Header Ads

Rezim Assad Jadikan Perkosaan sebagai Bagian dari Operasi Militer

Sebuah laporan terbaru Senin kemarin (25/11/2013) mengungkapkan bahwa banyak perempuan Suriah mengalami tindak perkosaan dalam tahanan rezim pemerintah. Para perempuan itu juga dijadikan tameng hidup selama operasi milier dan diculik untuk memberikan tekanan serta mempermalukan anggota keluarga.


“Pelecehan terhadap perempuan telah digunakan sebagai taktik yang disengaja untuk mengalahkan pihak lain dari perspektif simbolis dan psikologis, membuat perempuan sebagai target yang diinginkan pada saat konflik pecah,” kata laporan yang diterbitkan oleh Euro-Mediterranean Human Rights Network.

Isu ini disampaikan pada Hari Internasional untuk Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan. Laporan itu mengatakan bahwa perang Suriah yang brutal telah menciptakan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.

Laporan itu mengatakan pemerkosaan didokumentasikan di tujuh provinsi, termasuk Damaskus. Sebagian besar penggerebekan yang dilakukan pasukan pemerintah terjadi di pos pemeriksaan dan di dalam fasilitas penahanan.

Insiden pemerkosaan ini mengutip pernyataan seorang wanita, dikenal sebagai Aida, masih berusia 19-tahun dari wilayah Tartus di pantai Suriah. Keluarga Alda dekat dengan kelompok anti-rezim, Ikhwanul Muslimin.

Dia ditahan antara Oktober 2012-Januari 2013 dan selama waktu itu dirinya diperkosa pada dua kesempatan terpisah, termasuk oleh tiga orang tentara, sehari sebelum sidang pengadilan.

“Interogator meninggalkan saya di kamar dan kembali dengan tiga personil yang bergantian memperkosa saya. Saya menolak keras waktu pertama kali saya akan diperkosa tetapi ketika ketika untuk kedua kalinya, saya menjadi lebih takut dan tidak bisa menolak karena mendapat ancaman,” ujarnya.

“Ketika pemerkosaan ketiga, saya benar-benar jatuh. Saya mengalami perdarahan sepanjang waktu. Pada saat yang terakhir selesai, saya jatuh di tanah. Sepuluh menit kemudian, dokter penjara datang dan membawa saya ke kamar mandi, dia memberi saya suntikan untuk memungkinkan saya berdiri di hadapan hakim,” tukasnya.

Laporan dari Euro-Mediterranean Human Rights Network juga mengatakan aksi pemerkosaan telah sering dilakukan oleh pasukan rezim sebagai senjata dalam operasi militer yang mereka lakukan.

Di provinsi Homs, seorang gadis yang masih berusia sembilan tahun itu diperkosa di depan keluarganya oleh pasukan pemerintah di distrik Baba Amr pada Maret 2012 lalu.

Laporan ini memperingatkan akan adanya kesulitan mendokumentasikan korban perkosaan karena stigma yang melekat terhadap para korban kekerasan seksual.[fq/islampos/afp/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.