Selamatkan Keluarga dan Generasi dari Ancaman MEA 2015 Dengan Khilafah
Bondowoso, Ahad 16 November 2014. Di tengah-tengah euforia menyambut MEA 2015 di bawah arahan pemerintahan baru, para Mubalighah, pemangku pesantren, dan para penggerak Majlis Taklim di Bondowoso justru berkumpul bersama dalam sebuah acara Liqa Muharram Mubalighah membahas tentang ancaman MEA terhadap masa depan keluarga dan generasi. Acara tahunan yang digagas oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Bondowoso ini diselenggarakan di Aula Serbaguna Pondok Pesantren Al Ishlah, Grujugan, Bondowoso.
Tema besar Liqa Muharram Mubalighah 1436 H adalah Pasar Bebas Menghancurkan Keluarga dan Generasi, Selamatkan dengan Khilafah. Ibu Siti Nurhasanah, S.Si hadir sebagai pembicara pertama. Paparan tentang dampak sosial pasar bebas ASEAN menegaskan bahwa MEA keseluruhannya adalah madlarat. Tidak layak dan tidak boleh kaum muslimin mendukungnya. Bagi generasi, MEA akan berdampak pada munculnya krisis identitas pada mereka, dekadensi moral, dan hilangnya identitas sebagai muslim. MEA sama seperti membuka lebar-lebar kran masukknya budaya dan peradaban asing ke negeri ini. Kelak tidak lagi bisa dibedakan kekhasan generasi dari generasi muslim dengan generasi penyokong kapitalis.
MEA yang mengiming-imingi kemudahan bagi dunia usaha dan industri merupakan magnet bagi perempuan untuk terlibat di dalamnya. Potensi finansial yang menggiurkan di tengah kesulitan ekonomi mayoritas masyarakat Indonesia, berpeluang besar bagi perempuan untuk meninggalkan peran utama mereka sebagai ummun wa rabbatul bayt. Day Care, Playgroup, dan keberadaan lembaga PAUD hingga ke tingkat RT adalah solusi bagi mereka. Padahal tidaklah sama pola pengasuhan ibu yang sangat spesial kepada buah hatinya dengan pengasuhan-pengasuhan lembaga-lembaga penitipan anak itu. Berada bersama mereka, maka anak akan kehilangan masa-masa emas tumbuh kembangnya. Tiga puluh tahun ke depan, negeri ini dipimpin oleh anak-anak yang ‘biasa’.
Berbondong-bondongnya perempuan di sektor publik, akan membuka peluang pengangguran massif bagi laki-laki. Jika ini terjadi, maka dalam ranah keluarga akan terjadi pertukaran peran antara suami dan istri, baik dalam kepemimpinan RT dan pengalihan pemberian nafkah. Terjadilah reduksi kepemimpinan bagi laki-laki. Perempuan akan menjadi sosok yang superior. Dalam keluarga semacam ini kasus KDRT dan gugat cerai adalah hal yang lumrah.
Runyamnya berbagai dampak sosial MEA bagi keluarga dan generasi, bisa di atasi dengan diterapkannya syariat Islam dalam naungan khilafah. Pemateri kedua, Ibu Nauroh Alifah, S.Si memaparkannya dengan gamblang sehingga para peserta semakin tercerahkan pemikirannya dengan Islam. Khilafah mengatur perekonomian Negara dengan syariat Islam. Pun dalam mengatur sistem perdagangannya baik perdagangan di dalam negeri dan luar negeri. Khilafah akan mengontrol perdagangan dengan pihak luar, sehingga semua transaksi sesuai syariat sehingga tidak membawa madlarat bagi ummat. Tidaklah ada konsep pasar bebas dalam Islam.
Dengan Khilafah, laki-laki dimudahkan mencari nafkah sehingga para perempuan tidak perlu ikut terjun ke sector public. Tidak akan terjadi pertukaran peran dalam rumah tangga. Rumah tangga akan sakinah mawaddah wa rahmah dengan perempuan kembali fokus pada perannya sebagai ummun wa rabbatul bayt, istri bagi suaminya, dan anggota masyarakat bagi komunitas tempat tinggalnya. Masa depan generasi akan terselamatkan.
Di akhir acara, ketika moderator menawarkan para mubalighah menyampaikan kesepakatnnya untuk bersama Hizbut Tahrir memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam naungan Khilafah. [htipress/www.al-khilafah.org]
Tema besar Liqa Muharram Mubalighah 1436 H adalah Pasar Bebas Menghancurkan Keluarga dan Generasi, Selamatkan dengan Khilafah. Ibu Siti Nurhasanah, S.Si hadir sebagai pembicara pertama. Paparan tentang dampak sosial pasar bebas ASEAN menegaskan bahwa MEA keseluruhannya adalah madlarat. Tidak layak dan tidak boleh kaum muslimin mendukungnya. Bagi generasi, MEA akan berdampak pada munculnya krisis identitas pada mereka, dekadensi moral, dan hilangnya identitas sebagai muslim. MEA sama seperti membuka lebar-lebar kran masukknya budaya dan peradaban asing ke negeri ini. Kelak tidak lagi bisa dibedakan kekhasan generasi dari generasi muslim dengan generasi penyokong kapitalis.
MEA yang mengiming-imingi kemudahan bagi dunia usaha dan industri merupakan magnet bagi perempuan untuk terlibat di dalamnya. Potensi finansial yang menggiurkan di tengah kesulitan ekonomi mayoritas masyarakat Indonesia, berpeluang besar bagi perempuan untuk meninggalkan peran utama mereka sebagai ummun wa rabbatul bayt. Day Care, Playgroup, dan keberadaan lembaga PAUD hingga ke tingkat RT adalah solusi bagi mereka. Padahal tidaklah sama pola pengasuhan ibu yang sangat spesial kepada buah hatinya dengan pengasuhan-pengasuhan lembaga-lembaga penitipan anak itu. Berada bersama mereka, maka anak akan kehilangan masa-masa emas tumbuh kembangnya. Tiga puluh tahun ke depan, negeri ini dipimpin oleh anak-anak yang ‘biasa’.
Berbondong-bondongnya perempuan di sektor publik, akan membuka peluang pengangguran massif bagi laki-laki. Jika ini terjadi, maka dalam ranah keluarga akan terjadi pertukaran peran antara suami dan istri, baik dalam kepemimpinan RT dan pengalihan pemberian nafkah. Terjadilah reduksi kepemimpinan bagi laki-laki. Perempuan akan menjadi sosok yang superior. Dalam keluarga semacam ini kasus KDRT dan gugat cerai adalah hal yang lumrah.
Runyamnya berbagai dampak sosial MEA bagi keluarga dan generasi, bisa di atasi dengan diterapkannya syariat Islam dalam naungan khilafah. Pemateri kedua, Ibu Nauroh Alifah, S.Si memaparkannya dengan gamblang sehingga para peserta semakin tercerahkan pemikirannya dengan Islam. Khilafah mengatur perekonomian Negara dengan syariat Islam. Pun dalam mengatur sistem perdagangannya baik perdagangan di dalam negeri dan luar negeri. Khilafah akan mengontrol perdagangan dengan pihak luar, sehingga semua transaksi sesuai syariat sehingga tidak membawa madlarat bagi ummat. Tidaklah ada konsep pasar bebas dalam Islam.
Dengan Khilafah, laki-laki dimudahkan mencari nafkah sehingga para perempuan tidak perlu ikut terjun ke sector public. Tidak akan terjadi pertukaran peran dalam rumah tangga. Rumah tangga akan sakinah mawaddah wa rahmah dengan perempuan kembali fokus pada perannya sebagai ummun wa rabbatul bayt, istri bagi suaminya, dan anggota masyarakat bagi komunitas tempat tinggalnya. Masa depan generasi akan terselamatkan.
Di akhir acara, ketika moderator menawarkan para mubalighah menyampaikan kesepakatnnya untuk bersama Hizbut Tahrir memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam naungan Khilafah. [htipress/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar