Header Ads

Serial Bantahan Atas Kaum Liberal Mengenai LGBT (Kajian Hadits)

Serial Bantahan Atas Kaum Liberal Mengenai LGBT (Kajian Hadits)
Hadits (I): Laknat Bagi Pelaku Perbuatan Liwâth (Hubungan Homoseksual)

Para ulama menukil dalil-dalil dari al-Sunnah yang mengecam perbuatan liwâth, yakni perbuatan homoseksual lelaki mendatangi lelaki lainnya dari duburnya, dalil-dalil tersebut menunjukkan secara jelas keharaman perbuatan keji tersebut. Salah satunya hadits:



Rasulullah -shallaLlâhu ‘alayhi wa sallam- bersabda:

«لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ»

“Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dll)[1]

Hadits di atas merupakan kecaman Rasulullah -shallaLlâhu ‘alayhi wa sallam- atas perbuatan liwâth, kecaman tersebut diulang sebanyak tiga kali yang merupakan penekanan (tawkiid) atas kecaman tersebut, dan faidahnya menafikan keraguan atas kebenaran kecaman dalam hadits tersebut [2].  Dan kata la’ana mashdarnya adalah al-la’nu yakni al-ta’dzîb (siksaan) [3], Imam al-Azhari (w. 370 H) memaknai (لعنه الله) yakni Allah menjauhkannya.[4]  Al-Hafizh Ibn al-Atsir (w. 606 H) menjelaskan:

وَأَصْلُ اللَّعْن: الطَّرْد والإبْعاد  مِنَ اللهِ، وَمِنَ الخَلْق السَّبُّ والدُّعاء

“Asal kata al-la’nu: terhempas dan terjauhkan[5] dari Allah, dan dari makhluk-Nya berupa celaan dan do’a keburukan.” [6]

Dan makna yang lebih rinci, sebagaimana dijelaskan Imam al-Raghib al-Ashfahani bahwa orang yang terlaknat itu terhempas dan terjauhkan masuk ke dalam jalan kemurkaan, dan laknat dari Allah berupa siksa di akhirat, dan di dunia terputus dari rahmat dan taufik-Nya.[7]

Kata laknat jelas mengandung pesan tercelanya perbuatan homoseksual seperti yang dilakukan kaum Luth, yakni kaum lelaki yang mendatangi kaum lelaki lainnya dari duburnya, dalam ilmu ushul fikih kata laknat ini pun menjadi indikasi keharaman perbuatan tersebut, bahkan indikasi bahwa ia termasuk dosa besar. Al-Qadhi ’Iyadh (w. 544 H) menjelaskan:

وقد استدلوا لما جاءت به اللعنة أنه من الكبائر

“Dan sungguh para ulama telah berdalil bahwa hal-hal dimana kata laknat menyertainya maka ia termasuk dosa besar.”[8]

Penjelasan di atas, merupakan salah satu dari sekian banyak argumentasi syar’i yang jelas membatalkan ‘pembelaan’ (penyesatan) kaum Liberal yang sesat menyesatkan atas perbuatan keji praktik homoseksual. Kecaman-kecaman yang diungkapkan secara sharih (jelas) dalam hadits di atas, jelas mengandung celaan yang berfaidah pada kejelasan keharamannya dalam Islam.

Catatan Kaki:

[1] Hadits shahih, Ahmad dalam Musnad-nya (I/127), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (53), al-Thabrani (11546), dishahihkan al-Hakim (IV/356), namun dihasankan oleh Syu’aib al-Arna’uth.
[2] Dalam bahasan balaghah, ilmu al-ma’âni, keberadaan kata-kata tawkîd (penegasan) ini berfaidah menafikan keraguan. Lihat: Tim Pakar, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 39.
[3] Abu ‘Abdurrahman al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi al-Bashri, Kitâb Al-‘Ayn, Ed: Dr. Mahdi al-Makhzhumi, Dâr wa Maktabah al-Hilâl, juz II, hlm. 141.
[4] Muhammad bin Ahmad al-Azhari al-Haruri, Al-Zâhir fii Ghariib Alfâzh al-Syâfi’i, Ed: Dr. Muhammad Jabr, Kuwait: Wizârah al-Awqâf wa al-Syu’uun al-Islâmiyyah, Cet. I, 1399 H, juz I, hlm. 335.
[5] Lihat pula: Abu al-Qasim Mahmud bin ’Amru al-Zamakhsyari, Asâs al-Balâghah, Ed: Muhammad Basil, Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, Cet. I, 1419 H, juz II, hlm. 171.
[6] Majduddin Abu al-Sa’adat al-Mubarak bin Muhammad (Ibn al-Atsir), Al-Nihâyah fii Ghariib al-Hadiits wa al-Atsar, Ed: Thahir Ahmad al-Zawi, Beirut: al-Maktabah al-’Ilmiyyah, 1399 H, juz IV, hlm. 255.
[7] Abu al-Qâsim al-Husain bin Muhammad al-Râghib al-Ashfahani, Al-Mufradât fî Gharîb al-Qur’ân, Maktabah Nazâr Mushthafâ al-Bâz, suku kata (لعن), jilid II, hlm. 581.
[8] ‘Iyadh bin Musa Abu al-Fadhl al-Sabati, Syarh Shahiih Muslim (Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id Muslim), Ed: Dr. Yahya Isma’il, Mesir: Dâr al-Wafâ’, Cet. I, 1419 H, juz IV, hlm. 486.

Sumber: irfanabunaveed.net

[htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.