAW, yang bisa saja berubah-ubah sesuai waktu dan tempat. Dan seterusnya bla bla bla… (Luthfi Assyaukanie, Perlunya Mengubah Sikap Politik Kaum Muslim, www.islamlib.com; Jajang Jahroni, Khilafah Islam : Khilafah Yang Mana? www.islamlib.com).
Segala macam penolakan Khilafah, sesungguhnya terbit dari satu paradigma saja, yaitu sekularisme, tidak ada yang lain. Sekularisme itulah yang dijadikan paradigma pemikiran oleh kaum sekular-liberal yang membenci Khilafah. Maka dari itu, bisa dimaklumi mengapa kaum sekular-liberal sangat memuja-muja Ali Abdur Raziq (w. 1966), bekas ulama dan hakim agama di Mesir, yang dalam bukunya Al-Islam wa Ushul Al-Hukm : Bahts fi al-Khilafah wa Al-Hukumah (terbit 1925) telah menolak sistem Khilafah sebagai bagian ajaran Islam (Luthfi Assyaukanie, Ali Abd Ar-Raziq (1888-1966) Peletak Dasar Teologi Modern, http://www.islamlib.com).
Padahal, secara sosio-historis, sekularisme adalah pengalaman lokal Barat, tidak universal, dan jelas tidak bisa dipaksakan atas Dunia Islam yang berbeda karakteristiknya. Th. Sumartana secara jujur mengakui :
”Apa yang sudah terjadi di Barat sehubungan dengan hubungan agama dan negara sesungguhnya sejak awal bercorak lokal dan berlaku terbatas, tidak universal. Dan prinsip-prinsip yang dilahirkannya bukan pula bisa dianggap sebagai resep yang mujarab untuk mengobati komplikasi yang terjadi antara agama dan negara di bagian dunia yang lain…” (Th. Sumartana, ”Pengantar”, dalam Robert Audi, Agama dan Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal, 2002:xiv)
Kejahatan kapitalis paling mendasar adalah sekulerisme, yaitu: prinsip pemisahan antara agama dan tata kehidupan (fashluddin ‘anil hayat). Sehingga setiap manusia memiliki hak kebebasan yang diletakkan oleh sistem kapitalis ini, yaitu kebebasan beraqidah, berpendapat, kepemilikan dan kebebasan individu. Kemudian kebebasan ini dilindungi oleh HAM, yagn dikukuhkan hukumnya melalui deklarasi Human rigts yang disponsori PBB.
Sejumlah mitos-mitos palsu, kecaman, tuduhan, dan fitnahan telah dilontarkan oleh kaum sekuler untuk menyerang konsep Khilafah. Jika ditelaah dengan cermat dan seksama, berbagai tuduhan itu menyiratkan 3 (tiga) hal penting :
Pertama, paradigma yang melandasi bermacam tuduhan itu adalah sekularisme, bukan yang lain.
Kedua, berbagai tuduhan itu secara implisit telah menggunakan perspektif nilai-nilai Barat dan didasarkan pada pengalaman historis Barat.
Ketiga, seringkali tuduhan itu menunjukkan bahwa penuduhnya tidak memahami persoalan, atau memang sengaja melakukan disinformasi untuk kepentingan penyesatan.
Berbagai tuduhan itu akan gugur dengan sendirinya setelah kita tahu bahwa bahwa paradigmanya (yaitu sekularisme) adalah paradigma yang keliru dan sesat. Berbagai tuduhan itu dapat diumpamakan cabang dan ranting pohon yang berasal dari akar yang sama. Jika akarnya telah tercerabut dari tanah, maka seluruh bagian pohon tidak akan bisa berdiri tegak dan akan roboh dengan sendirinya. Firman Allah SWT (artinya):
”Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dari akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (QS Ibrahim [14] : 26)
Bentuk-Bentuk Mitos-mitos palsu dan tuduhan-tuduhan miring agar umat tersesat, diantaranya:
Ada baiknya kita mengetahui tujuan tuduhan-tuduhan kaum sekular-liberal yang membenci Khilafah itu. berbagai tuduhan itu tujuannya adalah : Pertama, agar umat Islam tersesat dan tertipu lalu menolak Khilafah yang sebenarnya sudah diketahui merupakan bagian ajaran Islam yang sangat penting (ma’luum min al-din bi al-dharurah). Kedua, agar umat Islam terus menerus menderita di bawah tindasan sistem sekuler yang kufur yang dipaksakan penjajah kafir atas umat Islam.
Mereka akan mengerahkan segala potensi pemikirannya untuk menangkal pemikiran yang shohih tentang tegaknya Syari’at Islam, baik dengan manufer pernyataan politik, konferensi press, berdalil yang tidak jelas asal-usulnya dalil dan yang paling tidak luwes mengerahkan massa melalui politik penyesatan (tadhilul ummat Iis-siyasah) dan manuver politik pembohongan umat (takdzibul ummat Iis-siyasah) demi kelestarian kesenangan yang selama ini dinikmati hawa nafsunya..
Jadi, segala macam tuduhan itu dimaksudkan untuk menjegal perjuangan umat yang ikhlas untuk mengembalikan Khilafah, serta untuk menjustifikasi dominasi penguasa sekuler yang menjadi antek-antek kaum penjajah kafir, khususnya Amerika Serikat. Jelas, berbagai fitnah dan mitos-mitos palsu yang diciptakan musuh-musuh Allah harus ditangkal dengan jalan dakwah.
Upaya mengembalikan Khilafah Rosyidah adalah merupakan usaha mulia yang harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Lebih dari itu merupakan kewajiban dari Allah SWT bagi kita. Oleh karena itu, tantangan-tantagan tersebut harus dihadapi secara serius dan sistematis sesuai thoriqoh yang diridhoi Allah Swt. Umat harus segera dijelaskan secara naqli dan aqli agar terbentuk kesadaran umum terhadap cinta-cita yang mulia ini. Allah SWT mengingatkan kita:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisaa' 60).
Penutup
Mengutip pernyataan amir Hizbut Tahrir bahwa “Sesungguhnya perkara al-Khilafah al-Islamiyah amatlah agung dan posisinya sungguh sangat signifikan. Berdirinya tidak akan sekadar berita yang menjadi bahan ejekan media massa menyesatkan. Akan tetapi dengan izin Allah, berdirinya Khilafah akan menjadi ‘gempa’ menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah sejarah”.
Masalah ini bukanlah sekadar romantisme sejarah. Menegakkan khilafah merupakan kewajiban kita semua. Ketiadaan Khilafah Islamiyyah telah mengakibatkan telantarnya banyak hukum Islam. Kita wajib memfokuskan diri dalam perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah, dengan cara menjadikan agenda penegakan Khilafah Islamiyyah sebagai persoalan hidup dan mati. Kita wajib secara terus-menerus tanpa kenal lelah memberikan penyadaran kepada umat Islam mengenai kewajiban dan pentingnya perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah.
Mengubah pemerintahan demokrasi menjadi Daulah Islamiyah adalah sesuatu yang mungkin terjadi, membebaskan umat muslim dan negeri-negeri muslim dari penjajahan Barat adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Mengalahkan Amerika Serikat dan sekutunya dengan jihad di bawah naungan daulah Khilafah adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Oleh karena itu mari kita mengajak kaum muslimin untuk melakukan aktivitas politik Islam untuk meraih kemungkinan yang bisa merubah realitas yang rusak ini menjadi realitas baru yakni tegaknya daulah Khilafah.
Gerbong perjuangan penegakkan Khilafah kini sedang melaju. Gerbong itu siap diisi tatkala berhenti di setiap stasiun oleh siapapun yang hendak mengikutinya. Maka sungguh beruntunglah bagi mereka yang masuk menjadi bagian dari para penumpang yang menaikinya. Mereka hanya mengharapkan ridha Allah SWT untuk menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini. Kerahkanlah segenap tenaga dan pikiran demi tegaknya Khilafah. Gelegar penegakannya harus selalu lantang di setiap ruang sadar masyarakat. Sambutlah perubahan ini, sambutlah keagungan Khilafah. Allahu Akbar. [www.al-khilafah.org]
(Umar Syarifudin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia Kota Kediri)
Segala puji bagi Allah, Tuhan Pencipta bumi, langit dan isinya, Tuhan Maha mengatur alam, manusia dan kehidupan. Sholatan wa salaman atas Nabi Muhammad, saw. Kepada shahabatnya, dan pengikut jejak langkah dakwahnya.
Tahun 2014 akan berlalu. Secara umum tidak banyak perubahan mendasar yang terjadi di dunia Islam. Negeri-negeri Islam masih menjadi objek imperialisme negara-negara Kapitalisme dunia. Irak, Afghanistan, Palestina, Suriah dan Pakistan masih diduduki. Pangkalan militer Amerika tersebar di antero dunia Islam terutama di Timur Tengah. Cerminan pendudukan Amerika yang disetujui para bonekanya. Masyarakat internasional yang dipimpin oleh Amerika dan sekutunya tidak peduli sama sekali terhadap ribuan orang tua, wanita dan anak-anak yang telah mereka tumpahkan darahnya, serta ratusan ribu terluka yang telah mereka lempari roket-roket peledak hingga anggota tubuhnya hilang, kemudian jutaan orang yang telah mengungsi setelah rumah-rumahnya dihancurkan.
Di belahan dunia Islam lainnya, kaum minoritas Muslim tak beranjak dari kondisi terpuruk. Muslim di Xinjiang (Cina), Rohingya (Myanmar), dan Pattani (Thailand) berjuang untuk membebaskan diri dari kekejaman rezim penguasa. Sementara di Barat, minoritas Muslim sering mendapatkan perlakukan diskriminatif. Mereka semua tak bisa berbuat banyak, kecuali bertahan dan membela diri dengan kemampuan yang ada. di sisi lain, negara adidaya Amerika Serikat mulai berjalan gontai. Krisis ekonomi membuat negara itu limbung. Utang kian menumpuk. Rezim Obama bersitegang dengan Kongres terkait anggaran belanja negara sehingga pemerintahan AS sempat mengalami shutdown tahun lalu karena rencana pemerintah menambah utang tak disetujui oleh Kongres.
Kapitalisme sekuler menyebarkan populasi “masyarakat sakit” di barat dan timur. Kemajuan dan modernitas yang ditawarkan Kapitalisme justru menjadi resep manjur bagi arus massal dehumanisasi bagi umat manusia, karena membuat masyarakatnya lebih menghargai materi dan kesenangan fisik daripada bangunan masyarakatnya, ide kebebasan telah membuat mereka abai terhadap kemanusiaan dan pelestarian ras manusia itu sendiri. Paham individualistik akut telah melahirkan generasi yang rusak mentalnya, kosong secara spiritual, gagal mendefinisikan realitas kehidupan, tidak memiliki tujuan hidup dan terobsesi pada tokoh-tokoh superhero imajinatif dan inhuman dari industri hiburan kapitalistik yang mereka ciptakan sendiri.
Indonesia dalam sejarahnya telah beberapa kali berganti rezim kekuasaan. Mulai era orde lama yang dipimpin rezim Soekarno, kemudian beralih ke era orde baru yang dipimpin rezim Soeharto, hingga era reformasi yang dipimpin oleh beberapa rezim mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono selama 2 periode, dan saat ini dilanjutkan oleh Joko Widodo. Pergantian rezim di Indonesia berada pada simpul sistem yang sama, yakni demokrasi, meskipun diinterpretasikan berbeda oleh masing-masing rezim.
Pada periode 2014-2019, Indonesia dipimpin oleh Joko Widodo dan Jusuf Kala sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Apabila melihat sejarah, permasalahan serupa akan dijumpai pada masa pemerintahan mereka. Hal ini disebabkan sistem demokrasi yang dijadikan panutan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Padahal, sistem demokrasi penuh dengan kecacatan dan membunuh dirinya sendiri.
Kegelisahan terhadap demokrasi sudah lama diutarakan oleh para penganut demokrasi itu sendiri, lihatlah sinisme John Adams (mantan Presiden AS ke-II), dia pernah menulis: Remember, democracy never lasts long. It soon wastes, exhausts, and murders itself. There never was a democracy yet that did not commit suicide. (Ingatlah, demokrasi tidak akan bertahan lama. Ia akan segera terbuang, melemah dan membunuh dirinya sendiri; demokrasi pasti akan bunuh diri).
Demokrasi tidak memberikan apa-apa, kecuali segudang permasalahan. Harapan kepada demokrasi merupakan harapan semu yang tidak akan menghasilkan kebaikan sedikit pun. Ketaatan kepada Syariat Islam secara menyeluruh merupakan wujud keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Maka penerapan Syariat Islam secara menyeluruh merupakan syarat terlimpahkannya berkah Allah dari langit dan bumi. Tentunya, penerapan Syariat Islam yang dimaksud bukan semata-mata dalam aspek individual, tetapi dalam semua hal, termasuk bernegara. Karena sungguh tidaklah sedikit hukum-hukum Allah SWT yang hanya dapat diimplementasikan, kecuali dengan keberadaan negara. Namun, negara yang dimaksud bukanlah sembarang negara. Negara tersebut adalah negara yang menerapkan Syariat Islam secara menyeluruh, yakni Al Khilafah Rasyidah ‘ala min haajin nubuwwah.
Tegaknya Khilafah Semakin Dekat
Banyak penulis telah menggambarkan kemerosotan Barat ini, baik penulis Barat sendiri, maupun penulis dari kalangan anak umat Islam. Sejak sekitar tahun 1980-an hingga kini, buku-buku seperti ini terus hadir untuk membangkitkan kesadaran kita akan keroposnya Peradaban Barat. Muhammad Sulaiman pada tahun 1984 telah menulis buku As-Suquth min ad-Dakhil (Keruntuhan AS dari Dalam). Pada tahun 1992 terbit buku We’re Number One karya Andrew L. Saphiro, penulis Amerika, yang menggambarkan kebobrokan AS di berbagai bidang di balik kesan palsu AS sebagai negara nomor satu di dunia. Belakangan muncul Muhammad Nuroddin Usman tahun 2003 menulis buku berjudul Menanti Detik-Detik Kematian Barat. Lalu ada Harry Shutt, seorang Amerika lainnya, pada tahun 2005 menulis buku Runtuhnya Kapitalisme (The Decline of Capitalism). Mohammad Shoelhi menulis Di Ambang Keruntuhan Amerika pada tahun 2007.
Bahkan, orang kafir saja ada yang yakin akan tegaknya Khilafah. Michael Loreyev, direktur sebuah perusahaan dan Wakil Presiden Rusia Onion of Industrialists dan Wakil Ketua Duma (Rusia Assembly) memprediksi pada tahun 2020 akan muncul beberapa negara besar di dunia. Salah satunya adalah Khilafah. Ini juga sejalan dengan prediksi The National Intelligence Counted yang menyebut kemungkinan munculnya Khilafah baru pada tahun 2020. Keseriusan negara-negara kafir penjajah melakukan berbagai cara untuk menghalangi perjuangan Khilafah menjadi bukti nyata bahwa mereka tidak menganggap Khilafah sebagai utopia, namun ancaman nyata.
Kerinduan umat terhadap khilafah dibarengi oleh kondisi peradaban barat yang kian merosot. Sesungguhnya Peradaban Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat saat ini boleh diibaratkan sebagai “the new sick man” (orang sakit baru) yang tengah menunggu sekarat. Berbagai krisis multidimensional mulai dari krisis ekonomi dan finansial, krisis politik, krisis lingkungan, krisis moralitas dan seterusnya telah menjadi semacam kanker ganas yang menggerogoti peradaban Barat yang sakit dan gagal.
Indikasi tersebut terlihat dari rindunya umat Islam untuk kembali dipimpin oleh seorang khalifah di bawah naungan Khilafah. 2 konteks yang memberikan gambaran kerinduan tersebut adalah:
1. Perjuangan kaum muslimin di Suriah adalah perjuangan penegakkan Khilafah. Revolusi Syam di Suriah terjadi mulai tahun 2012. Ketika Arab Spring nyaris berakhir setelah tumbangnya sejumlah rezim di Mesir dan Yaman, serta dimulainya pengadilan terhadap rezim-rezim tersebut, seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir, justru Revolusi Syam ini membara. Revolusi ini berbeda dengan revolusi-revolusi rakyat di Tunisia, Mesir, Bahrain, Libya, Yaman dan beberapa wilayah yang lain. Ciri yang membedakan Revolusi Syam dengan Revolusi di Dunia Arab lainnya adalah sifat keIslamannya. Jika Revolusi di dunia Arab lainnya menuntut ditumbangkannya rezim boneka, maka Revolusi Suriah tidak hanya itu. Mereka juga menuntut diterapkannya syariah dan tegaknya khilafah. Bahkan, mayoritas pejuang Islam di sana telah menandatangi Mitsaq al-‘Amal li Iqamati al-Khilafah (Komunike Perjuangan untuk Menegakkan Khilafah).
Dalam kasus Suriah, kesadaran menegakkan Islam dalam bingkai Khilafah itu jelas-jelas nyata. Ketika revolusi ini hendak dibajak oleh antek-antek Barat yang menyusup di tengah-tengah mereka, baik melalui koalisi nasional, oposisi karbitan, hingga penyusupan di tengah-tengah aksi, seperti yang terjadi di Banash, semuanya berhasil digagalkan. Ini bukti, bahwa kesadaran politik umat jelas semakin menguat.
Peluang berdirinya khilafah Islam di Syam tidak bisa dilepaskan dari kembalinya kesadaran politik dan keberislaman kaum Muslim di sana. Terlebih, ketika rezim boneka dukungan Barat dengan sistem monarki, republik dan demokrasinya jelas-jelas telah merampas hak-hak politik mereka, dan gagal menyejahterakan kehidupan mereka.
Sejarah khilafah dengan segala kejayaannya juga menjadi bagian dari sejarah mereka. Mereka bisa membandingkan, terlebih saat mereka mengalami nasib tragis seperti saat ini. Di zaman khilafah mereka dihormati oleh kawan dan lawan, tetapi di bawah rezim boneka, mereka dinistakan, dan bahkan dibantai di sana sini.
Hizbut Tahrir, sebagai partai ideologis, benar-benar menyadari tanggung jawabnya, bukan hanya kepada rakyat Syam, tetapi juga kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam. Karena itu, siang dan malam, Hizbut Tahrir terus bekerja keras untuk mengawal Revolusi Islam ini hingga mencapai tujuannya, yaitu tumbangnya rezim kufur Bashar, kemudian menggantikannya dengan khilafah.
Hizbut Tahrir memobilisasi para pejuang Islam di sana untuk menandatangani Mitsaq al-‘Amal li Iqamati al-Khilafah. Hizbut Tahrir juga telah menyiapkan RUUD Negara Khilafah yang siap kapan saja diterapkan. Hizbut Tahrir juga telah mempersiapkan para aktivis terbaiknya untuk menjalankan roda pemerintahan.
2. PEW Research Center yang bermarkas di Washington DC merilis hasil surveinya terkait opini publik mengenai dukungannya terhadap penerapan syariah di level negara. Cakupan survei ini cukup luas dengan melibatkan 38.000 responden di 39 negara di wilayah Afrika, Asia dan Eropa. Hasilnya, dukungan umat Islam terhadap penerapan syariah di Indonesia sebesar 72 persen, Pakistan (84 persen), Bangladesh (82 persen), Afghanistan (99 persen), Thailand (72 persen), dan Malaysia (86 persen). Di Timur Tengah dan Afrika: Irak (91 persen), Palestina (89 persen), Maroko (83 persen), Mesir (74 persen), Yordania (71 persen), Niger (86 persen), Djibouti (82 persen), Kongo (74 persen) dan Nigeria (71 persen).
Hasil survei ini menunjukkan bahwa bukan hanya di Indonesia, tapi juga di banyak negeri Muslim, aspirasi untuk kembalinya syariah ternyata juga sangat besar. Umat sudah menyadari bahwa kebaikan hanya ada pada Islam dengan syariahnya, bukan dalam sistem sekuler yang telah nyata-tanya gagal membawa kebaikan.
Tantangan Serius
Beberapa situs mempublikasikan pernyataan seorang mantan pejabat CIA, Robert Baer, bahwa “Teorinya tentang dominasi Syiah Iran di Timur Tengah benar-benar telah runtuh. Sekarang, kami hidup era revolusi rakyat Sunni. Dan tanda-tanda munculnya Khilafah Islam telah kembali. Mesir, Tunisia, Yordania, Libya dan Suriah merupakan negara-negara Sunni, dan akan mengadopsi contoh Turki dalam pemerintahan (Khilafah Utsmani). Sedang pemerintahan (Turki sekarang) ini tidak ada hubungannya dengan pemerintahan Islam.”
Ia menambahkan: “Keberhasilan revolusi di Suriah akan meluas ke Yordania. Rakyat menginginkan perubahan dan membersihkan korupsi. Bahkan neo-kolonialisme telah meninggal setelah invasi Irak.”
Ya, tanda-tanda munculnya khilafah Islam telah kembali lagi. Sehingga kaum kafir terus memonitor dan mengawasinya, serta menyiapkan rencana untuk memeranginya jika tipu daya dan makar mereka tidak dapat mencegah munculnya Khilafah. Barat dan antek-anteknya sangat serius untuk menghalangi kebangkitan kaum muslim melalui berbagai cara.
Cara berpikir sesat yang merasuki kaum sekular-liberal yang membenci dan sekaligus takut dengan konsep Khilafah. Sekularisme yang merupakan pengalaman sempit dan lokal dari Barat, dianggap suci, mutlak benar, dan dapat berlaku universal. Sekularisme inilah yang kemudian digunakan untuk menghakimi dan memvonis Khilafah. Kesimpulan mereka, Khilafah harus dihukum dengan mengeluarkannya dari bagian ajaran Islam. Penolakan ini tentu bukan karena Khilafah bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi karena Khilafah tidak cocok dengan logika sekularisme yang menghapuskan peran agama dalam pengaturan kehidupan publik. Selain itu, kewajiban Khilafah juga ditolak karena katanya sejarah Khilafah penuh konflik yang berdarah-darah, otoriter, dan gagal. Khilafah juga dikatakan sekedar ijtihad sahabat sepeninggal Nabi SAW, yang bisa saja berubah-ubah sesuai waktu dan tempat. Dan seterusnya bla bla bla… (Luthfi Assyaukanie, Perlunya Mengubah Sikap Politik Kaum Muslim, www.islamlib.com; Jajang Jahroni, Khilafah Islam : Khilafah Yang Mana? www.islamlib.com).
Segala macam penolakan Khilafah, sesungguhnya terbit dari satu paradigma saja, yaitu sekularisme, tidak ada yang lain. Sekularisme itulah yang dijadikan paradigma pemikiran oleh kaum sekular-liberal yang membenci Khilafah. Maka dari itu, bisa dimaklumi mengapa kaum sekular-liberal sangat memuja-muja Ali Abdur Raziq (w. 1966), bekas ulama dan hakim agama di Mesir, yang dalam bukunya Al-Islam wa Ushul Al-Hukm : Bahts fi al-Khilafah wa Al-Hukumah (terbit 1925) telah menolak sistem Khilafah sebagai bagian ajaran Islam (Luthfi Assyaukanie, Ali Abd Ar-Raziq (1888-1966) Peletak Dasar Teologi Modern, http://www.islamlib.com).
Padahal, secara sosio-historis, sekularisme adalah pengalaman lokal Barat, tidak universal, dan jelas tidak bisa dipaksakan atas Dunia Islam yang berbeda karakteristiknya. Th. Sumartana secara jujur mengakui :
”Apa yang sudah terjadi di Barat sehubungan dengan hubungan agama dan negara sesungguhnya sejak awal bercorak lokal dan berlaku terbatas, tidak universal. Dan prinsip-prinsip yang dilahirkannya bukan pula bisa dianggap sebagai resep yang mujarab untuk mengobati komplikasi yang terjadi antara agama dan negara di bagian dunia yang lain…” (Th. Sumartana, ”Pengantar”, dalam Robert Audi, Agama dan Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal, 2002:xiv)
Kejahatan kapitalis paling mendasar adalah sekulerisme, yaitu: prinsip pemisahan antara agama dan tata kehidupan (fashluddin ‘anil hayat). Sehingga setiap manusia memiliki hak kebebasan yang diletakkan oleh sistem kapitalis ini, yaitu kebebasan beraqidah, berpendapat, kepemilikan dan kebebasan individu. Kemudian kebebasan ini dilindungi oleh HAM, yagn dikukuhkan hukumnya melalui deklarasi Human rigts yang disponsori PBB.
Sejumlah mitos-mitos palsu, kecaman, tuduhan, dan fitnahan telah dilontarkan oleh kaum sekuler untuk menyerang konsep Khilafah. Jika ditelaah dengan cermat dan seksama, berbagai tuduhan itu menyiratkan 3 (tiga) hal penting :
Pertama, paradigma yang melandasi bermacam tuduhan itu adalah sekularisme, bukan yang lain.
Kedua, berbagai tuduhan itu secara implisit telah menggunakan perspektif nilai-nilai Barat dan didasarkan pada pengalaman historis Barat.
Ketiga, seringkali tuduhan itu menunjukkan bahwa penuduhnya tidak memahami persoalan, atau memang sengaja melakukan disinformasi untuk kepentingan penyesatan.
Berbagai tuduhan itu akan gugur dengan sendirinya setelah kita tahu bahwa bahwa paradigmanya (yaitu sekularisme) adalah paradigma yang keliru dan sesat. Berbagai tuduhan itu dapat diumpamakan cabang dan ranting pohon yang berasal dari akar yang sama. Jika akarnya telah tercerabut dari tanah, maka seluruh bagian pohon tidak akan bisa berdiri tegak dan akan roboh dengan sendirinya. Firman Allah SWT (artinya):
”Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dari akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (QS Ibrahim [14] : 26)
Bentuk-Bentuk Mitos-mitos palsu dan tuduhan-tuduhan miring agar umat tersesat, diantaranya:
- Khilafah itu utopis dan absurd, karena mengandaikan satu payung politik untuk negeri-negeri muslim di seluruh dunia
- Khilafah tidak populer dan feasible (layak), karena bertentangan dengan konsep negara bangsa (nation state) yang disepakati semua manusia modern
- Khilafah telah gagal dan tidak berjalan sempurna, karena terbukti 3 khalifahnya dalam Khilafah Rasyidah (Umar, Ali, Utsman) mati terbunuh
- Khilafah hanya mungkin diterapkan dalam wilayah geografi sempit dengan komunitas politik yang relatif seragam
- Khilafah bukan sebuah bentuk kekuasaan yang diwajibkan agama, tapi hanya ijtihad politik sahabat sepeninggal Nabi, terbukti dari tidak adanya sistem pengangkatan khalifah yang baku antara Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali
- Khilafah dalam sejarah itu despotis (sewenang-wenang) dan tidak bisa dimintai pertanggung jawaban, sejarah Khilafah berdarah-darah.
- Persatuan umat Islam sedunia tidak mungkin terjadi karena banyaknya jumlah aliran dan tempat tinggal di negeri-negeri yang berbeda-beda
- Islam tidak memiliki Sistem pemerintahan dan penegakan Khilafah itu utopis
- Islam ketinggalan zaman sejak perkembangan kapitalisme, tidak memberi kontribusi apapun dalam perkembangan IPTEK. Islam adalah peradaban zaman batu
- Dunia Islam tidak siap menerima dan tidak menginginkan sistem Islam, Kalau Khilafah ditegakkan di negeri ini, maka akan terjadi disintegrasi bangsa
- Khilafah Islam tidak ada dan tidak akan pernah ada, Dalam Al-Quran tidak ada satu potong ayatpun yang menyebutkan Syari’at Islam, menyeru harus menegakkan Syari’at Islam, dan lain-lain
Ada baiknya kita mengetahui tujuan tuduhan-tuduhan kaum sekular-liberal yang membenci Khilafah itu. berbagai tuduhan itu tujuannya adalah : Pertama, agar umat Islam tersesat dan tertipu lalu menolak Khilafah yang sebenarnya sudah diketahui merupakan bagian ajaran Islam yang sangat penting (ma’luum min al-din bi al-dharurah). Kedua, agar umat Islam terus menerus menderita di bawah tindasan sistem sekuler yang kufur yang dipaksakan penjajah kafir atas umat Islam.
Mereka akan mengerahkan segala potensi pemikirannya untuk menangkal pemikiran yang shohih tentang tegaknya Syari’at Islam, baik dengan manufer pernyataan politik, konferensi press, berdalil yang tidak jelas asal-usulnya dalil dan yang paling tidak luwes mengerahkan massa melalui politik penyesatan (tadhilul ummat Iis-siyasah) dan manuver politik pembohongan umat (takdzibul ummat Iis-siyasah) demi kelestarian kesenangan yang selama ini dinikmati hawa nafsunya..
Jadi, segala macam tuduhan itu dimaksudkan untuk menjegal perjuangan umat yang ikhlas untuk mengembalikan Khilafah, serta untuk menjustifikasi dominasi penguasa sekuler yang menjadi antek-antek kaum penjajah kafir, khususnya Amerika Serikat. Jelas, berbagai fitnah dan mitos-mitos palsu yang diciptakan musuh-musuh Allah harus ditangkal dengan jalan dakwah.
Upaya mengembalikan Khilafah Rosyidah adalah merupakan usaha mulia yang harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Lebih dari itu merupakan kewajiban dari Allah SWT bagi kita. Oleh karena itu, tantangan-tantagan tersebut harus dihadapi secara serius dan sistematis sesuai thoriqoh yang diridhoi Allah Swt. Umat harus segera dijelaskan secara naqli dan aqli agar terbentuk kesadaran umum terhadap cinta-cita yang mulia ini. Allah SWT mengingatkan kita:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisaa' 60).
Penutup
Mengutip pernyataan amir Hizbut Tahrir bahwa “Sesungguhnya perkara al-Khilafah al-Islamiyah amatlah agung dan posisinya sungguh sangat signifikan. Berdirinya tidak akan sekadar berita yang menjadi bahan ejekan media massa menyesatkan. Akan tetapi dengan izin Allah, berdirinya Khilafah akan menjadi ‘gempa’ menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah sejarah”.
Masalah ini bukanlah sekadar romantisme sejarah. Menegakkan khilafah merupakan kewajiban kita semua. Ketiadaan Khilafah Islamiyyah telah mengakibatkan telantarnya banyak hukum Islam. Kita wajib memfokuskan diri dalam perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah, dengan cara menjadikan agenda penegakan Khilafah Islamiyyah sebagai persoalan hidup dan mati. Kita wajib secara terus-menerus tanpa kenal lelah memberikan penyadaran kepada umat Islam mengenai kewajiban dan pentingnya perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah.
Mengubah pemerintahan demokrasi menjadi Daulah Islamiyah adalah sesuatu yang mungkin terjadi, membebaskan umat muslim dan negeri-negeri muslim dari penjajahan Barat adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Mengalahkan Amerika Serikat dan sekutunya dengan jihad di bawah naungan daulah Khilafah adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Oleh karena itu mari kita mengajak kaum muslimin untuk melakukan aktivitas politik Islam untuk meraih kemungkinan yang bisa merubah realitas yang rusak ini menjadi realitas baru yakni tegaknya daulah Khilafah.
Gerbong perjuangan penegakkan Khilafah kini sedang melaju. Gerbong itu siap diisi tatkala berhenti di setiap stasiun oleh siapapun yang hendak mengikutinya. Maka sungguh beruntunglah bagi mereka yang masuk menjadi bagian dari para penumpang yang menaikinya. Mereka hanya mengharapkan ridha Allah SWT untuk menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini. Kerahkanlah segenap tenaga dan pikiran demi tegaknya Khilafah. Gelegar penegakannya harus selalu lantang di setiap ruang sadar masyarakat. Sambutlah perubahan ini, sambutlah keagungan Khilafah. Allahu Akbar. [www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar