Header Ads

Menjawab Tuduhan Terhadap Hizbut Tahrir

SEMINGGU yang lalu tepatnya 5 Maret 2012, penulis menghadiri kajian rutin yang diselenggarakan oleh forum kajian Islam mingguan yang diadakan oleh mahasiswa asal Indonesia, menariknya kajian pada hari itu mengambil tema tentang Development of Hizbut Tahrir Indonesia and Its Ideology, disampaikan oleh salah seorang mahasiswa kandidat master di ISTAC-IIUM.



Saat itu saya teringat bahwa tidak salah apa yang disampaikan oleh Juru Bicara HTI M. Ismail Yusanto bahwa kini mulai ramai ilmuan menjadikan hizbut tahrir sebagai objek penelitian mereka. Ia menyebutkan sejumlah peneliti yang menkaji tentang Hizbut Tahrir di antaranya tesis master di Department of Southeast Asian Studies University of Passau, Jerman, Muhammad Riza Nurdin, yang berjudul From Jerusalem to Jakarta, then Aceh: The Global-Local Nexus of Hizbut Tahrir Indonesia. Syamul Rijal, dosen IAIN Antasari Banjarmasin, meneliti sistem rekrutmen yang dilakukan oleh HTI di kalangan mahasiswa di Makassar. Hasil penelitian itu menjadi tesis S-2 di Australian National University (ANU), Canberra, Australia, dan diterbitkan dengan judul Menarik Kaum Muda, Studi Terhadap Sistem Rekrutmen Hizbut Tahrir Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan (2010).

Lalu ada Muhammad Imdadun Rahmat yang meneliti sejarah masuk dan berkembangnya HTI di Indonesia. Tesis S-2 di UIN Sahid, Jakarta, itu kemudian diterbitkan sebagai buku pada tahun 2007 dengan judul, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam TimurTengah ke Indonesia.

Di level internasional, ada Mohamed Nawab Mohamed Osman yang untuk tesis Ph.D-nya di ANU, Canberra, meneliti jaringan dan strategi mobilisasi HTI. Hasil penelitian itu diterbitkan sebagai buku pada 2010 dengan judul, The Transnational Network of Hizbut Tahrir Indonesia dan Reviving the Caliphate in the Nusantara: Hizbut Tahrir Indonesia’s Mobilization Strategy and Its Impact in Indonesia.

Ada lagi Fahlesa Munabari yang menulis Hizb ut-Tahrir Indonesia: The Quest for the Caliphate and Shariah yang dipresentasikan dalam seminar Internasional Islam and Middle East: Dynamics of Social and Political Transformation di Kyoto, 2-3 August 2008. Pada tahun 2010 dia juga menulis Hizbut Tahrir Indonesia: The Rhetorical Struggle for Survival yang merupakan bagian dari buku Islam in Contention: Rethinking Islam and State in Indonesia (Wahid Institute, 2010). Ada lagi Mohammad Iqbal Ahnaf yang pada 2009 menulis Between Revolution and reform: The Future of Hizbut Tahrir Indonesia.

Di IIUM sendiripun demikian, namun dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang jumlah orang yang mengkajinya. Saya akan membahas isi dari forum kajian tersebut yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa Indonesia, termasuk salah seorang Dosen IIUM Dr. Syamsuddin Arif.

Kajian saat itu berlangsung cukup seru. Namun sayangnya tidak bisa dipungkiri selalu ada fitnah-fitnah yang tidak berdasar sama sekali terhadap Hizbut Tahrir. Di antara fitnahnya adalah Hizbut Tahrir membolehkan berciuman, melihat gambar porno dan berhubungan badan dengan wanita yang bukan muhrimnya, selain itu juga disebutkan karena HTI menolak syitem demokrasi di Indonesia tapi tetap hidup di sana, hal ini menunjukkan HTI ini seperti syi’ah suka melakukan taqiyah.

Tidak hanya itu salah seorang peserta juga menuduh HT memiliki paham Arabisme, dan tuduhan ini dikutip dari Muqaddimah kitab Mafahim Li Hizbit Tahrir yang mengatakan Bahasa Arab adalah bahasa paling penting bagi umat Islam. Selain itu HT juga dituduh menolak siksa kubur karena tidak mempercayai hadits ahad. Terakhir, ada juga tuduhan bahwa Hizbut Tahrir Pusat tidak lagi diakui. Astaghfirullahal ‘Adhim.

Menjawab Tuduhan

Berdasarkan paragraph di atas, penting bagi penulis untuk menjawab tuduhan-tuduhan tersebut agar tidak ada lagi rasa curiga antar sesama ormas Islam yang sama-sama memperjuang penerapan Syariat Islam.

Pertama, tuduhan bahwa Hizbut Tahrir membolehkan mencium wanita, berzina, dan melihat gambar porno. Jelas ini adalah tuduhan palsu. Pasalnya, Hizbut Tahrir mengharamkan kaum Muslim mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya. Keharaman mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya disebutkan dengan jelas dalam Kitab An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, halaman 53 yang menjadi kitab rujukan utama Hizbut Tahrir:

Ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan. Sebab ciuman pada umumnya adalah pembukaan menuju aktivitas zina, meskipun dilakukan tanpa syahwat. Demikian juga dengan tuduhan bahwa HT membolehkan melihat gambar porno, perlu diketahui tidak pernah ada statement seperti ini dalam puluhan kitab mutabanat Hizb Tahrir. Datangkanlah bukti bila memang ada statement seperti itu.

Menurut Taqyuddin An-Nabhaniy gambar porno (baik yang bergerak maupun tidak) adalah gambar terlarang karena bertentangan dengan peradaban islam. (Nizhaam Al-Islaam, hlm 68).

Kedua, HT dituduh seperti Syi’ah karena menolak sistem demokrasi, namun tetap hidup di Indonesia. Ini tuduhan lucu yang pertama sekali saya dengar, analisanya tidak nyambung sama sekali, apa hubungannya menolak sistem demokrasi dan tetap hidup di sana kemudian disebut taqiyah dan disamakan dengan syi’ah?

Ketiga, Hizbut Tahrir dituduh menganut paham arabisme dengan alasan Taqiyudin dalam kitabnya Mafahim li hizbit tahrir menempatkan bahasa Arab adalah bahasa Islam. Padahal jika kita baca dengan tidak memomotong-memotong teks maka kita akan temukan bahwa Taqiyuddin pada kita tersebut halaman 6 menjelaskan tentang sebab-sebab kemunduran dunia Islam yang disebabkan lemahnya pemahaman umat terhadap Islam amat parah, hal ini terjadi tatkala bahasa Arab mulai diremehkan peranannya untuk memahami Islam, sehingga kekuatan yang dimiliki bahasa Arab dengan kharisma Islam terpisah.

Selama kekuatan yang dimiliki bahasa Arab tidak disatukan dengan kharisma Islam, yaitu dengan cara menempatkan bahasa Arab, yang merupakan bahasa Islam— sebagai unsur yang sangat penting yang tidak terpisahkan dari Islam, maka kemunduruan itu akan tetap melanda kaum Muslim. Karena bahasa Arab memiliki kekuatan besar yang turut mengembangkan kharisma Islam. Islam tidak mungkin dapat dilaksanakan secara sempurna kecuali dengan bahasa Arab.

Meremehkan bahasa Arab akan menghilangkan ijtihad terhadap syari’at, karena ijtihad terhadap syari’at tidak mungkin dilaksanakan tanpa terpenuhinya salah satu syarat mendasar yaitu bahasa Arab. Kedudukan ijtihad itu sendiri teramat penting bagi umat Islam, sehingga umat tidak akan memperoleh kemajuan tanpa adanya ijtihad.

Keempat, HT dituduh tidak mengakui lagi HT Pusat. Inilah gaya tuduhan yang berlagak sebagai Juru bicara hizbut tahrir yang seolah-olah lebih paham tetang hizbut tahrir.

Kelima, hal yang sering diulang-ulang dan ini seperti menjadi senjata utama untuk menyesatkan Hizbut Tahrir, yaitu soal hadist ahad yang kemudian menjurus kepada masalah tentang siksa kubur, dengan mengatakan bahwa para syabab HT tidak mengimani adanya siksa kubur. Sehingga kemudian memvonis bahwa akidah hizbut tahrir bermasalah bahkan menyimpang dari akidah yang dianut oleh para 'ulama salaf dan khalaf.

Juru bicara HTI dalam artikelnya yang dimuat dimajalah Sabili edisi 22 tahun 2010 menjawab dengan jelas terkait dengan masalah hadist ahad dan siksa kubur, ia mengatakan bahwa dalam masalah-masalah akidah, pandangan Hizbut Tahrir sejalan dengan pandangan para ulama dari kalangan Para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ at-tabi’in, dan ulama-ulama mu’tabarlainnya. Intinya, akidah harus dibangun di atas dalil qath’i (pasti), baik tsubut maupundilalah-nya. Dalil yang memenuhi syarat ini hanya al-Quran dan hadis mutawatir yang dilalah-nya qath’i.

Adapun terkait hadits ahad, Hizbut Tahrir—seperti pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan ulama salafush-shalih—berpandangan bahwa hadits ahad wajib diamalkan (wujub al-‘amal), dan tidak menghasilkan keyakinan (al-‘ilm), dalam pengertian hanya menghasilkan zhann belaka.

Apa yang dipegang oleh Hizbut Tahrir sama persis seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam Muqaddimah Syarh Shahih Muslim: Khabar ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, baik perawinya satu atau lebih.Masih diperselisihkan hukum hadis ahad. Pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan tabi’in, kalangan ahli hadis, fukaha, dan ulama ushul yang datang setelah para Sahabat dan tabi’in adalah: khabar ahad (hadis ahad) yang tsiqqah adalah hujjah syar’i yang wajib diamalkan; khabar ahad hanya menghasilkan zhann, tidak menghasilkan ilmu (keyakinan).

Kewajiban mengamalkan hadis ahad kita ketahui berdasarkan syariah, bukan karena akal. Sebagian ahli hadis berpendapat bahwa hadis-hadis ahad yang terdapat di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim menghasilkan ilmu (keyakinan), berbeda dengan hadis-hadis ahad lainnya.

Pada penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan kesalahan pendapat ini secara rinci. Semua pendapat selain pendapat jumhur adalah batil. Kebatilan orang yang berpendapat tanpa hujjah dalam masalah ini telah tampak jelas.

Adapun orang yang berpendapat bahwa hadis ahad menghasilkan keyakinan, sesungguhnya orang itu terlalu berbaik sangka. Bagaimana bisa dinyatakan hadis ahad menghasilkan keyakinan (ilmu), sedangkan hadis ahad masih mungkin mengandung ghalath, wahm, dan kadzb? Wallahu a’lam bish shawab (Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim).

Hizbut Tahrir tidak pernah menolak hadis ahad yang sahih, baik yang berkaitan dengan syariah (amal) maupun keyakinan (akidah). Hadis ahad yang berbicara masalah amal (syariah) waijib diamalkan. Hadis ahad yang berbicara tentang keyakinan/akidah cukup dibenarkan (tashdiq). Sebab, hadis ahad itu tidak menghasilkan keyakinan yang pasti (tashdiq al-jazim), tetapi sekadar zhann belaka.

Berkenaan dengan siksa kubur, Hizbut Tahrir tidak pernah menyinggung masalah ini secara rinci di dalam kitab-kitab mutabannat. Hizbut Tahrir juga tidak pernah mengeluarkan instruksi kepada anggotanya untuk tidak memercayai siksa kubur dan kemunculan Dajjal. Yang benar, Hizbut Tahrir meminta kepada anggotanya untuk menerima semua hadis sahih dan melarang anggota mengingkari atau menolak hadis-hadis sahih (baik mutawatir maupun ahad).

Tabayyun

Salah satu kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah melakukan tabayyun tatkala menerima informasi yang masih samar dan kabur. Selain karena pertimbangan normative, tabayyun akan menyelamatkan seorang muslim dari fitnah dan perselisihan tanpa dasar. Tabayyun juga menghindarkan seorang muslim dari sikap tergesa-gesa dalam menilai dan menjustifikasi saudara muslim yang lain.
Jika seseorang memvonis saudaranya hanya karena berita dan informasi sepihak, tentunya ia telah mendzalimi dirinya sendiri dan saudaranya. Untuk itu, tabayyun adalah sikap mulia yang akan menjaga akal sehat, kejernihan hati, dan persaudaraan sesama muslim. Lebih dari itu, tabayyun akan menjauhkan kita dari perilaku dzalim yang sangat dibenci oleh Allah swt.


oleh: Wahyu Ichsan
Penulis adalah Syabab Hizbut Tahrir dan saat ini sedang menyelesaikan pendidikan Master Political Science di IIUM [al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.