Aneh! Ada Bendera Ormas Dalam Deklarasi Pelarangan Ormas dan Orpol
Di hadapan 100 massa yang terdiri dari beberapa alumni, mahasiswa, dan dosen, Rektor ISI Yogyakarta Prof. M Agus Burhan, M.Hum menyampaikan deklarasi pelarangan organisasi massa (ormas) dan organisasi politik (orpol) di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta (17/6). Deklarasi ini dibacakan di atas panggung kecil di depan gedung rektorat kampus.
Namun ada sesuatu yang aneh dalam acara tersebut. Nampak Yustoni Volunteero, aktivis seni sosialis Taring Padi malah berorasi di atas panggung dengan didampingi seseorang yang mengibarkan bendera organisasi massa Islam terbesar di Indonesia (Nahdlatul Ulama). Meski demikian tidak juga tampak tokoh representasi NU di atas panggung tersebut.
Satu hal lain yang menarik adalah, Yustoni juga menggunakan pakaian identitas Islam tradisional -layaknya santri, yang tampak sangat dipaksakan karena pergelangan tangannya yang dipenuhi tato. Padahal bertato hukumnya adalah haram menurut ijma’ ulama bahkan merupakan salah satu dosa besar.
Dari fenomena tersebut, nampak bahwa deklarasi hanya menyasar ormas atau orpol tertentu yang tidak disukai oleh massa, dan bukan merupakan deklarasi yang adil dan berimbang.
“Jika aktivis sosialis dan bendera NU bebas dikibarkan di Kampus ISI, lalu kenapa HTI dipersoalkan?”, ungkap seorang netizen.
Di dalam deklarasinya Rektor ISI menyampaikan tiga poin; 1) Melarang keberadaan organisasi massa dan partai politik apapun di kampus ISI Yogyakarta. 2) Melarang adanya kegiatan organisasi massa dan partai politik maupun penyebaran ideologinya yang bertentangan dengan visi & misi kampus. 3) ISI Yogyakarta menjadi pelopor perguruan tinggi seni nasional yang unggul kreatif & inovatif berdasarkan Pancasila.
(L. Roya)
[www.al-khilafah.org]
Namun ada sesuatu yang aneh dalam acara tersebut. Nampak Yustoni Volunteero, aktivis seni sosialis Taring Padi malah berorasi di atas panggung dengan didampingi seseorang yang mengibarkan bendera organisasi massa Islam terbesar di Indonesia (Nahdlatul Ulama). Meski demikian tidak juga tampak tokoh representasi NU di atas panggung tersebut.
Satu hal lain yang menarik adalah, Yustoni juga menggunakan pakaian identitas Islam tradisional -layaknya santri, yang tampak sangat dipaksakan karena pergelangan tangannya yang dipenuhi tato. Padahal bertato hukumnya adalah haram menurut ijma’ ulama bahkan merupakan salah satu dosa besar.
Dari fenomena tersebut, nampak bahwa deklarasi hanya menyasar ormas atau orpol tertentu yang tidak disukai oleh massa, dan bukan merupakan deklarasi yang adil dan berimbang.
“Jika aktivis sosialis dan bendera NU bebas dikibarkan di Kampus ISI, lalu kenapa HTI dipersoalkan?”, ungkap seorang netizen.
Di dalam deklarasinya Rektor ISI menyampaikan tiga poin; 1) Melarang keberadaan organisasi massa dan partai politik apapun di kampus ISI Yogyakarta. 2) Melarang adanya kegiatan organisasi massa dan partai politik maupun penyebaran ideologinya yang bertentangan dengan visi & misi kampus. 3) ISI Yogyakarta menjadi pelopor perguruan tinggi seni nasional yang unggul kreatif & inovatif berdasarkan Pancasila.
(L. Roya)
[www.al-khilafah.org]
muslim tapi phobia sama Islam ni gimana ceritanya ya.. prihatin tin tin tin lah.. mau aja disetir pemikirannya sama barat. bertobatlah saudara sebelum terlambat. seharusnya ormas islam bahu membahu membangkitkan umat islam kearah mengembalikan kehidupan islam dengan syariah dan khilafah. bukan justru menolak khilafah yang padahal adalah ajaran Islam
BalasHapus