500 Investor Asing Ngemplang Pajak, Ini Membuktikan Bahwa…
Setelah kasus Panama Paper, kini muncul pernyataan Menteri Keuangan bahwa 500 investor asing ngemplang pajak selama sepuluh tahun. “Ini semakin membuktikan bahwa fungsi pajak sebagai alat distribusi itu tidak pernah terealisasi,” ujar Ketua Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Arim Nasim, Jum’at (10/06/2016) melalui surat elektronik.
Menurutnya, yang terjadi adalah pajak sebagai alat ekploitasi untuk kepentingan para kapitalis dan birokrat. Menurutnya, hal itu setidaknya ditunjukkan dalam tiga hal. Pertama, karena rakyat terus dipaksa untuk bayar pajak bahkan pengusaha kecil dan menengah tidak peduli untung atau rugi dikenakan pajak final sebesar sepersen dari omzet atau peredaran bruto, sementara investor asing dibiarkan sampai sepuluh tahun tidak bayar pajak. Bahkan kalau di bawah 10 tahun, masih bisa ditoleransi dengan alasan kemungkinan belum BEP (break event point/belum kembali modal).
“Ini jelas aneh kenapa kalau pengusaha UMKM, nggak peduli mereka BEP atau belum tetap wajib bayar pajak sepersen dari omzet,” tanyanya retoris.
Kedua, mengapa 500 investor asing bisa sampai 10 tahun tidak bayar pajak? Atau bisa jadi mereka tidak membayar pajak karena ada main dengan petugas pajak? “Ingat kasus gayus tambunan koruptor pajak yaitu petugas pajak yang merangkap konsultan pajak bagi perusahaan perusahaan agar pajak dimurahkan?” ungkapnya.
Ketiga, karena banyak pengusaha asing ngemplang pajak sementara penerimaan negara yang terbesar dari pajak berarti sebenarnya rakyat kecilah yang paling banyak bayar pajak, baik melalui pajak langsung maupun pajak tidak langsung yang dibebankan oleh perusahaan melalui tingginya harga barang.
“Lalu ketika pajak tersebut sudah terkumpul, alokasi yang terbesar ternyata juga bukan untuk rakyat tapi untuk membayar utang,” keluhnya.[] Joko Prasetyo [htipress/www.al-khilafah.org]
Menurutnya, yang terjadi adalah pajak sebagai alat ekploitasi untuk kepentingan para kapitalis dan birokrat. Menurutnya, hal itu setidaknya ditunjukkan dalam tiga hal. Pertama, karena rakyat terus dipaksa untuk bayar pajak bahkan pengusaha kecil dan menengah tidak peduli untung atau rugi dikenakan pajak final sebesar sepersen dari omzet atau peredaran bruto, sementara investor asing dibiarkan sampai sepuluh tahun tidak bayar pajak. Bahkan kalau di bawah 10 tahun, masih bisa ditoleransi dengan alasan kemungkinan belum BEP (break event point/belum kembali modal).
“Ini jelas aneh kenapa kalau pengusaha UMKM, nggak peduli mereka BEP atau belum tetap wajib bayar pajak sepersen dari omzet,” tanyanya retoris.
Kedua, mengapa 500 investor asing bisa sampai 10 tahun tidak bayar pajak? Atau bisa jadi mereka tidak membayar pajak karena ada main dengan petugas pajak? “Ingat kasus gayus tambunan koruptor pajak yaitu petugas pajak yang merangkap konsultan pajak bagi perusahaan perusahaan agar pajak dimurahkan?” ungkapnya.
Ketiga, karena banyak pengusaha asing ngemplang pajak sementara penerimaan negara yang terbesar dari pajak berarti sebenarnya rakyat kecilah yang paling banyak bayar pajak, baik melalui pajak langsung maupun pajak tidak langsung yang dibebankan oleh perusahaan melalui tingginya harga barang.
“Lalu ketika pajak tersebut sudah terkumpul, alokasi yang terbesar ternyata juga bukan untuk rakyat tapi untuk membayar utang,” keluhnya.[] Joko Prasetyo [htipress/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar