Header Ads

"70% Tanah Palestina Adalah Milik Israel"

Ada sebuah cerita, seorang ibu beranak empat berkewarganegaraan Palestina merapat bersembunyi di balik tembok rumahnya ketika teroris Israel lewat di kawasan Bank Sentral di utara kota Nablus.

"Kami pasang jeruji di tiap jendela rumah kami pasca serangan pertama Israel pada jam 2 pagi dini hari 3 tahun silam," demikian tutur Ahmed dari kantor berita France-Presse pada 15 oktober lalu. "Sekarang mereka muncul setiap 1 minggu sekali."


"Seorang wanita 36 tahun bernasib sial ketika dia harus hidup dan tinggal puncak gunung dekat pemukiman Yahudi Yitzhar. Yang lebih memprihatinkannya lagi, rumahnya sekarang menjadi sasaran empuk serangan Israel.

"Mereka hendak buat kita takut dan pindah meninggalkan daerah ini",tutur Djamal, 38 tahun, salah seorang penduduk di pemukiman Yahudi tersebut. Teroris-teroris itu menaiki gunung dengan langkah satu-satu dan buat kami takut dan terpojok.

Penduduk Yahudi di pemukiman Yitzar kawasan utara Bank Sentral Palestina tergolong kelompok radikal dibandingkan Yahudi lainya. Karena orang Yahudi tersebut asli bertempat tinggal di kawasan itu, mereka pun tak enggan untuk selalu kembali pulang ke wilayah mereka itu.

Mereka juga sebenarnya penduduk yang kukuh mempertahankan wilayahnya, merawat wilayah tinggalnya dengan merapikan dan memotong pohon-pohon yang mulai mengganggu pemandangan jalan.

Mereka ingin menunjukkan bahwa tidak ada yang berhak mengusir mereka dari wilayah tempat tinggalnya bahkan jikapun tentara Israel menuruti kemauan pemerintah AS untuk merobohkan tenda-tenda pengungsian mereka yang tidak punya izin resmi membangun.

Para penduduk di wilayah pemukiman tersebut telah menyepakati sebuah daftar harga dalam sebuah aksi protesnya melawan pihak musuh, baik dari Israel sendiri atau siapapun yang berani mengganggu mereka di wilayah tersebut.

Salah Siddi, salah seorang warga Palestina mencoba menyembunyikan seluruh keluarganya ketika melihat pemukim dari Havat Gilad yang mereka anggap sebagai musuh bergerak mendekati mereka. Para penduduk tersebut bergotong-royong menumbangkan pohon-pohon di wilayah tersebut.

"Warga dari Havat Gilad itu mencoba menyerang kami dan melempari kami dengan batu", demikian tutur seorang bocah 12 tahun bernama Mustapha, mengenang kembali serangan tahun lalu dari para imigran gelap Israel. "Mereka datang dengan anjing penjaganya mendekatiku dan hendak menarikku jauh dari ibu."

Segera setelah Siddi melihat teroris Israel datang mendekatinya, Siddi langsung memanggil teman-temanya dari ormas Rabis, sebuah ormas di wilayah tersebut yang berjuang mempertahankan HAM anggotanya, dengan menggerakkan penduduk lainya untuk membantu Siddi.

Setelah warga datang dalam satu rombongan besar 10 menit kemudian, para teroris tersebut pergi meninggalkan wilayah tersebut.

Semenjak kejadian itu, Mustapha selalu menolak ajakan ayahnya untuk pergi berladang. "Saya takut," tuturnya. "Saya tidak akan kembali kesana."

Sebagai aparat keamanan yang turut bermukim di wilayah tersebut, pihak kepolisian dan tentara Israel seharusnya bersikap lembut dan melindungi secara hukum, tetapi yang mereka lakukan adalah sebaliknya.

"Kenyataan yang terjadi adalah mereka tidak membantu penderitaan warga Palestina karena serangan imigran gelap dalam satu wilayah Havat Gilad," demikian tutur seorang pejuang HAM dalam sebuah kelompok HAM Yahudi bernama BTselem.

Sejalan dengan kemunduran kekuasaan Yahudi Palestina dalam wilayah kekuasaanya sendiri secara terus-menerus, nampaknya otoritas wilayah akan segera berpindah ke tangan imigran di luar Palestina yang mengungsi ke wilayah tinggal penduduk asli Palestina tersebut.

Menurut hukum undang-undang yang dibuat sendiri oleh Israel, bernama undang-undang Ottoman tahun 1858, wilayah Palestina, apabila tidak produktif dengan kegiatan cocok tanamnya selama 7 tahun, maka kekuasaan wilayah akan otomatis berpindah tangan ke Israel dan kemudian akan dilimpahkan ke imigran gelap yang bernaung di bawah Israel.

Israel sendiri menyebut hal ini sebagai langkah pengamanan hukum wilayah. Seiring dengan hal ini,para imigran gelap tersebut dapat berlaku sewenang-wenang, sekehendak hati mereka.

"Hanya 30% dari kepemilikan seluruh daratan Palestina yang sebenarnya murni adalah hak warga Palestina sendiri, sedang 70% lainnya merupakan hak milik Israel," demikian ungkap Hagit Ofran, ketua kelompok pengembangan dan pembangunan wilayah Yahudi pemukiman Palestina.

Mohammed Hussein Abu Bakr, 66, telah mengalami hal ini sendiri perihal pernyataan bahwa pihak Palestina berkuasa atas wilayahnya hanya sebanyak 30%. Hal ini dibuktikan dengan dihadang dan diserangnya beliau dan putranya setiap kali akan pergi ke perkampunganya di kota Jit.

Para imigran gelap mengatakan bahwa wilayah tersebut adalah milik ormas Israel yang mempunyai kekuatan masal yang cukup besar. [id/iol/suaramedia/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.