Header Ads

100 Intelektual Muslimah Sepakat Stop Demokrasi

Demokrasi sejatinya merupakan konsep yang cacat dari akarnya. Imbasnya, segala produk perundangan dan hukum yang dihasilkan akan selalu bersifat trial and error, dipengaruhi banyak kepentingan.

Dalam kondisi faktualnya, demokrasi justru membawa pada kerusakan masyarakat. Untuk itulah, 100 intelektual muslimah dari berbagai kampus di Jawa Timur, baik PTN maupun PTS, melakukan ”Seruan Intelektual” yang ditandatangani oleh peserta di atas kain sepanjang 8 meter.



”Seruan Intelektual” ini dilakukan usai Round Table Discussion Intelektual Muslimah Jawa Timur, Minggu (16/3/2014), di RM Sari Nusantara.

Menurut Ketua Panitia, Diana Mufida, demokrasi membutuhkan dijaminnya kebebasan individu dalam hal apa saja. Dengan konsep kedaulatan ada di tangan rakyat jelas tidak sesuai dengan Islam karena yang berdaulat hanya Alloh bukan pada manusia. Dampaknya, menumbuhsuburkan budaya rusak dan memaksa intelektual gagal mencetak generasi pemimpin yang berkualitas dan bermoral tinggi.

”Sistem pendidikan yang materialistik dan hanya berorientasi pasar melahirkan generasi pemimpin seperti yang ada saat ini. Sudah saatnya para intelektual menyerukan masalah urusan kebangsaan dan kenegaraan,”ujarnya.

Dengan akses informasi yang luas serta daya nalar dan analisa yang kuat pada diri intelektual, kata Diana, hasil diskusi akan menjadi referensi penting bagi komponen masyarakat manapun, khususnya penguasa dalam upaya mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Adapun isi ”Seruan Intelektual” adalah meninggalkan sistem Demokrasi dengan segala turunannya karena terbukti rusak dan merusak secara konseptual dan faktual; melakukan dan menjadi pemimpin perubahan untuk mewujudkan Khilafah sebagai sistem politik pengganti; bergabung dalam arus perjuangan yang benar untuk mewujudkan Indonesia dan dunia lebih baik di bawah naungan Khilafah.

Sementara itu, Diah Hikmawati intelektual dari Universitas Airlangga Surabaya menegaskan sudah saatnya kaum intelektual muslimah ikut ‘cawe-cawe’ dalam memberikan arahan yang benar pada masyarakat. Menyadarkan masyarakat bahwa demokrasi sangat menyesatkan.

Mengenai masyarakat mau menerima atau tidak bahwa demokrasi itu sangat merusak dan menyesatkan, kata Diah, itu sebuah pilihan. ”Kami ingin mengarahkan masyarakat kepada kebenaran soal demokrasi. Dan sudah saatnya, negara kembali pada sistem khilafah,”ujarnya.

Terkait dengan pesta demokrasi yang dilaksanakan tahun ini, Diah menilai, masyarakat mempunyai pilihan. Namun yang menjadi esensi adalah pihaknya sudah membekali calon pemilih tentang sebuah kebenaran yakni sistem Khilafah bukan sistem demokrasi yang menjadi dasar pemerintahan negara.

Sedangkan Aminatun intelektual sekampus dengan Diah mengatakan sebenarnya banyak masyarakat yang menginginkan sistem Khilafah di Indonesia. Mengutip hasil kajian peneliti SEM Institute, 72 persen rakyat setuju syariah.

Ada 1498 responden dari berbagai kalangan, 72 persen menginginkan syariah Islam diterapkan di berbagai aspek kehidupan termasuk dalam berbangsa dan bernegara. Sebanyak 42 persen meyakini sistem pemerintahan dalam Islam hanya berbentuk khilafa dan hanya 24 persen yang menyakini sistem pemerintahan Islam bisa berbentuk apa saja (monarki, kerajaan, republik, federasi dan sebagainya.

”Jika melihat hasil survei itu menunjukkan bahwa ada hasil dakwah yang kongkret setelah dilakukan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat. Secara perlahan namun pasti, dakwah yang dilakukan berhasil melawan arus sekulerisme di Indonesia,”papar Aminatun. [htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.