Header Ads

Memiripkan Nama, Cara Baru Densus 88 Sudutkan Ormas Islam

Penangkapan terduga teroris yang berafiliasi pada ormas tertentu merupakan cara baru Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88).

"Sekarang Densus 88 menyudutkan ormas tertentu dengan terorisme dengan nama yang mirip, namun arti yang berbeda," kata Koordinator Indonesia Crime Analysis Forum, Mustofa B Nahrawardaya di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (1/11/2012).


Strategi itu, lanjut Mustofa, adalah cara paling mudah untuk menyudutkan ormas tertentu yang memiliki potensi dan aset luar biasa, dan kader yang bagus. "Nanti akan ada terduga teroris dari kelompok NU, tapi singkatan dari Nahdhatul Ulya, misalnya," katanya.

"Nama ormas dibuat mirip dengan afiliasi organisasi teroris. Ini sistem untuk melibas ormas-ormas Islam yang memiliki potensi besar," lanjut Musthofa.

Cara Ali Moertopo

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad Al Khaththath menuding cara-cara Densus 88 dalam menjebak anak-anak muda Islam mirip cara Ali Moertopo di zaman orde baru melalui operasi Komando Jihad. "Ini mirip Komji zamannya Ali Moertopo," katanya.

Soal penangkapan Herman, Davit dan Nanto, Al Khaththath menengarai kasus ini mirip penembakan terduga teroris di Cawang. Saat itu Densus 88 asal tembak aja, tidak tahu identitas orang tersebut, bahkan sampai dikubur dengan nama Mr. X. Baru dua bulan kemudian nama orang yang ditembak itu dirilis.

"Kasus ini juga begitu. Buktinya, mereka bisa mengirim Surat Penangkapan ke rumah Nanto setelah Nanto ditangkap. Surat ini dikirim lewat Pos," jelas Al Khaththath sembari menunjukkan surat yang dimaksud.

Al Khaththath juga menyampaikan bahwa saat ini sebenarnya korps coklat sedang 'galau'. Sebab operasi Densus 88 banyak diprotes di tubuh kepolisian sendiri. "Kita dengar antara Polisi, Densus 88 dan BNPT sekarang sedang saling menuding," katanya.

Ungkapan al Khaththath itu dibenarkan Musthofa B Nahrawardaya. Menurutnya, perpecahan itu terjadi karena belakangan polisi-polisi yang menjadi korban, baik di Solo maupun di Poso, ternyata agamanya berbeda dengan sebagian besar agama yang dianut Tim Densus 88 yang membunuhi umat Islam. "Teman-teman wartawan cari tahu sendiri mereka agamanya apa," kata Musthofa.

Seperti diketahui tim Densus 88 selama ini diotaki oleh Gorries Merre dan Petrus R Gollose yang non-Muslim. Begitu pula dengan tim inti Densus 88 yang beroperasi. Sementara yang menjadi korban di lapangan justru polisi-polisi Muslim. Inilah yang konon menyebabkan keretakan hubungan antara Polisi-Densus 88 dan BNPT.

Uji Materi

Sementara itu pengurus harian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Basri Barmanda mengaku akan melakukan uji materi terhadap undang-undang yang menjadi payung hukum pemberantasan terorisme. Ini karena pada praktiknya pemberantasan terorisme ternyata menjadi motif untuk membunuhi umat Islam.

"Kalau umat Islam yang nyerang mereka dicap teroris. Tapi kalau umat Islam yang diserbu, seperti kasus Poso dan Ambon, yang nyerbu tidak disebut teroris," ungkapnya.

Wakil Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) menyebut pemberantasan terorisme hanyalah proyek. "Proyek para pejabat untuk mencari pangkat dan jabatan," tandasnya. [sionline/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.