Basis Ideologi
Sering dikatakan bahwa Indonesia bukanlah negara agama, juga bukan negara sekular; bukan negara sosialis, juga bukan negara kapitalis. Jadi Indonesia negara apa?
++++
Ketidakjelasan basis ideologi inilah yang kemudian memunculkan banyak sekali persoalan serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya tampak dalam pembahasan RUU Keamanan Nasional yang saat ini tengah digodog di gedung DPR. RUU yang dibuat dalam 7 Bab dan 60 pasal plus penjelasan pasal-pasalnya ini diperlukan untuk menjadi dasar penanganan masalah keamanan secara komprehensif—sebuah kebutuhan yang sesungguhnya sangat wajar dalam sebuah negara.
Namun,
bila dikaji secara cermat, RUU ini alih-alih bisa menciptakan keamanan
bagi seluruh rakyat dan negara, yang terjadi justru sangat berpotensi
menimbulkan ancaman bagi rakyat. Mengapa? Salah satunya adalah akibat
tidak jelasnya basis ideologi tadi. RUU ini bisa secara serampangan
menyasar siapa saja yang dianggap melawan penguasa dengan dalih
mengancam keamanan nasional. Dengan kata lain, RUU ini berpotensi
digunakan sebagai alat represi pemerintah sehingga merugikan hak dan
privasi rakyat, sementara sesuatu yang semestinya harus dianggap sebagai
ancaman justru luput dari sorotan.
Dalam
RUU tersebut, ancaman terhadap keamanan nasional dinyatakan bukan saja
dalam bentuk militer, tetapi juga selain militer. Salah satu yang
dianggap sebagai ancaman selain militer atau ancaman bukan bersenjata
adalah ideologi asing. Pertanyaannya, ideologi asing seperti apa yang
dimaksud di sini? Ketika Indonesia tidak cukup jelas ideologinya, maka
penilaian terhadap sebuah ideologi itu asing atau tidak menjadi sangat
absurd.
Persoalan
yang sangat krusial ini saya sampaikan di hadapan forum pertemuan
antara Wakil Menteri Pertahanan, Letjen (Purn) Syafri Syamsuddin dengan
pimpinan Ormas Islam tingkat pusat dan sejumlah pimpinan perguruan
tinggi Muhammadiyah pada 28 Desember 2011 lalu di Gedung Dakwah
Muhammadiyah, Jakarta. Pertemuan itu memang diadakan untuk
mensosialisasikan RUU Kamnas. Pak Syafri sebagai Wamenhan yang telah
lama dikenal dekat dengan kalangan Islam tampaknya ditugasi untuk
berbicara mengenai pentingnya RUU tersebut.
HTI
sendiri sudah lama mengkaji RUU yang rancangannya sejatinya sudah
disiapkan sejak Maret 2011. HTI telah mengeluarkan tanggapan resminya
melalui pernyataan yang dikeluarkan pada 27 Juli 2011.
Mengenai
ancaman ideologi, kepada Pak Syafri saya katakan, bila ideologi
Indonesia adalah Pancasila, bagaimana dengan sekularisme dan
kapitalisme, apakah akan dianggap sebagai ancaman? Mestinya, kapitalisme
yang sekarang ini justru diterapkan dan telah banyak sekali menimbulkan
berbagai macam persoalan dan dampak buruk, harus dipandang sebagai
ancaman. Faktanya, alih-alih dilarang, ideologi ini justru makin berurat
akar. Lihatlah, semakin banyak saja lahir peraturan perundang-undangan
dan kebijakan pemerintah yang sangat kapitalistik.
Lalu
bagaimana pula dengan Islam? Akankah Islam akan juga dianggap sebagai
ideologi asing dan dilarang? Masak iya, kita umat Muslim yang mayoritas
di negeri ini akan menganggap Islam, agama kita sendiri, sebagai ancaman
dan kemudian melarangnya?
Ini
mungkin pertanyaan aneh. Namun faktanya, hal ini pernah terjadi di masa
Orde Baru. Saat itu jangankan menyuarakan penerapan syariah Islam
secara kaffah, sekadar menyelenggarakan pesantren kilat saja
dilarang. Kondisi yang sangat buruk itu bukan tidak mungkin akan terjadi
lagi bila RUU Keamanan Nasional yang memasukkan ideologi sebagai salah
satu ancaman non-militer itu disahkan, sementara apa yang dimaksud ancaman ideologi ini tidak terdefinisikan secara jelas.
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/02/04/basis-ideologi/


Tidak ada komentar