Header Ads

Valentine's Day, Dari Budaya Sampai Ideologi

Di era global seperti sekarang ini, dunia sering diibaratkan global village alias sebuah desa global. Saking mudah terjangkaunya akses komunikasi, transportasi tentunya. Berangkat dari situ, maka layak banget kalo kemudian mulai dari cara dandan, cara berjalan, cara makan, cara tidur orang Barat nun jauh disana, bisa tertransfer dengan gampang ke negeri kita. Makanya ketika ngobrolin globalisasi, ada effect negative dan ada effect positifnya. Nah, orang sering bilang “kita ambil positifnya aja”. Persoalannya apa yang ditransfer Barat bukan cuma cara dan gaya tapi juga persoalan ‘nilai’. Sehingga dalam standar ‘positif-negatif’ pun, kita sudah tertular cara Barat menilai hal positif-negatif. Alias cara ukur kita terhadap suatu perbuatan itu baik atau buruk, sama dengan Barat mengukur baik-buruk, terpuji-tercela, dst.

Ngomong-ngomong soal peradaban, para sejarawan dan sosiolog sering membagi dunia ke dalam dua kubu besar, yaitu peradaban Barat dan peradaban Timur. Keduanya memiliki pandangan hidup masing-masing yang khas yang berbeda satu dengan yang lain, bahkan bertentangan secara diametral. Peradaban Barat yang dibangun pada akhir abad XV M dengan bergulirnya renaissance, humanisme, dan reformasi gereja, tegak diatas prinsip sekularisme. Prinsip inilah yang menjadi persepsi atau pandangan yang khas bagi masyarakat Barat yang diwujudkan dalam berbagai segmen aktivitas kehidupan. Persepsi inilah yang akan membangun peradaban yang khas yang berbeda dengan peradaban Timur (salah satunya peradaban Islam).

Sedangkan menurut Hafidz Abdurahman dalam buku Diskursus Islam, Politik dan Spiritual, beliau menjelaskan bahwa Islam merupakan suatu ajaran yang mencakup konsep spiritual dan politik (siyasiyah) dimana Islam memiliki persepsi yang khas tentang kehidupan, yaitu bahwa segmen kehidupan publik nggak bisa dipisahkan dari ajaran agama. Sehingga aspek politik, ekonomi, pemerintahan, pergaulan, hubungan luar negeri, dsb. diatur oleh wahyu Allah SWT (Syariat Islam), dan tidak diizinkan bagi manusia untuk membuat sistem kehidupan dengan tidak dilandasi oleh wahyu. Pandangan inilah yang membentuk peradaban khas, yaitu peradaban Islam.

Dari segi sumber antara peradaban Islam dan Barat sudah jelas bertolak belakang. Oleh karena itulah, pantas banget kalo Islam memang nggak bisa disandingkan dengan Barat dari segi pandangan hidup (akidah, way of life). Upaya untuk mempertemukan keduanya hanya akan menghasilkan kesia-siaan, jika toh keduanya ‘berhasil’ dikawinkan, maka selamanya akan terjadi pertentangan, dan kalo pun terjadi kompromi, Islam lah yang harus mengalah.

Mengutip dari tesis Huntington, bahwa orang-orang dari peradaban yang berbeda akan memiliki perbedaan mendasar dalam hal hubungan antara Tuhan dengan manusia, individu dengan masyarakat, negara dengan rakyatnya, anak dengan orang tuanya, suami dengan istri, sebagaimana juga perbedaan persepsi tentang hak dan kewajiban, kebebasan dan otoritas. Prinsip atau asas sekularisme yang diajarkan Barat, jelas bertolak belakang dengan prinsip Islam yang justu menyatukan antara ajaran agama dengan kehidupan. Karena Islam ketika dipelajari bersifat amaliah alias untuk diterapkan bukan sekedar ilmiah atau kepuasan intelektual aja.

Perbedaan secara diametral antara peradaban Barat dengan Islam inilah yang bisa mencuat menjadi suatu konflik antarperadaban di dalam masyarakat internasional. Dengan demikian, benturan peradaban hakikatnya adalah benturan yang terjadi antara sejumlah pemikiran dan atau ideologi yang berbeda atau bertolak belakang.

Nah disinilah menjadi sebuah keniscayaan terjadinya perang peradaban, yang orang biasanya sering menyebut perang pemikiran (ghazwul fikri) dan perang budaya (ghazwul tsaqofi) antara Barat Vs Islam. Pas banget kemudian Barat menjadikan V-Day sebagai alat serang, untuk memasukkan (kalo tidak bisa dikatakan memaksa) budaya, tsaqofah, perilaku Barat ke negeri-negeri kaum muslim.

So, gaya hidup konsumtif, materialis, liberalis, hedonis, dan kepermisifan nilai-nilai seksual, yang lazim ditemukan dalam perayaan V-Day merupakan konsekuensi logis dari peradaban sekularisme Barat. Nilai-nilai kayak gitu jelas nggak dikenal dalam ajaran Islam yang menjunjung tinggi prinsip taqwallah dan berlandaskan pada al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai rujukan nilai yang mendasar.

V-Day muncul di tengah-tengah sebuah negeri yang saat itu dijadikan sebagai pusat peradaban oleh bangsa-bangsa lain. Perayaan festival Lupercalia misalnya, adalah sebuah kebiasaan atawa adat yang berkembang disana, yang dia itu muncul sebagai salah satu cerminan dari peradaban Romawi.

Di sisi lain disadari atau tidak, aneka happening V-Day yang marak pada tanggal 14 Febuari, sebenarnya adalah sebuah bentuk produk penjajahan Barat. Sekali lagi Penjajahan Barat. Ya, Barat bukan aja berhasil menjajah umat muslim secara politik dan ekonomi, tapi juga secara budaya. Buktinya, apa yang lagi tren di Barat selalu di-copy-paste begitu aja oleh anak-anak kaum muslimin. Padahal mereka juga, nggak banyak yang ngeh ama sejarah V-Day, bahkan kalo mereka dibilangi V-Day bertentangan dengan Islam, malah justru Islamnya yang dikalahkan, V-Day yang dibela mati-matian. Huuh dasar !

Yang nggak kalah gawatnya, bahwa penjajahan Barat di bidang budaya ini udah bikin bopeng wajah pergaulan remaja kita. Di kalangan muda, pacaran udah dianggap ‘rukun’-nya jadi anak muda. Bukan sekadar pacaran, tapi aktivitas dalam pacaran yang mendekati zina juga udah dianggap lumrah. “Kayak nggak pernah muda aja,” geto kata mereka.

Sobat tahu nggak, akhirnya penjajahan Barat merangsek juga ke bidang yang lain, khususnya ekonomi. Liat aja aneka merchandise V-Day berupa greeting card, coklat, bunga, boneka tedy bear, de es be. menjadi barang wajib yang musti diberikan kepada orang yang katanya dikasihi. Siapa yang diuntungkan dari moment itu? Udah pasti para kapital alias pengusaha, coz produk-produk tadi tentu aja diproduksi nggak sebiji, dua biji, tapi berjuta-juta sesuai dengan peminat dan penikmat V-Day.

Di Amerika, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Mr. Howland mendapat ilham untuk memproduksi kartu di Amerika dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini.

Sejak tahun 2001, The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) tiap tahun mengeluarkan penghargaan "Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary" kepada perusahaan pencetak kartu terbaik.

Sejak Howland memproduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, produksi kartu dibuat secara massal di seluruh dunia. The Greeting Card Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan per tahun. Ini adalah hari raya terbesar kedua setelah Natal dan Tahun Baru (Merry Christmast and The Happy New Year). Asosiasi yang sama juga memperkirakan bahwa para perempuanlah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu valentine.

Mulai pada paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu di Amerika mengalami sedikit perubahan. Kartu ucapan yang tadinya memegang titik sentral, sekarang hanya sebagai komplement dari hadiah yang lebih besar. Hal ini sering dilakukan pria kepada perempuan. Hadiah-hadiahnya bisa berupa bunga mawar dan coklat. Bahkan mulai tahun 1980-an, industri berlian juga mengambil kesempatan hari valentine untuk mempromosikan produknya, sebagai perhiasan kepada perempuan pilihan.

Sobat muslim, dengan melihat banyaknya pernak-pernik V-Day yang sengaja diproduksi dan ternyata juga membuat ngiler para pemuja V-Day, maka kentara banget budaya materialisme, hedonisme udah lengket pada perayaan V-Day. Kalo gitu mana dong, ‘nilai kasih sayang’ yang katanya merupakan ciri khas dari V-Day? Apa kasih sayang identik dengan kado? Apa selama ini ngerayain V-Day karena tertarik ama hadiahnya? Jadi apakah inti dari V-Day adalah materi? Jawab! Jawab wahai pemuja V-Day !

Ok guyz, udah waktunya deh buka perasaan dan pikiran kamu, bahwa ada agenda terselubung yang berbahaya di balik perayaan V-Day. Hari berkasih sayang udah dijadikan kuda tunggangan untuk mengimpor budaya bejat Barat yang sok moralis nan matre. Dan budaya ini membuat remaja kita, klepek-klepek diterpanya. Mereka nggak bisa berpikir secara jernih lagi, para remaja dan pemuda muslim yang awam dari agamanya, terus dimanjakan dengan perayaan-perayaan seperti ini.

Kasih sayang yang sebenarnya karunia Allah dinodai dengan aktivitas pacaran sampai hubungan bebas yang kebablasan. Di negara-negara Barat, selebrasi V-Day emang nggak lepas dari seks pranikah. Maka di Inggris, pekan Valentine dijadikan bagian dari kampanye penggunaan alat kontrasepsi; kondom. Karena begitu tingginya aktivitas seks pranikah pada saat itu. Tapi supaya tetep terkesan romantis, di’bungkus’lah oleh coklat dan setangkai mawar.

Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, menjadikan V-Day sebagai prolog bagi sebuah kencan dari suatu hubungan yang serius. Ini karena memang V-Day pada awalnya didedikasikan buat ajang kenalan cowok-cewek. Kalo cocok bisa dilanjutkan dengan nge-date mulai dari makan bareng, sampe dengan bobok bareng alias zina.

Masih di Barat juga, di berbagai hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Belum lagi party-party yang lebih bersifat tertutup dan menjijikan, persis persepsi mereka tentang perayaan Lupercalia di jaman Romawi Kuno. Ironis memang !

Trus, bagaimana Hari Valentine di negara-negara non-Barat? Di Jepang, Hari Valentine sudah muncul berkat marketing besar-besaran, sebagai hari di mana para wanita memberi para pria yang mereka senangi permen cokelat. Namun hal ini tidaklah dilakukan secara sukarela melainkan menjadi sebuah kewajiban, terutama bagi mereka yang bekerja di kantor-kantor. Mereka memberi cokelat kepada para teman kerja pria mereka, kadangkala dengan biaya besar. Cokelat ini disebut sebagai Giri-choko, dari kata giri (kewajiban) dan choco (cokelat). Lalu berkat usaha marketing lebih lanjut, sebuah hari balasan, disebut “Hari Putih” (White Day) muncul. Yang biasanya dirayakan tiap tanggal 14 Maret. Pada hari itu, pria yang sudah mendapat cokelat pada hari Valentine diharapkan memberi balasan sesuatu kembali.

Di Taiwan, sebagai tambahan dari Hari Valentine dan Hari Putih, masih ada satu hari raya lainnya yang mirip dengan kedua hari raya ini ditilik dari fungsinya. Namanya adalah “Hari Raya Anak Perempuan” (Qi Xi). Hari ini diadakan pada hari ke-7, bulan ke-7 menurut tarikh kalender kamariyah Tionghoa.

Oke bro, nyadar dong, bahwa kita tuh udah kelamaan dijajah oleh musuh-musuh Islam. Benteng kita udah dijebol luar dan dalem. Saatnya bangkit melawan penjajahan budaya Barat. Ngaji deh yang semangat. Pelajari Islam dengan benar, yakini bahwa Islam itu sistem kehidupan yang benar, ideologi yang keren dan nggak ada yang sekeren Islam. Buktikan kalo ada yang lain. Sebab, kata Nabi saw.: “Islam itu tinggi dan tak ada yang setinggi Islam.”

Apa yang dikerjakan oleh banyak orang belum tentu kebenaran. Karena kebenaran tidak ditampakkan oleh banyaknya pengikut, tapi sumber kedatangannya. Meski sekarang orang yang menentang V-Day dan memperjuangkan syariat Islam nggak sebanyak kalangan pro Barat, tapi kebenaran itu ada pada mereka. Karena kebenaran itu datang dari Allah (al-Quran) dan RasulNya (as-Sunnah). Yang namanya jalan kebenaran tidak akan pernah memberikan kita kesesatan. Tul nggak?

«تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ»


Aku meninggalkan untuk kalian dua perkara dan kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. (HR al-Hakim).

Luky B Rouf
(disarikan dari buku Rapor Merah Valentine's Day, karya Luky B Rouf)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.