Dicari : Calon Pemimpin Bervisi dan Berkarakter
Dicari : Calon Pemimpin Bervisi dan Berkarakter
Tahun 2014 tenar dengan istilah tahun politik, karena pada tahun ini ada event pesta demokrasi pemilu (pemilihan umum). Pemilihan yang dilakukan oleh rakyat ini memunculkan harapan untuk mendapatkan warna baru demi kehidupan yang lebih baik.
Pada tahun politik Negara sedang sibuk untuk mencari pemimpin yang berpribadi baik dan memiliki visi yang jelas. Namun nampaknya harapan itu hanya akan menjadi utopis. Hal ini bisa ditilik dari dua hal, yaitu karakter pribadi dan visi calon pemimpin.
Pencitraan Karakter Pemimpin
Munculnya calon pemimpin dengan sosok dan karakter yang minim dikenali oleh rakyat menimbulkan masalah dalam pesta demokrasi ini. Sistem pemilihan langsung tentu saja menuntut adanya sosialisasi yang gencar dari para calon agar rakyat mengenalnya. Sehingga cara yang paling cepat dan mudah adalah melalui pembangunan karakter yang spontan melalui spanduk dan brosur.
Pencitraan pun sering diperlihatkan dengan menghalalkan segala cara, penulis miris ketika melihat bencana yang akhir-akhir ini memenuhi layar kaca. Mereka gunakan moment kemanusian bencana tersebut untuk membentuk citra dengan menunjukkan simpati terhadap warga yang terkena bencana. Padahal sebelumnya karakter dermawan, wibawa, rela berkorban dan peduli terhadap rakyat tidak terindera oleh kasat mata.
Pribadi calon pemimpin yang jauh dari aturan agama pun juga menjadi celah untuk menghalalkan segala cara, berbuat kecurangan untuk mendapatkan kemenangan. Acara suap-menyuap dan perdukunan tidak dapat dipungkiri turut mewarnai suasana musim pergantian pemimpin negeri ini.
Parahnya lagi calon penguasa negeri ini asal catut kandidat misalnya dari kalangan artis yang terkenal seksi. Senada dengan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit mengatakan “Penunjukan artis seksi menjadi kandidat wakil rakyat tanpa didahului dengan proses pengkaderan politik, tidak akan membawa kebaikan bagi masa depan negeri ini. "Kalau banyak orang seperti mereka itu yang terpilih dan duduk di DPR, maka negara ini bakal hancur," katanya (duniaterkini.com, 05/02/2014). Bisa kita bayangkan jika artis seksi yang menang, maka akan semakin menambah kerusakan moral generasi bangsa
Kaburnya Visi Pemimpin
Rela mengeluarkan banyak dana dan sibuk road show berkampanye ke berbagai daerah untuk mendengungkan visi manis. Tapi, nampaknya janji-janji mereka saat ini juga akan semakin banyak diacuhkan oleh rakyat. Saat ini bisa kita prediksikan banyak rakyat yang tidak lagi percaya dengan jargon visi penguasa.
Ketidakpercayaan rakyat terhadap kualitas pejabat bertambah dengan terbukanya rentetan kasus korupsi yang dilakukan dari hulu ke hilir, dari pejabat desa hingga pejabat Negara tak luput dari kasus korupsi. Korupsi sendiri di negeri ini sudah seperti cendawan yang tumbuh subur dimusim penghujan. Menurut penulis masyarakat saat ini sudah mulai cerdas untuk membuka mata dan telinga mereka untuk melihat realitas kesemrawutan politik negeri ini. Masyarakat cenderung apatis. Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi memprediksikan golput pada pemilu 2014 bisa 50 persen.
Siapa yang harus disalahkan?
Negeri ini sudah silih berganti pemimpin bahkan berkali-kali setiap lima tahunnya berganti. Karakter pribadi pemimpin dan visi yang diusung sebelum menjabat seolah menguap oleh terik matahari tanpa ada perubahan untuk kebangkitan negeri ini. Visi pemimpin jika tidak memiliki azas yang benar tentu akan mudah dibajak oleh para pemodal (kapitalis). Mengingat kondisi negeri ini sedang disetir oleh cengkraman sistem kapitalisme, sistem yang sarat dengan liberalisasi dan pemimpin yang tidak bervisi benar menjadi akar masalah dari keterpurukan negeri ini.
Harapan rakyat untuk mendapatkan warna baru demi kehidupan yang lebih baik niscaya ada. Dan harapan ini akan mudah terwujud tatkala pemimpin/penguasa bisa menjadi pelayan rakyat bukan rakyat yang melayani penguasa, sebagaimana pemimpin yang amanah (khalifah) dalam naungan sistem yang benar (khilafah).
Oleh : Hernani Sulistyaningsih
(Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/Penulis Buku Antologi “Be a Great Muslimah”)
[www.al-khilafah.org]
Tahun 2014 tenar dengan istilah tahun politik, karena pada tahun ini ada event pesta demokrasi pemilu (pemilihan umum). Pemilihan yang dilakukan oleh rakyat ini memunculkan harapan untuk mendapatkan warna baru demi kehidupan yang lebih baik.
Pada tahun politik Negara sedang sibuk untuk mencari pemimpin yang berpribadi baik dan memiliki visi yang jelas. Namun nampaknya harapan itu hanya akan menjadi utopis. Hal ini bisa ditilik dari dua hal, yaitu karakter pribadi dan visi calon pemimpin.
Pencitraan Karakter Pemimpin
Munculnya calon pemimpin dengan sosok dan karakter yang minim dikenali oleh rakyat menimbulkan masalah dalam pesta demokrasi ini. Sistem pemilihan langsung tentu saja menuntut adanya sosialisasi yang gencar dari para calon agar rakyat mengenalnya. Sehingga cara yang paling cepat dan mudah adalah melalui pembangunan karakter yang spontan melalui spanduk dan brosur.
Pencitraan pun sering diperlihatkan dengan menghalalkan segala cara, penulis miris ketika melihat bencana yang akhir-akhir ini memenuhi layar kaca. Mereka gunakan moment kemanusian bencana tersebut untuk membentuk citra dengan menunjukkan simpati terhadap warga yang terkena bencana. Padahal sebelumnya karakter dermawan, wibawa, rela berkorban dan peduli terhadap rakyat tidak terindera oleh kasat mata.
Pribadi calon pemimpin yang jauh dari aturan agama pun juga menjadi celah untuk menghalalkan segala cara, berbuat kecurangan untuk mendapatkan kemenangan. Acara suap-menyuap dan perdukunan tidak dapat dipungkiri turut mewarnai suasana musim pergantian pemimpin negeri ini.
Parahnya lagi calon penguasa negeri ini asal catut kandidat misalnya dari kalangan artis yang terkenal seksi. Senada dengan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit mengatakan “Penunjukan artis seksi menjadi kandidat wakil rakyat tanpa didahului dengan proses pengkaderan politik, tidak akan membawa kebaikan bagi masa depan negeri ini. "Kalau banyak orang seperti mereka itu yang terpilih dan duduk di DPR, maka negara ini bakal hancur," katanya (duniaterkini.com, 05/02/2014). Bisa kita bayangkan jika artis seksi yang menang, maka akan semakin menambah kerusakan moral generasi bangsa
Kaburnya Visi Pemimpin
Rela mengeluarkan banyak dana dan sibuk road show berkampanye ke berbagai daerah untuk mendengungkan visi manis. Tapi, nampaknya janji-janji mereka saat ini juga akan semakin banyak diacuhkan oleh rakyat. Saat ini bisa kita prediksikan banyak rakyat yang tidak lagi percaya dengan jargon visi penguasa.
Ketidakpercayaan rakyat terhadap kualitas pejabat bertambah dengan terbukanya rentetan kasus korupsi yang dilakukan dari hulu ke hilir, dari pejabat desa hingga pejabat Negara tak luput dari kasus korupsi. Korupsi sendiri di negeri ini sudah seperti cendawan yang tumbuh subur dimusim penghujan. Menurut penulis masyarakat saat ini sudah mulai cerdas untuk membuka mata dan telinga mereka untuk melihat realitas kesemrawutan politik negeri ini. Masyarakat cenderung apatis. Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi memprediksikan golput pada pemilu 2014 bisa 50 persen.
Siapa yang harus disalahkan?
Negeri ini sudah silih berganti pemimpin bahkan berkali-kali setiap lima tahunnya berganti. Karakter pribadi pemimpin dan visi yang diusung sebelum menjabat seolah menguap oleh terik matahari tanpa ada perubahan untuk kebangkitan negeri ini. Visi pemimpin jika tidak memiliki azas yang benar tentu akan mudah dibajak oleh para pemodal (kapitalis). Mengingat kondisi negeri ini sedang disetir oleh cengkraman sistem kapitalisme, sistem yang sarat dengan liberalisasi dan pemimpin yang tidak bervisi benar menjadi akar masalah dari keterpurukan negeri ini.
Harapan rakyat untuk mendapatkan warna baru demi kehidupan yang lebih baik niscaya ada. Dan harapan ini akan mudah terwujud tatkala pemimpin/penguasa bisa menjadi pelayan rakyat bukan rakyat yang melayani penguasa, sebagaimana pemimpin yang amanah (khalifah) dalam naungan sistem yang benar (khilafah).
Oleh : Hernani Sulistyaningsih
(Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/Penulis Buku Antologi “Be a Great Muslimah”)
Tidak ada komentar