Header Ads

Serangan anti-Muslim kian meningkat di Perancis

Serangan verbal dan fisik terhadap Muslim di Perancis telah meningkat secara terus menerus. Peningkatan ini diakibatkan oleh media dan politisi yang menggambarkan Islam sebagai masalah bagi masyarakat Prancis, lansir On Islam pada Kamis (4/7/2013).



“Terdapat hubungan antara wacana politik dan munculnya tindak kekerasan dan diskriminasi terhadap komunitas Muslim,” kata Samy Debah, presiden Komite Menentang Islamofobia di Perancis (CCIF), dalam konferensi pers yang dikutip oleh Reuters.

Dalam sebuah laporan tahunan, CCIF mengatakan serangan terhadap Muslim Perancis telah terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Dikatakan bahwa serangan anti-Muslim meningkat menjadi 469 kasus tahun lalu, dari hanya 298 kasus pada 2011 dan 188 kasus pada tahun 2010.

Serangan-serangan itu ditujukan terhadap Muslim, terutama perempuan, termasuk terhadap institusi seperti masjid, pemakaman Muslim dan toko-toko, menurut laporan itu.

Serangan terhadap masjid hampir dua kali lipat menjadi 40 pada tahun 2012 dibandingkan pada tahun 2011, kata CCIF.

Bulan lalu, di pinggiran Paris Argenteuil, seorang wanita Muslim yang tengah hamil kehilangan bayinya setelah diserang oleh dua orang islamofobia hanya karena ia seorang Muslimah yang mengenakan cadar.

Serangan itu terjadi setelah seorang Muslimah berhijab di Argenteuil juga diserang dengan cara yang sama.

Populasi Muslim Perancis, diperkirakan hampir enam juta, telah lama mengeluhkan diskriminasi dan meningkatnya sentimen permusuhan terhadap Islam di negara Eropa.

Sebuah jajak pendapat Ifop terbaru menemukan bahwa hampir setengah dari penduduk Perancis memandang Muslim sebagai ancaman terhadap identitas nasional mereka.

CCIF menyebut layanan sipil Perancis sebagai “salah satu vektor utama Islamophobia”.

Dikatakan bahwa birokrat sipil seringkali menyalahtafsirkan kebijakan sekuler resmi dengan menolak untuk melayani wanita Muslim yang mengenakan hijab.

Perancis melarang pemakaian hijab di tempat umum pada tahun 2004.

Laporan itu mengatakan bahwa beberapa petugas menolak untuk mengurus dokumen pernikahan atau isu sipil jika wanita yang bersangkutan menutupi rambutnya.

CCIF menyambut baik keputusan Parlemen Eropa pada Selasa (2/7) untuk menyingkirkan kekebalan hukum terhadap pemimpin partai sayap kanan Marine Le Pen di persidangan atas tuduhan rasisme karena menyamakan Muslim yang beribadah di jalan-jalan dengan pendudukan Nazi pada masa perang Perancis.

Debah mengatakan CCIF berharap sebuah investigasi sekarang akan memerintahkan Le Pen untuk diadili atas komentarnya tentang Muslim yang beribadah di jalan-jalan, yang terjadi ketika jamaah melimpah dan memenuhi mushola, terutama pada hari-hari raya Islam.

Muslim Perancis mengeluhkan pembatasan pembangunan masjid yang sangat dibutuhkan sebagai tempat shalat mereka. Di saat yang sama, Pemerintah Prancis melarang mereka untuk beribadah sampai tumpah ke jalan-jalan di Perancis.

Amnesti International mengecam Perancis dan sejumlah negara Eropa seperti Belgia, Belanda, Spanyol dan Swiss atas diskriminasi mereka terhadap minoritas Muslim.

Kelompok yang berbasis di London mengatakan bahwa beberapa negara Eropa telah membuat keputusan kebijakan dalam beberapa tahun terakhir yang mendiskriminasi warga Muslim mereka, menyorot larangan cadar dan simbol-simbol agama lainnya di sekolah-sekolah sebagai salah satu langkah yang paling merusak. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.