Muslim Sejati
Sebuah
tulisan terpampang jelas di atas selembar kertas karton yang dibawa
oleh seorang wanita di antara kerumunan wanita pendemo hari itu, “Bukan
rok kami yang mini, tapi otak Anda yang mini.” Tulisan lain, yang dibawa
seorang wanita lainnya berbunyi, “Rok mini tidak porno, yang porno otak
Anda.”
Ada
beberapa tulisan lain bernada serupa dibawa oleh para wanita pendemo
lainnya yang hari itu rata-rata memakai rok mini dan berpakaian seksi.
Semuanya merupakan bentuk protes keras yang dialamatkan kepada seorang
pejabat di Jakarta. Pasalnya, sang pejabat sebelumnya menyindir para
wanita yang gemar berpakaian seksi di tempat-tempat umum, termasuk di
kendaraan-kendaraan umum. Inti pesan dari sindiran pejabat tersebut
adalah, bahwa rok mini berpotensi menjadi salah satu faktor yang
mengundang terjadinya pelecehan seksual (baca: perkosaan) yang terjadi
terhadap sejumlah wanita yang akhir-akhir ini marak.
*****
Pembaca
yang budiman, sebagai seorang Muslim, apa yang ada di benak Anda
terkait dengan tingkah-polah para wanita berpakaian seksi yang
’pemberani’ itu? Jawabannya tentu bergantung pada persepsi dan standar
yang Anda pakai untuk menilai.
Terkait
dengan hal itu, menarik untuk merenungkan kembali pernyataan Khalil bin
Ahmad al-Bishri yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dalam salah satu masterpiece-nya, Ihya ’Ulum ad-Din (I/46), juga dalam At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk (I/44) (Lihat juga: Ar-Razi, Mafatih al-Ghayb, I/463; as-Samarqandi, Bahr al-’Ulum, I/395). Disebutkan oleh Khalil bin Ahmad al-Bishri, bahwa ada empat jenis manusia di dunia ini. Pertama: Rajul[un] la yadri wala yadri annahu la yadri
(Seseorang yang tidak tahu dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak
tahu). Orang jenis ini adalah orang yang bodoh dalam agama, tetapi ia
tidak menyadari kebodohannya. Akibatnya, ia sering bersikap sok pintar.
Karena sok pintar (padahal bodoh), ia sering menolak kebenaran, meski
itu jelas-jelas ditegaskan dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Misal,
tegas-tegas dinyatakan dalam al-Quran perintah kepada kaum wanita untuk
menutup auratnya rapat-rapat: memakai kerudung (QS an-Nur [24]: 31) dan
berjilbab saat keluar rumah (QS al-Ahzab [33]: 59). Namun, masih banyak
wanita Muslimah, saat diberitahu ihwal kewajiban ini, yang menolaknya,
bahkan dengan penolakan yang amat keras. Para wanita seksi pendemo di
atas tentu saja bisa dikategorikan ke dalam kelompok manusia jenis
pertama ini. Sebutan ’otak mini’ tentu lebih pantas ditujukan kepada
diri mereka sendiri. Contoh lain adalah para penolak syariah dan
Khilafah; para pemuja demokrasi; para pengamal sekularisme, liberalisme,
pluralisme, feminisme, dan ide-ide sesat lainnya.
Kedua: Rajul[un] la yadri wa yadri annahu la yadri
(Seseorang yang tidak tahu dan dia tahu bahwa dirinya tidak tahu).
Orang jenis ini adalah orang yang awam dalam hal agama, tetapi amat
menyadari keawamannya. Karena itu, ia selalu berusaha menambah
pengetahuan dan wawasannya. Ia rajin mendatangi majelis-majelis ilmu,
membaca banyak buku, banyak bertanya kepada orang yang lebih tahu, dan
yang pasti ia tidak akan pernah alergi terhadap siapapun yang
menyampaikan kebenaran kepada dirinya. Orang jenis ini termasuk ke dalam
golongan para pencari ilmu, yang haus akan kebenaran dari siapapun
datangnya. Ia tidak akan pernah menolak kebenaran meski itu berasal dari
luar mazhabnya, organisasinya, atau harakah-nya; tentu selama kebenaran itu bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah.
Ketiga: Rajul[un] yadri wala yadri annahu yadri
(Seseorang yang tahu tetapi dia tidak tahu bahwa dirinya tahu). Orang
jenis ini adalah orang yang berpengetahuan atau yang banyak ilmu
agamanya. Mereka mungkin para ustad, para mubalig, ulama, kiai, dsb.
Namun, pengetahuan dan keilmuannya tidak tercermin dalam perilaku dan
tindakannya. Banyak dari mereka yang tahu bahwa menerapkan syariah Islam
secara total dalam kehidupan itu wajib, tetapi mereka enggan
mengusahakannya (kecuali pada level pribadi). Banyak yang paham bahwa
menegakkan Khilafah itu wajib, tetapi mereka malas untuk
memperjuangkannya. Banyak yang sadar dan sepakat bahwa sistem kehidupan
yang berjalan selama ini rusak, tetapi mereka tak tergerak untuk
mengubahnya ke arah Islam.
Sebetulnya
orang jenis ini tidak melulu orang yang faqih dalam agama; bisa juga ia
termasuk orang yang biasa-biasa saja pengetahuan agamanya. Misal,
setiap Muslim/Muslimah tentu paham bahwa shalat lima waktu, shaum
Ramadhan, menuntut ilmu, menutup aurat (memakai kerudung dan berjilbab
bagi wanita), berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar; semua itu
wajib. Namun faktanya, banyak Muslim/Muslimah yang shalatnya
bolong-bolong bahkan jarang sekali shalat; banyak yang tidak shaum
Ramadhan kecuali beberapa hari saja; banyak yang malas menuntut ilmu;
banyak yang enggan memakai kerudung dan berjilbab; banyak yang tidak mau
berdakwah dan melakukan amar makruf nahi mungkar.
Orang jenis ini juga boleh jadi ada di lingkungan para pengemban dakwah. Tak sedikit, misalnya, para syabab
yang menyadari bahwa belajar bahasa Arab itu wajib (menurut sebagian
ulama), tetapi ia malas melakukannya. Padahal mereka telah mengetahui
bahwa penguasaan bahasa Arab penting untuk menjadi seorang yang faqih fi ad-din
sebagai bekal dirinya dalam berdakwah. Apalagi mereka pun sudah tahu
bahwa salah satu faktor pemicu kemunduran kaum Muslim adalah karena
mereka terjauhkan dari penguasaan bahasa Arab.
Bagaimana
dengan dakwah mereka? Tentu, merekalah yang paling tahu tentang hakikat
kewajiban berdakwah di tengah-tengah umat, apalagi berdakwah dalam
rangka menegakkan syariah dan Khilafah. Namun, fakta di lapangan sering
tak selalu mencerminkan baiknya pemahaman; tak sedikit yang menjadikan
dakwah sebagai urusan kedua, ketiga, keempat bahkan keempat belas.
Keempat: Rajul[un] yadri wa yadri annahu yadri
(Seseorang yang tahu dan dia tahu bahwa dirinya tahu). Inilah jenis
manusia terbaik. Yang termasuk kelompok ini adalah para ulama yang
benar-benar mengamalkan ilmu mereka, para aktivis dakwah yang
benar-benar menjadikan dakwah sebagai poros hidupnya, dan siapapun yang
perilaku dan tindakannya sesuai dengan pemahaman dan ucapannya. Mereka
inilah Muslim sejati yang pantas dan layak diteladani. Semoga kita
termasuk di dalamnya.
Wama tawfiqi illa bilLah. [Arief B. Iskandar]
Tidak ada komentar