MUI dan Muhammadiyah Setuju Ahmadiyah Jadi Agama Baru Non Islam
Bojonegoro - Menanggapi rencana pembubaran Ahmadiyah oleh Menag Suryadharma Ali, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah Bojonegoro merasa sepakat, selain itu jika Ahmadiyah ngotot ingin eksis menyebarkan ajarannya MUI dan Muhammadiyah Bojonegoro lebih setuju jika Ahmadiyah mau membuat agama sendiri. Alasannya, Ahmadiyah tidak mengakui Muhammad SAW sebagai rasul agama terakhir.
“Sebaiknya menjadi agama baru saja,” tegas Ketua MUI Bojonegoro KH Djauhari Hasan, Kamis (2/9) siang.
Ulama yang juga salah satu pengurus Nahdlatul Ulama Bojonegoro ini mengatakan bahwa dasar pijakannya adalah jelas, yaitu Ahmadiyah tidak mengakui Muhammad Rasulullah sebagai nabi terakhir. Tentu, katanya, dengan keyakinan seperti ini, menjadi pengingkaran.
Djauhari Hasan mengatakan sependapat dengan sesepuh Nahdlatul Ulama Jember, KH Muchith Muzadi, soal sikap tegas pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah. Baginya, jika keyakinannya sudah seperti itu, tentu patut dipertegas. “Jadi, saya ulangi, sangat setuju jika Ahmadiyah membuat agama baru saja,” imbuh salah satu Imam Masjid Jami Alon-alon Bojonegoro ini.
Pendapat sama juga diungkapkan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro, Ustad Zainuddin. Sikapnya sama dengan MUI Bojonegoro yang mendukung Ahmadiyah membentuk agama baru. Pilihan ini sebagai sesuatu yang masuk akal. “Setuju saya,” tegasnya, Kamis, siang.
Alumni Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, ini juga sependapat dengan Menteri Agama Suryadharma Ali yang bersikukuh tetap menghentikan dan bahkan membubarkan kegiatan keagamaan Ahmadiyah di Indonesia. Sebab, ditinjau dari pelbagai sudut, keyakinan Ahmadiyah jelas menyimpang dari Islam.
Zainuddin mencontohkan, dasar Islam sebenarnya sederhana, yaitu Kalimat Syahadat yang percaya Allah tuhan satu dan Muhammad nabi terakhir. Kemudian, Al Quran adalah kita suci umat Islam.
Sedangkan Ahmadiyah, lanjutnya, mengakui Al Quran sebagai kitab suci umat Islam, tetapi mereka mengakui juga masih ada kitab rujukan lain, yaitu tazkiroh yang jadi pedomen keyakinannya. Dan yang sangat prinsip, katanya, mereka mengakui Mierza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir setelah Muhammad. “Ini kan jelas pengingkaran rukun Imam,” ujarnya dengan nada tegas.
Makanya, lanjut Zainuddin, pihaknya selaku pribadi dan organisasi kemasyarakatan mendukung rencana pemerintah lewat Kementerian Agama untuk menghentikan kegiatan keagamaan yang dilakukan Ahmadiyah. ”Saya kira Ahmadiyah lebih aman dan umat Islam lebih tenang jika Ahmadiyah membuat agama baru,” paparnya. (lieM/tio/voai)
“Sebaiknya menjadi agama baru saja,” tegas Ketua MUI Bojonegoro KH Djauhari Hasan, Kamis (2/9) siang.
Ulama yang juga salah satu pengurus Nahdlatul Ulama Bojonegoro ini mengatakan bahwa dasar pijakannya adalah jelas, yaitu Ahmadiyah tidak mengakui Muhammad Rasulullah sebagai nabi terakhir. Tentu, katanya, dengan keyakinan seperti ini, menjadi pengingkaran.
Djauhari Hasan mengatakan sependapat dengan sesepuh Nahdlatul Ulama Jember, KH Muchith Muzadi, soal sikap tegas pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah. Baginya, jika keyakinannya sudah seperti itu, tentu patut dipertegas. “Jadi, saya ulangi, sangat setuju jika Ahmadiyah membuat agama baru saja,” imbuh salah satu Imam Masjid Jami Alon-alon Bojonegoro ini.
Pendapat sama juga diungkapkan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro, Ustad Zainuddin. Sikapnya sama dengan MUI Bojonegoro yang mendukung Ahmadiyah membentuk agama baru. Pilihan ini sebagai sesuatu yang masuk akal. “Setuju saya,” tegasnya, Kamis, siang.
Alumni Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, ini juga sependapat dengan Menteri Agama Suryadharma Ali yang bersikukuh tetap menghentikan dan bahkan membubarkan kegiatan keagamaan Ahmadiyah di Indonesia. Sebab, ditinjau dari pelbagai sudut, keyakinan Ahmadiyah jelas menyimpang dari Islam.
Zainuddin mencontohkan, dasar Islam sebenarnya sederhana, yaitu Kalimat Syahadat yang percaya Allah tuhan satu dan Muhammad nabi terakhir. Kemudian, Al Quran adalah kita suci umat Islam.
Sedangkan Ahmadiyah, lanjutnya, mengakui Al Quran sebagai kitab suci umat Islam, tetapi mereka mengakui juga masih ada kitab rujukan lain, yaitu tazkiroh yang jadi pedomen keyakinannya. Dan yang sangat prinsip, katanya, mereka mengakui Mierza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir setelah Muhammad. “Ini kan jelas pengingkaran rukun Imam,” ujarnya dengan nada tegas.
Makanya, lanjut Zainuddin, pihaknya selaku pribadi dan organisasi kemasyarakatan mendukung rencana pemerintah lewat Kementerian Agama untuk menghentikan kegiatan keagamaan yang dilakukan Ahmadiyah. ”Saya kira Ahmadiyah lebih aman dan umat Islam lebih tenang jika Ahmadiyah membuat agama baru,” paparnya. (lieM/tio/voai)
Tidak ada komentar