CIIA: Data 24 DPO Poso yang Dirilis Kepolisian Invalid
Seperti
diberitakan sejumlah media, aparat Kepolisian melalui Kapolres Poso
AKBP Eko Santoso merilis 24 orang Daftar Pencarian Orang (DPO). Rilis
tersebut sudah disebar di seluruh Kepolisian Sektor di Kabupaten Poso
dan Polres di Sulawesi Tengah. Nama-nama orang yang diburu pihak aparat
juga disebarkan ke masyarakat umum.
“Sudah saatnya Densus 88 dan BNPT perlu diaudit dananya dan dimintai pertanggungjawabanya, lebih-lebih jika operasi tersebut menggunakan APBN alias uang rakyat. Apa karena dananya banyak hibah dari negara Amerika Cs lantas hanya bisa bertanggungjawab kepada Amerika, dengan cara makin intensifnya operasi di lapangan untuk perang melawan ‘teroris’ versi doktrin negara donatur Amerika Cs?” pungkasnya. [Ahmed Widad] [voa-islam/www.al-khilafah.org]
Mereka
adalah: Mamat, Santoso alias Abu Warda, Alian San alias Pak De alias
Komandan, Hendro, Taufik Buraga alias Upik Lawanga, Herman alias David,
Fadlun alias Lun, Faris dan Anto.
Selanjutnya
ada Sugiatno alias Su alias Abiny Irul, Can alias Fajar alias Muhammad
Fuad, Ambo Intan alias Ambo alias Pambo, Ali Sannang alias Papa Kairul,
Imron, Azis alias Papa Sifa, Sugir alias Yanto alias Mas Yanto dan Busro
alias Dan alias Atif.
Kemudian
ada Maskoro alias Daeng Koro alias Abduu Salam alias Sabar, Joko alias
Kadir, Samil alias Nunung, Bogar, Hadit, Salahudin alias Jon, dan Ambo.
Selain
itu, mulai Jumat (11/1/2013), Polri juga menggelar Operasi Maleo Aman I
di Poso hingga akhir Januari 2013. Sebanyak 1.185 anggota Polri dan 170
personel TNI dikerahkan untuk mendukung operasi tersebut.
Menanggapi
rilis 24 DPO yang dikeluarkan aparat kepolisian, pemerhati
kontra-terorisme, Harits Abu Ulya menemukan fakta bahwa data yang
disampaikan aparat itu invalid.
Menurut Harits, diantara 24 orang tersebut ada yang sudah meninggal dunia namun masih dirilis aparat sebagai DPO.
“Satu
contoh fakta lagi invalidnya data aparat, rencana operasi Polri dengan
sandi Maleo Aman 1 dengan mengerahkan personil 1.185 polisi dan 170 TNI
dengan lokasi di Poso dan DPO berjumlah 24 orang. Dari daftar nama yang
menjadi DPO ada yang sudah tewas tapi masih ada dalam daftar DPO,
contoh; seorang yang bernama Maskoro alias Daeng Koro alias Abdul Salam
alias Sabar,” ungkap Direktur The Community of Ideological Islamic
Analyst (CIIA), kepada voa-islam.com, Senin (15/1/2013).
Dari data aparat yang tidak valid itu, kata Harits justru akan menimbulkan pelanggaran hukum dalam operasi di lapangan.
“Nah,
kita bisa melihat apa dampak kesalahan-kesalahan identifikasi dan
penetapan DPO? Sangat besar berpeluang adanya pelanggaran demi
pelanggaran hukum pada saat operasi aparat di lapangan,” ucapnya.
Di sisi
lain, dari berbagai tindakan aparat khususnya Densus 88 yang telah
melakukan berbagai pelanggaran hukum termasuk BNPT, Harits menegaskan
agar kedua institusi tersebut dimintakan pertanggungjawabannya dan
diaudit sumber pendanaannya.
“Sudah saatnya Densus 88 dan BNPT perlu diaudit dananya dan dimintai pertanggungjawabanya, lebih-lebih jika operasi tersebut menggunakan APBN alias uang rakyat. Apa karena dananya banyak hibah dari negara Amerika Cs lantas hanya bisa bertanggungjawab kepada Amerika, dengan cara makin intensifnya operasi di lapangan untuk perang melawan ‘teroris’ versi doktrin negara donatur Amerika Cs?” pungkasnya. [Ahmed Widad] [voa-islam/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar