Header Ads

Lain Suriah Lain Indonesia

Lain Suriah Lain Indonesia
Oleh : Iwan Januar

Sebuah iklan muncul di televisi yang menyebutkan rasa syukur bahwa tanah air kita tidak dilanda peperangan seperti yang terjadi di beberapa negeri muslim lain.

Pastinya kita bersyukur bahwa di negeri kita tidak ada konflik bersenjata yang berkepanjangan lagi menelan banyak korban. Namun demikian kita juga tidak boleh menutup mata bahwa banyak masalah menjerat negeri ini. Ini perlu direnungkan agar kita tidak seperti burung unta yang memasukkan kepalanya ke dalam pasir saat ada musuh. Artinya kita belagak pandir padahal persoalan umat menumpuk di depan mata. Karena orang bijak mengatakan orang yang merasa permasalahan bukan masalah baginya sebenarnya adalah orang yang bermasalah.

Negeri kita sebenarnya dilanda carut marut mulai dari masalah sosial, politik, ekonomi hingga keagamaan. Di bidang sosial sebut saja tingginya penyalahgunaan narkoba, peredaran miras sampai meningkatnya pergaulan bebas di tengah-tengah masyarakat.

Dalam bidang ekonomi kita merasakan betapa perekonomian negeri ini dijalankan dan dicengkram hanya oleh segelintir orang. Misalnya pemilik uang di perbankan hanya dikuasai segelintir orang saja. Sekitar dua persen nasabah menguasai 80 persen uang di bank. ang di perbankan hanya dikuasai segelintir orang saja. Sekitar dua persen nasabah menguasai 80 persen uang di bank. Dana masyarakat di perbankan Rp 2.825,98 triliun dalam bentuk tabungan, deposito, dsb. Struktur ekonomi yang timpang ini menyebabkan jurang kemiskinan kian menganga lebar.

Dalam bidang hukum masih banyak aparat penegak hukum yang bermasalah. Tertangkapnya Ketua MK Akil Muchtar dalam kasus suap adalah salah satu aib hukum terbesar.

Negeri kita juga tidak lepas dari aneka konflik. Sebut saja konflik antar ormas kepemudaan dan kedaerahan masih acap terjadi. Konflik akibat pilkada –bahkan ada yang begitu masif seperti membakar perkantoran, dsb. Jangan lupa juga konflik yang dikobarkan kelompok teroris Papua OPM sampai sekarang masih berlanjut.

Sederetan persoalan itu bukankah juga bagian dari tanggung jawab ormas keislaman? Bukankah tugas para ulama adalah menciptakan masyarakat yang beriman dan bertakwa, bukan sekedar pandai bertoleransi pada umat agama lain? Bahkan kini kehidupan sosial yang makin liberal seperti peredaran miras dan seks bebas juga masuk ke berbagai daerah yang juga menjadi kantong-kantong pondok pesantren.

Artinya rasa syukur itu harus terus dibarengi kesadaran masih bertumpuk segudang masalah yang harus diselesaikan. Penyelesainnya adalah dengan memberlakukan syariat Islam yang haruz diperjuangkan oleh para alim ulama dan ormas Islam, karena sistem demokrasi yang sudah lama diberlakukan justru membuat penyakit yang diidap umat semakin kronis.

Lagipula konflik di negeri Syam adalah perjuangan menegakkan kebenaran dan melawan kezaliman. Umat Islam Syam tengah berjuang melawan pemerintah mereka yang menyimpang dari ajaran Islam dan menzalimi mereka termasuk membunuh ribuan wanita dan anak-anak. Bukankah itu kewajiban agama yang harus dikerjakan? Apakah ada yang salah dengan hal itu? [www.al-khilafah.org]

Sumber iwanjanuar.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.