Kantongi utang baru, total utang RI naik menjadi Rp 1.697,44 triliun
Total utang pemerintah tercatat naik yaitu mencapai Rp 1.697,44 triliun hingga April 2011. Bertambahnya total utang tersebut lantaran banyaknya utang-utang baru yang diperoleh pemerintah.
"Iya, banyak utang-utang baru," ujar Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto, beberapa waktu lalu. Sayang, Rahmat tak merinci perihal utang-utang baru tersebut.
Data Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan menunjukkan, per April lalu utang negara bertambah Rp 2,81 triliun dalam sebulan. Sebab, per Maret lalu total utang pemerintah tercatat sejumlah Rp 1.694,63 triliun. Sedangkan, bila dibandingkan dengan jumlah utang per Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang di April 2011 sudah bertambah Rp 20,59 triliun.
Namun, jika dihitung dengan denominasi dolar AS, utang pemerintah hingga April 2011 mencapai US$ 197,97 miliar, atau naik dibanding Maret 2011 yang sebesar US$ 194,58 miliar. Sementara jika dibandingkan Desember 2010 yang sebesar US$ 186,5 miliar, utang pun tercatat naik tinggi.
Berdasarkan data itu, utang pemerintah terdiri dari pinjaman sebesar US$ 69,49 miliar dan surat berharga US$ 128,49 miliar. Sementara, rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pusat hingga April 2011 diantaranya, pinjaman bilateral sebesar US$ 42,98 miliar, multilateral US$ 23,18 miliar, komersial sejumlah US$ 3,21 miliar, supplier senilai US$ 60 juta, dan pinjaman dalam negeri US$ 60 juta
Adapun, jumlah surat utang pemerintah yang belum dilunasi hingga April 2011 mencapai US$ 128,49 miliar, naik dibanding 2010 yang sebesar US$ 118,39 miliar.
Pengamat Ekonomi Ahmad Erani Yustika menilai, bertambahnya nilai utang pemerintah lantaran saat ini pemerintah tengah gencar menerbitkan surat utang. "Sekarang utang lewat instrumen obligasi lebih banyak dibandingkan lewat lembaga atau multilateral," ujarnya.
Namun, kata Erani, dalam penambahan utang pemerintah perlu memperhitungkan kemampuan fiskal kedepannya. Terutama kalau menerbitkan obligasi, bunganya lebih tinggi bila dibandingkan utang luar negeri yang G to G.
Dia menyayangkan yang tertera dalam APBN dimana porsi pembayaran utang mendapat alokasi 10% dari anggaran. Jumlah tersebut luar biasa besar mengingat anggaran pertanian, kesehatan, dan ketahanan pangan tidak sebesar itu. "Jadi ini sudah cukup mengganggu fiskal kita kalau utang terus bertambah," jelasnya. (kontan.co.id)
"Iya, banyak utang-utang baru," ujar Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto, beberapa waktu lalu. Sayang, Rahmat tak merinci perihal utang-utang baru tersebut.
Data Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan menunjukkan, per April lalu utang negara bertambah Rp 2,81 triliun dalam sebulan. Sebab, per Maret lalu total utang pemerintah tercatat sejumlah Rp 1.694,63 triliun. Sedangkan, bila dibandingkan dengan jumlah utang per Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang di April 2011 sudah bertambah Rp 20,59 triliun.
Namun, jika dihitung dengan denominasi dolar AS, utang pemerintah hingga April 2011 mencapai US$ 197,97 miliar, atau naik dibanding Maret 2011 yang sebesar US$ 194,58 miliar. Sementara jika dibandingkan Desember 2010 yang sebesar US$ 186,5 miliar, utang pun tercatat naik tinggi.
Berdasarkan data itu, utang pemerintah terdiri dari pinjaman sebesar US$ 69,49 miliar dan surat berharga US$ 128,49 miliar. Sementara, rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pusat hingga April 2011 diantaranya, pinjaman bilateral sebesar US$ 42,98 miliar, multilateral US$ 23,18 miliar, komersial sejumlah US$ 3,21 miliar, supplier senilai US$ 60 juta, dan pinjaman dalam negeri US$ 60 juta
Adapun, jumlah surat utang pemerintah yang belum dilunasi hingga April 2011 mencapai US$ 128,49 miliar, naik dibanding 2010 yang sebesar US$ 118,39 miliar.
Pengamat Ekonomi Ahmad Erani Yustika menilai, bertambahnya nilai utang pemerintah lantaran saat ini pemerintah tengah gencar menerbitkan surat utang. "Sekarang utang lewat instrumen obligasi lebih banyak dibandingkan lewat lembaga atau multilateral," ujarnya.
Namun, kata Erani, dalam penambahan utang pemerintah perlu memperhitungkan kemampuan fiskal kedepannya. Terutama kalau menerbitkan obligasi, bunganya lebih tinggi bila dibandingkan utang luar negeri yang G to G.
Dia menyayangkan yang tertera dalam APBN dimana porsi pembayaran utang mendapat alokasi 10% dari anggaran. Jumlah tersebut luar biasa besar mengingat anggaran pertanian, kesehatan, dan ketahanan pangan tidak sebesar itu. "Jadi ini sudah cukup mengganggu fiskal kita kalau utang terus bertambah," jelasnya. (kontan.co.id)
Tidak ada komentar