Hamid Fahmy: Lebih Baik Kita Dianggap Intoleran
Kesimpulan
survey Lembaga Survey Indonesia (LSI) yang mengatakan Indonesia
memiliki tingkat intoleransi karena menolak lesbian, gay, biseks dan
transgender (LGBT) dinilai sikap menyesatkan dan tidak adil. Pernyataan
ini disampaikan Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Hamid Fahmy
M.phil, Ph.D.
Menurut Gus Hamid, demikian ia akrab dipanggil, adalah sikap tidak adil sebagaimana cara berfikir Negara Barat selama ini.
Menurutnya, selama ini Barat menolak pembangunan menara masjid, melarang jilbab, melarang adzan lewat menara , bahkan mencaci-maki Nabi Muhammad Rasulullah semua dianggap sebagai sikap toleran. Sementara di Indonesia, ketika umat Islam menolak perilaku menyimpang seperti LGBT justru dianggap intoleran.
“Di sini menolak LGBT dianggap intoleran. Sementara di Barat mencaci Nabi Muhammad boleh dan dianggap toleran,” demikian pernyataan yang dikirim ke kantor redaksi hidayatullah.com, Senin (22/10/2012).
Menurut penulis buku “MISKAT: Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi” ini sebaiknya kaum Muslim terang-terangan menolak semua kampanye HAM dengan isu LGBT ini.
“Kita harus terang-terangan menolak, biar pun dianggap intoleran, ini prinsip seperti mereka meolak menara masjid,” ujarnya.
Seperti diketahui, belum lama ini LSI bekerjasama dengan Yayasan Denny JA melakukan riset tentang meningkatnya populasi yang tidak nyaman terhadap keberagaman di Indonesia.
Dalam riset terbaru ditemukan, 67,8 Persen masyarakat Indoensia merasa tidak nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama, 61,2 persen dengan orang Syiah, 63,1 persen dengan orang Ahmadiyah, dan 65,1 dengan orang homoseks (gay).
"Temuan survei ini, menyimpulkan bahwa semakin meningkat sikap toleransi terhadap keberadaan orang lain yang berbebeda identitas sosialnya," kata Novriantono di kantor LSI Rawamangun, Ahad (21/10/2012).
Menurut pengertian LSI, sikap masyarakat Indonesia yang dikenal religius yang tidak menerima aliran Syiah dan Ahmadiyah yang dianggap sesat ulama serta kelompok yang memiliki kelainan orientasi seksual seperti gay dianggap perilaku intoleran.[hidayatullah/www.al-khilafah.org]
Menurut Gus Hamid, demikian ia akrab dipanggil, adalah sikap tidak adil sebagaimana cara berfikir Negara Barat selama ini.
Menurutnya, selama ini Barat menolak pembangunan menara masjid, melarang jilbab, melarang adzan lewat menara , bahkan mencaci-maki Nabi Muhammad Rasulullah semua dianggap sebagai sikap toleran. Sementara di Indonesia, ketika umat Islam menolak perilaku menyimpang seperti LGBT justru dianggap intoleran.
“Di sini menolak LGBT dianggap intoleran. Sementara di Barat mencaci Nabi Muhammad boleh dan dianggap toleran,” demikian pernyataan yang dikirim ke kantor redaksi hidayatullah.com, Senin (22/10/2012).
Menurut penulis buku “MISKAT: Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi” ini sebaiknya kaum Muslim terang-terangan menolak semua kampanye HAM dengan isu LGBT ini.
“Kita harus terang-terangan menolak, biar pun dianggap intoleran, ini prinsip seperti mereka meolak menara masjid,” ujarnya.
Seperti diketahui, belum lama ini LSI bekerjasama dengan Yayasan Denny JA melakukan riset tentang meningkatnya populasi yang tidak nyaman terhadap keberagaman di Indonesia.
Dalam riset terbaru ditemukan, 67,8 Persen masyarakat Indoensia merasa tidak nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama, 61,2 persen dengan orang Syiah, 63,1 persen dengan orang Ahmadiyah, dan 65,1 dengan orang homoseks (gay).
"Temuan survei ini, menyimpulkan bahwa semakin meningkat sikap toleransi terhadap keberadaan orang lain yang berbebeda identitas sosialnya," kata Novriantono di kantor LSI Rawamangun, Ahad (21/10/2012).
Menurut pengertian LSI, sikap masyarakat Indonesia yang dikenal religius yang tidak menerima aliran Syiah dan Ahmadiyah yang dianggap sesat ulama serta kelompok yang memiliki kelainan orientasi seksual seperti gay dianggap perilaku intoleran.[hidayatullah/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar