Header Ads

Negara Israel Suburkan Bisnis Prostitusi Di Tanah Rampasan Palestina

Praktek prostitusi di Tanah Suci memiliki sejarah yang panjang sejak sebelum berdirinya negara Israel tahun 1948. Pada awal Perang Dunia II, Tel Aviv dikenal sebagai “Kota Liburan.” Tentara dan laki-laki di seluruh wilayah pergi ke pusat kota untuk mengambil bagian dari perdagangan prostitusi yg berkembang pesat, menurut laporan ketika daerah tersebut masih dikuasai Inggris, praktek prostitusi terjadi di kafe, apartemen, dan berbagai ruang publik.


Setelah Perang Dunia II hingga berdirinya Negara Israel, para  imigran baru, terkadang terpaksa untuk melacurkan diri untuk bertahan hidup, hal inilah memicu praktek prostitusi di Israel. Seperti di negara-negara di seluruh dunia, pelaku  prostitusi Israel yang mudah dieksploitasi adalah yang secara ekonomi dan sosial kurang beruntung. Namun, karena Israel berkembang menjadi bangsa yang kaya, praktek prostitusi menjadi hal yang bernilai ekonomi karena itulah industri perdagangan seks serta kejahatan internasional terorganisir dengan cepat dan menghasilkan uang yang banyak dinegara ini.

Pada tahun 1990-an Israel adalah negara tujuan perdagangan, dan korban perdagangan seks internasional telah mendominasi pasar lokal.  Ketika itu Perdagangan prostitusi di  Israel sedang booming menghasilkan antara setengah miliar untuk tiga kuartal dari total satu miliar dolar setahun. Itu adalah pasar yang sangat diinginkan bagi para mafia prostitusi sementara hukum di Israel justru melindungi bisnis perbudakan seks. Hal inilah yang menyulitkan untuk mengadili pelaku bisnis perbudakan seks dan  juga menyulitkan untuk mengidentifikasi para korban bisnis perbudakan seks. Sepanjang tahun 1990-an menurut Hotline for Migrant Workers telah  diselundupkan 3.000 wanita per tahun ke Israel.

Para wanita berasal dari negara-negara bekas Uni Soviet,  sebagian kecil berasal dari Amerika Selatan dan Asia. Negara-negara asal dibagi dua sumber : negara dengan situasi ekonomi yang mengerikan dan para wanita putus asa yang bekerja untuk kehidupan keluarga mereka. Para mafia perdagangan sex menjanjikan perempuan bekerja sebagai Pembantu, pelayan atau pemijat medis.

Beberapa korban mafia perdagangan seks diberitahu bahwa mereka akan bekerja sebagai penari eksotis dan beberapa korban diberitahu bahwa mereka akan dilacurkan. Tidak ada yang diberitahu bahwa setelah tiba di Israel dokumen mereka akan disita dan mereka akan dibeli, diperkosa, dan diangkut ke rumah bordil di mana mereka akan melayani antara 15 sampai 20 orang perhari.

Pada akhir 1990-an, perdagangan seks ke Israel telah mencapai jumlah yang sangat tinggi yang mengakibatkan perhatian dunia Internasional. Pada tahun 2001, Departemen Luar Negeri AS merilis laporan Perdagangan pertama Manusia (TIP) Israel menduduki peringkat 3.

Ranking Israel tersebut semakin memalukan sebagai negara sekutu. Selain itu, berpotensi besar berdampak pada ekonomi. Menurut Korban AS tentang UU Perdagangan dan Perlindungan Kekerasan, Negara dengan peringkat ke 3 akan dikenakan sanksi ekonomi yang ketat. Padahal Israel menerima $ 3,1 miliar bantuan tahunan dari AS.

Sejak menduduki  peringkat ke 3 , Israel telah mengeluarkan peraturan anti-perdagangan manusia yang komprehensif, yang menjatuhkan hukuman 16 tahun maksimal bagi para pelakunya. Departemen Kesejahteraan juga mulai mengoperasikan dua tempat penampungan bagi korban perdagangan dan Israel didirikan “ SAAR” Sebuah unit polisi anti-perdagangan prostitusi.

Karena  langkah-langkah ini, sumber-sumber pemerintah dan non-pemerintah sepakat bahwa perdagangan seks di Israel telah berkurang. Namun, meskipun Israel baru-baru ini dianugerahi peringkat 1, banyak yang akan berpendapat bahwa hal itu tidak cukup untuk  upaya  mengurangi perdagangan seks dan prostitusi.

Pada tahun 2011, SAAR dibubarkan, dan banyak korban perdagangan prostitusi  justru di dalam penjara bukan di tempat penampungan karena dua tempat penampungan yang didanai negara sudah penuh.

Selain itu, sementara Israel mengakui perdagangan seks sebagai kejahatan serius, masih banyak yang menganggap prostitusi menjadi pilihan yang dibuat oleh beberapa perempuan

Menurut Saleet, “asrama” bagi perempuan yang dilacurkan di Tel Aviv, rata-rata usia perempuan yg menjadi korban prostitusi di Israel adalah 14 tahun, dan “kebetulan” 90 persen orang yang dilacurkan adalah korban inses, pemerkosaan, dan pelecehan.

Februari lalu (2011), Komite Menteri Israel nyaris membawa Israel selangkah lebih dekat untuk memberantas prostitusi ketika suara bulat menyetujui undang-undang yang akan melarang pembelian layanan seksual dan psikotropika dilegalkan parlemen.

Undang-undang ini memiliki potensi untuk secara drastis mengurangi permintaan dan membantu orang-15.000 dilacurkan, sepertiga dari mereka adalah anak-anak, terjebak dalam perdagangan seks Israel. Namun, akhirnya tidak disahkan menjadi UU.

Pelacuran dan perdagangan seks telah telah tumbuh subur di Israel terlalu lama. Dalam rangka untuk terus bergerak maju, Israel harus mengakui prostitusi, serta perdagangan seks sebagai bentuk perbudakan modern yang itu. [bumisyam/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.