Header Ads

Fatwa Haram BBM Bersubsidi dan Liberalisasi Migas

Wacana pengharaman subsidi BBM bagi orang kaya menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh diberitakan berusaha menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar menghimbau masyarakat mampu untuk tak membeli BBM bersubsidi.

Sementara itu, menurut ketua MUI, Amidhan ketika dikonfirmasi oleh wartawan (30/06) mengatakan bahwa MUI belum mengeluarkan fatwa pengharaman BBM bersubsidi, melainkan pernyataan itu adalah pendapat pribadi KH. Ma’ruf Amin (ketua umum MUI). (Global tv, 30/06)

Hal senada disampaikan kata Ketua MUI Kota Samarinda KH Zaini di kantor MUI Samarinda, JL. Ir H Juanda. Zaini mengatakan, pernyataan soal pengharaman BBM bersubsidi itu adalah pernyataan pribadi bukan dikeluarkan lembaga MUI. "MUI Samarinda, menyayangkan itu. Kami imbau, rekan-rekan ulama tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang membingungkan masyarakat”. KH Zaini menambahkan "Ada kesan itu fatwa titipan, kita kembali ke Orde Lama. Fatwa titipan, pesan sponsor. (detik.com 30/06)

Sedangkan Jubir HTI, Muhammad Ismail Yusanto menyatakan juga menolak rencana fatwa tersebut dan meminta MUI seharusnya mengharamkan liberalisasi migas.. “Kami menolak fatwa itu, karena bertentangan dengan fakta, juga bertentangan dengan problema. Yang terjadi di lapangan adalah liberalisasi,” Ujar Ust. Ismail. (detik.com 29/06)

Akar Masalah: Liberalisasi Migas

Sejatinya jika sumber daya alam di negri ini termasuk di sektor Migas, tidak salah urus, maka akan sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia. Pemerintah juga tidak perlu lagi keteteran dalam hal pengaturan distribusi migas.

Kholid Syeirazi mencatat, pada tahun 2007 cadangan minyak Indonesia diperkirakan sekitar 3.988.74 ribu barrel dengan cadangan potensial 4.414.57 ribu barrel. Total mencapai 8,4 miliar barrel. Sementara cadangan gas alam diperkirakan 106.01 triliun kaki kubik dengan cadangan potensial 58,98 triliun kaki kubik. Dengan persediaan migas sebesar itu, Indonesia bisa menjadi pemasok 0,4 persen minyak dunia dan 1,7 persen kebutuhan gas dunia. (Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas di Indonesia, penerbit: LP3ES, Jakarta).

Ironisnya, kekayaan alam yang begitu melimpahruah tersebut banyak yang diserahkan ke sektor perusahaan multinasional sehingga konsekwensinya sebagian besar keuntungan masuk ke kantong asing, dan rakyat Indonesia yang menjadi korban. Sebagaimana pernah disampaikan oleh effendi Sirodjudin, Ketua Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas), bahwa 70% industri migas Indonesia dikuasai Amerika Serikat. (media Indonesia). Terutama ialah yang tergabung dalam tujuh kartel raksasa minyak dunia, di antaranya Shell, Total, Chevron, BP, ExxonMobil, dsb.

Kran liberalisasi migas ini mengalir mulus ketika pemerintah mengesahkan UU Migas Nomor 22 tahun 2001, dengan pembuatannya dibantu oleh USAID dan ADB. (www.usaid.gov). Kholid menulis, USAID menggelontorkan dana kepada LSM dan akademisi di berbagai perguruan tinggi sebesar 850.000 dollar AS. Bahasa halus dari program USAID ini adalah reformasi sektor energi di Indonesia. Seluruh gerakan USAID dalam menyokong RUU Migas itu pada akhirnya membuat Pertamina terkapar dan negara lepas kendali atas kedaulatan migas.

BBM Milik Rakyat

Barang tambang (sumber daya alam) yang depositnya banyak, baik berbentuk padat (seperti emas), cair ( seperti Minyak Bumi), atau gas (seperti gas alam) merupakan kepemilikan umum yang seharusnya merupakan milik rakyat (baik kaya maupun miskin), dikelola oleh negara dan diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat.

Rasulullah Saw bersabda: Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang, air, dan api (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). Di dalam riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, ada tambahanya: “dan harganya haram”.

Pada Hadits lain menceritakan terkait barang tambang ini menyebutkan: “Sesungguhnya, Abyad bin Hammal mendatangi Rasulullah Saw, dan meminta beliau Saw agar memberikan tambang garam kepa-danya. Ibnu al-Mutawakkil berkata, ”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma'rib.” Nabi Saw pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hamal telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir “ Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah SAW mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad)”.(HR. Abu Dawud)

Maka jelaslah Migas Ini tidak boleh dikuasai oleh Swasta atau Asing. Melainkan harus dikelola oleh negara dan diperuntukkan untuk kepentingan rakyat. (lihat: Nizhamul Iqtishadi fil Islam, Taqiyyudin An-Nabhaniy). Maka sangat aneh jika BBM milik sendiri justru diminta membeli dengan harga mahal.

Sedang terkait opini yang berkembang bahwa Indonesia belum mampu mengelola secara mandiri kekayaan alam, hal tersebut terbantahkan. Jika alasannya masalah tehnis pengelolaan, menurut Marwan Batubara, ketua DPD RI utusan Jakarta waktu itu, mengatakan bahwa hal kemampuan tehnis, Pertamina sudah memiliki banyak pengalaman eksplorasi seperti di Tuban (Sumur Sukowati), Tuban (Tambun dan Pondok Tengah), dll. Sedang soal pengalaman, Pertamina sudah memiliki pengalaman, Menurut Marwan, jika kurang, tinggal panggil saja ahli perminyakan Indonesia yang bekerja di perusahaan asing. Begitu pula hal tehnologi jika tidak punya tinggal beli. (republika 06/03/07)

Menyoal Subsidi

Dalam berbagai kesempatan di media, Pakar Ekonomi, Kwiek Kian Gie memaparkan memaparkan bahwa pemerintah telah melakukan pembohongan publik dengan menggunakan “subsidi” dalam kebijakan energi. Tak ada subsidi BBM kata Kwiek. Pemerintah mengambil minyak bumi milik rakyat secara gratis dengan biaya hanya US$ 10/barrel. Tapi karena hanya bisa menjualnya seharga US$ 77/barrel pemerintah merasa rugi jika harga minyak Internasional lebih dari harga itu.

Artinya kerugian yang dialami pemerintah hanyalah potensi pendapatan ketika harga minyak disamakan dengan harga minyak internasional. Padahal secara tehnis, pemerintah sudah untung banyak, sebab estimasi biaya eksplorasi dan seterusnya adalah sebesar 10 dollar per barel, lalu dijual dengan harga subsidi Rp. 4500 (sekitar 70 dollar per barrel) maka itu sudah untung banyak.

Karena itu, negri ini harus segera berubah. Sistem kapitalisme-Liberal sudah seharusnya diganti dengan sistem yang lebih baik. Merupakan pilihan tepat jika memilih sistem Islam. Sebab sistem Islam telah memiliki seperangkat aturan yang brilian dalam hal pengelolaan sumberdaya alam ini. Dan semoga saja wacana fatwa pengharaman BBM bersubsidi ini tidak terealisasi, sehingga kredibilitas MUI tetap terjaga. Wallahu a’lam.

Oleh: Ali Mustofa
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Aktivis Partai Politik Internasional

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.