Maksiat Mengundang Bencana?
Ketika Madinah terguncang gempa,
Khalifah Umar bin Khattab mengetukkan tongkatnya ke bumi dan berkata,
"Wahai bumi adakah aku berbuat tidak adil?" lalu berkata lantang, "Wahai
penduduk Madinah, adakah kalian berbuat maksiat? Tinggalkan perbuatan
itu, atau aku akan meninggalkan kalian!” (Ibn Hajar, Fath al-Bari, IX/244)
Musibah memang merupakan qadha' Allah SWT. Dengan tegas, Allah pun menyatakan, “Katakanlah (Muhammad), 'Kita sekali-kali tidak akan terkena musibah, kecuali apa yang telah Allah tetapkan kepada kita.'” (TQS at-Taubah [09]: 51). Iya, musibah memang merupakan qadha'-Nya, dan Dia Maha Tahu tentang setiap rahasia di balik keputusan-Nya.
Karena musibah ini merupakan qadha' Allah, maka rahasia musibah ini hanya Allah Yang Maha Tahu. Hanya saja, Allah memberikan penjelasan kepada kita, bahwa musibah yang ditimpakan kepada manusia di muka bumi, memang bisa jadi merupakan adzab. Allah berfirman, “Katakanlah, “Dialah yang Maha Kuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu. Perhatikan-lah, betapa kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami-(nya).” (TQS al-An'am [06]: 65)
Nabi bersabda, “Sungguh mengagumkan
kondisi orang Mukmin, karena seluruh urusan-nya merupakan kebaikan. Jika
dia mendapatkan kebaikan, dia bersyukur. Jika dia ditimpa kesulitan,
dia bersabar, dan itu merupakan kebaikan baginya. Dan itu tidak mungkin
diraih, kecuali oleh orang Mukmin.” (HR Muslim). Baginda SAW juga
menyatakan, “Tak seseorang Muslim pun yang terkena duri atau lebih dari
itu, kecuali dengannya Allah pasti akan angkat derajatnya, dan dengannya
Allah akan hapus kesalahannya.” (HR Muslim). Dalam riwayat lain
dinyatakan, “Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman, 'Jika Aku uji
hamba-Ku dengan kedua matanya, lalu dia bersabar, maka Aku akan
menggantinya dengan surga.” (HR Bukhari). [mediaumat/al-khilafah.org]
Bertubi-tubi negeri ini ditimpa bencana.
Korban pun berjatuhan. Tidak sedikit nyawa melayang karenanya. Tidak
hanya itu, korban harta benda pun sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.
Bayangkan, hanya dalam sebulan, negeri ini ditimpa tiga bencana; banjir
bandang di Wasior, tsunami di Mentawai dan letusan gunung Merapi yang
hingga hari ini masih belum diketahui kapan akan berakhir.
Qadha' Allah
Qadha' Allah
Musibah memang merupakan qadha' Allah SWT. Dengan tegas, Allah pun menyatakan, “Katakanlah (Muhammad), 'Kita sekali-kali tidak akan terkena musibah, kecuali apa yang telah Allah tetapkan kepada kita.'” (TQS at-Taubah [09]: 51). Iya, musibah memang merupakan qadha'-Nya, dan Dia Maha Tahu tentang setiap rahasia di balik keputusan-Nya.
Imam Ahmad menuturkan dari Ali berkata,
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang ayat yang paling utama
dalam Kitabullah ta'ala, Rasulullah SAW telah menceritakannya kepada
kami, (yaitu ayat): “Apa saja (musibah) yang menimpa kalian, maka
disebabkan oleh perbuatan tangan-tanganmu sendiri dan Allah memaafkan
sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.s. As-Syura [42]: 30),
dan saya akan menafsirkannya kepadamu, wahai Ali, apa-apa yang menimpa
kalian berupa sakit, siksaan atau cobaan di dunia, sesungguhnya itu
disebabkan oleh perbuatan tangan kalian dan Allah SWT Maha Pemurah dari
hendak mengadzab dua kali kepada mereka ketika di akhirat, sedangkan
apa-apa yang Allah maafkan di dunia maka Allah SWT Maha Lembut dari
hendak kembali setelah memaafkannya.”
Memang benar musibah merupakan keputusan
dan hak prerogatif Allah SWT. Tetapi, melalui riwayat Ahmad di atas,
Allah menegaskan bahwa apa yang ditimpakan-Nya kepada manusia itu kadang
kala berupa siksaan dan ujian. Nabi pun menegaskan, baik ujian maupun
siksaan itu sama-sama merupakan konsekuensi dari ulah tangan manusia.
Karena itu, Allah mengingatkan, agar kita menjaga diri dari tertimpa
fitnah (adzab), yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim, tetapi
juga orang-orang yang shalih (QS. al-Anfal [07]: 25). Suatu ketika
Zainab binti Jahsy bertanya kepada Nabi, “Wahai Nabi, apakah kami akan
dihancurkan (oleh Allah), padahal di tengah-tengah kami ada orang-orang
shalih?” Nabi menjawab, “Iya, jika keburukan (khabats) telah
merajalela.” (HR Bukhari-Muslim).
Ketika Allah menyatakan, bahwa
terjadinya kerusakan di daratan dan lautan adalah akibat ulah tangan
manusia (QS ar-Rum [30]: 41), kerusakan yang dimaksud ini, menurut para
mufassir, bisa berupa kekeringan, pemanasan global, banjir bandang
termasuk hancurnya ekosistem di lautan, dan lain-lain adalah ulah tangan
manusia. Menurut as-Shâbûni, yang dimaksud dengan ulah tangan manusia
ini adalah faktor dosa-dosa dan kemaksiatan mereka (as- Shâ-bûni,
Shafwatu at-Tafâsîr,). Tujuannya, agar mereka yang ditimpa musibah
tersebut bisa merasakan apa yang telah me-reka perbuat agar mereka
kembali ke jalan yang benar (QS. ar-Rum [30]: 41).
Antara Ujian dan Adzab
Antara Ujian dan Adzab
Karena musibah ini merupakan qadha' Allah, maka rahasia musibah ini hanya Allah Yang Maha Tahu. Hanya saja, Allah memberikan penjelasan kepada kita, bahwa musibah yang ditimpakan kepada manusia di muka bumi, memang bisa jadi merupakan adzab. Allah berfirman, “Katakanlah, “Dialah yang Maha Kuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu. Perhatikan-lah, betapa kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami-(nya).” (TQS al-An'am [06]: 65)
Para mufassir menjelaskan, adzab yang
datang dari atas seperti hujan batu, petir, badai, angin taufan, awan
panas (wedhus gembel) dan lain lain, sedangkan adzab yang datang dari
bawah bumi seperti gempa bumi, banjir, gunung meletus, tsunami dan
sebagainya. Mereka juga menegaskan, ayat ini ditujukan kepada ahli
maksiat (Lihat, at-Thabari, Tafsir at-Thabari, VII/141).
Dalam nash yang lain, Allah juga
menyatakan, “Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian adzab
yang dekat (di dunia) sebelum adzab yang lebih besar (di akhirat),
mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS as-Sajdah
[32]: 21). Ibn 'Abbas menjelaskan, bahwa adzab yang dekat itu adalah
musibah dan bala' di dunia, yang ditujukan kepada orang-orang fasik atau
ahli maksiat. Adzab itu diberikan kepada mereka di dunia, sebe-lum di
akhirat, agar mereka sadar, mau bertaubat dan kembali ke jalan Allah
(at-Thabari, Tafsir at-Thabari, XXI/68).
Karena fenomena musibah ini sama, yaitu
satu musibah yang diturunkan oleh Allah, tanpa memilah dan memilih obyek
yang dikenai musibah, maka bagi orang-orang fasik dan ahli maksiat
jelas merupakan adzab. Boleh jadi sebagian di antara mereka dibinasakan
oleh Allah agar menjadi pelajaran bagi yang hidup, sehingga bagi yang
sebelumnya durhaka dan mengingkari Allah dan hukum-hukum-Nya, bisa
segera bertaubat dan kembali ke jalan-Nya.
Adapun bagi orang-orang Mukmin, justru
musibah ini menjadi ujian yang semakin meningkatkan kualitas keimanan
dan ketaatannya kepada Allah SWT. Mereka meyakini, bahwa musibah ini
merupakan keputusan Allah. Sikap mereka, sebagai-mana yang diajarkan
oleh Rasul-Nya, adalah menerima semua keputusan-Nya, dengan lapang dada.
Tidak ada keluhan, protes apalagi umpatan kepada Allah. Mereka bersabar
dan bersabar. Dengan begitu, mereka menda-patkan kebaikan, dosa-dosa
mereka di masa lalu terampuni, dan surga pun siap menyambut mereka.
Tidak ada komentar