Header Ads

Surat Terbuka dari AM untuk Anas Urbaningrum: Tinggalkan Demokrasi!

Teka-teki siapa yang bakal menduduki orang nomor satu di partai demokrat terjawab sudah. Setelah memalui proses pemilihan yang begitu sengit, akhirnya Anas urbaningrum (AU), terpilih menjadi ketua umum Partai demokrat. Mengungguli dua pesaingnya; Andi Malarangeng (AM) dan Marzukie Ali (MA) Pada Kongres II Partai Demokrat 21-23 Mei 2010 di Kota Bandung, Jawa Barat.

Anas yang juga masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI ini akan mengemban tugas memimpin Demokrat selama periode 2010-2015. Pihak yang tentunya paling bertanggung jawab terhadap sepak terjang partai dalam percaturan politik di Indonesia lima tahun kedepan.

Sebagaimana di ketahui bersama, partai demokrat, meskipun mengklaim sebagai partai yang religius, namun merupakan salah satu parpol yang berhaluan sekuler, menitik beratkan untuk menegakkan demokrasi (kedaulatan di tangan rakyat). Hal itu tercermin dalam visi misi partai tersebut. (Lihat: www.demokrat.or.id).

Islam melarang kedaulatan di tangan rakyat (Demokrasi)
Islam adalah sebuah mabda’ (Ideologi) yang memiliki aturan kaffah, bukan hanya mengatur ibdah ritual dan spiritual saja. Agama hanya berlaku di wilayah privat, sementara di luar itu, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, termasuk hukum dan persanksian, agama dipinggirkan. Ketika sudah masuk ke ranah publik, ketaqwaan menjadi lenyap.

Dalam Islam, kedaulatan adalah di tangan Allah (hukum syara’). Artinya, yang berhak membuat hukum hanyalah Allah, bukannya manusia. Sebagaimana yang sekarang terjadi di negri ini, para wakil rakyat yang duduk di parlemen diberi tugas melakukan legislasi terhadap undang-undang sekuler. Padahal Allah swt berfirman:

"Menetapkan hukum hanyalah hak Allah."(QS. Al-An’aam : 57)

Larangan serupa juga terdapat dalam Surat Al-Maidah ayat 44, 45, dan 47. Terjatuh pada tindakan fasiq atau dzalim, bahkan apabila sampai mengingkarinya bisa terjatuh kafir. Ibnu Abbas berkata: Barangsiapa yang juhud (mengingkari) apa yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla maka sungguh dia telah kafir, dan barang siapa yang mengakui apa yang diturunkan oleh Allah dan tidak berhukum dengannya maka dia dholim lagi fasik. (al-Imam Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 6/257)

Manusia itu lemah, memiliki keterbatasan, tidak diberi hak membuat hukum. Baik-buruk, terpuji-tercela, halal-haram tidak bisa di tunggangi oleh kepentingan manusia. Dengan demikian, hukum Islam berada di atas semua pihak, semua manusia. Satu-satunya hukum yang adil.

Sebuah partai politik dalam Islam
Sebuah partai politik (hizbun siyasiy) haruslah dibentuk untuk mengajak kepada Islam dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Allah swt berfirman:

"(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jama’ah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, iaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung." (TQS. Ali-Imran : 104)

Berkata Abu Ja’far berkata: (mengomentari ayat) waltakum minkum: ayat itu berarti “wahai orang-orang beriman”, “ummah” berarti “jama’ah”[1], kemudian ila al-khair: kepada Islam dan syariatnya”. [2]

Karenanya, sebuah partai politik yang shahih adalah di bentuk dalam rangka berjuang untuk menegakkan hukum-hukum Islam, bukan untuk menegakkan demokrasi. Syeikh Abdul Qodim Zallum: Haram mengambil, menerapkan dan menyebarluaskan demokrasi.

Semoga Bapak Anas Urbaningrum membaca tulisan berikut ini serta mau memahami, dan berkenan menindak lanjutinya. Amin. Wallahu ‘alam.

From = AM (Ali Mustofa)


Keterangan:

1. Abdurahman An-Nashir As-Sa’di, “Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Mannan”, Beirut Lebanon: Jami’ Al-Huquq Mahfudzah, 2002 M/ 1423 H, Hal. 142

2. Ath Thabari, “Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an”, Kairo: Maktabah Hajr, 2001m/1422h, Bab. 103 Juz 7, Hal. 89
Sumber

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.